Dari dulu jenggot memang sudah menjadi tren atau identitas laki-laki. Tak dapat dipungkiri, jenggot memang menjadi daya tarik dimata kaum hawa. Lantaran menambahkan kesan macho dan meningkatkan nilai tampan dari seorang laki-laki, apa lagi banyaknya public figure yang memiliki jenggot jadi menginspirasi banyak laki-laki di luar sana untuk menumbuhkannya. Ditambah, banyaknya krim penumbuh jenggot menjadi jawaban atas laki-laki yang memang tak ada hormon atau bakat untuk tumbuh bulu di wajah.
Jenggot ternyata bak sebuah fashion yang terus berputar dari masa ke masa. Dikutip dari The Telegraph, pada zaman Mesir Kuno laki-laki di era tersebut kerap memakai jenggot palsu guna kepentingan seremonial, seperti yang dilakukan para pendeta. Tak alami, jenggot palsu itu pun berbentuk mancung dan lancip. Penggunaan jenggot palsu juga pertanda bahwa mereka adalah pengikut Dewa Osiris. Kemudian di British Museum, London, terdapat peti mumi berukuran kecil berisikan anak-anak yang berjenggot seperti dilansir dari Tirto.id
Tumbuhnya Jenggot Bukan Sekedar Penampilan, Melainkan Menjadi Identitas Kehormatan Dan Kebijaksanaan
Pada masa Yunani Kuno, jika sampai dipotong jenggotnya, itu merupakan suatu hukuman lantaran jenggot dipandang sebagai tanda kehormatan. Mungkin sama halnya seperti sekarang, apabila seorang laki-laki dipelontos jika berbuat hal yang negatif, seperti beberapa remaja yang terjaring balapan liar.
Tak hanya di Yunani, namun di Turki dan India, jenggot panjang menjadi lambang kebijaksanaan dan martabat yang tinggi. Jadi tak heran, apabila ada orang yang senang memanjangkan jenggotnya mungkin juga terkait budaya yang terikat di luar sana. Bahkan orang-orang pada masa Mesopotamia senang merawat jenggotnya dengan mengoleskan minyak, dikeriting, sampai dicat bewarna hitam.
Bangsa Viking Menjadi Representasi Skandinavia Dalam Hal Berjenggot Lho
Kalau di Yunani jenggot dipandang sebagai bentuk kehormatan, hal ini justru berbeda dengan yang terjadi di daratan Skandinavia. Lantaran memiliki jenggot diidentikan sebagai kelompok masyarakat Viking. Viking merupakan kelompok masyarakat yang memiliki jenggot tebal, meskipun banyak stereotip buruk tentang Viking dan soal perawatan rambut terutama jenggot. Ternyata ada bukti sejarah baru yang ditemukan.
Menurut Louise Kæmpe Henriksen, kurator di Viking Ship Museum di Roskilde, Denmark, penggambaran masyarakat Viking sebagai petarung yang bengis tak pernah merawat tubuh adalah sebuah kesalahan. Ia mengatakan bahwa ada bukti-bukti sejarah kalau Viking merawat jenggot dan rambutnya. Bukti sejarah tersebut ditemukan pertama di daerah Norwegia di mana terdapat ukiran kepala laki-laki Viking.
Tak Hanya Sebagai Identitas Kepribadian Saja, Namun Juga Sebagai Fashion Musiman
Beberapa dekade dari kultus sebuah jenggot yang dianggap sebagai lambang kehormatan dan kebijaksanaan, terjadi pergeseran makna, dimana jenggot dipandang sebagai sebuah fashion. Pada tahun 1940-1950, tren laki-laki berjenggot kembali muncul dengan gaya goatee seperti dilansir Tirto. Gaya ini membiarkan jenggot menyisir daerah dagu, popularitas tren tersebut muncul terkait penampilan-penampilan musisi jazz dekade 40-an, seperti Dizzy Gillespie.
10 tahun bergeser ke tahun 1960-an jenggot mulai dilambangkan sebagai sikap kreativitas dan membangkang. Tidak hanya jenggot rapi saja yang digandrungi di masa itu. Tetapi jenggot yang tumbuh liar menjadi pilihan. Karena banyak laki-laki yang menumbuhkan jenggot merupakan penulis, pembuat film, dan kelompok revolusioner. Unsur musik memiliki pengaruh, seperti Jazz yang mulai bergeser ke arah rock dengan munculnya The Beatles dan Bee Gees.
Jenggot Memancing Hasrat Si Nona Untuk Berkenalan Dengan Bung
Alasan laki-laki menumbuhkan jenggot otomatis untuk mendongkrak paras agar lebih rupawan di mata perempuan. Karena banyaknya public figure yang memiliki jenggot kerap jadi idola wanita seperti vokalis Maroon 5, Adam Levine, membuat laki-laki yang berjenggot kerap memenangkan kompetisi demi merebut hati si nona. Anggapan ini bukan lah omong kosong atau kebetulan saja. Temuan studi pada tahun 2015 yang berjudul Archives of Sexual Behaviour, mengatakan kalau perempuan mengganggap laki-laki berjenggot lebih atraktif dari laki-laki yang bercukur bersih.
Si Nona Tak Ingin Jenggot Didominasi Oleh Bung Saja, Tetapi Kaum Hawa Merasa Ada Hak Untuk Menumbuhkannya
Persoalan jenggot memang erat dengan laki-laki, namun tidak hanya laki-laki saja yang tertarik menumbuhkan bulu di rambut tersebut. Akan tetapi sebuah tulisan yang dimuat Texas Monthly menceritakan perempuan-perempuan Amerika Serikat yang menumbuhkan jenggot. Amber Moore, perempuan 44 tahun dari South Austin yang sudah memiliki ketertarikan dalam dirinya untuk memiliki jenggot sejak umur 5 tahun.
Di tahun 2007 terdapat sebuah komunitas bernama Austin Facial Hair Club yang mana tidak ditujukan kepada laki-laki saja. Tetapi perempuan yang serupa dengan Amber Moore bisa ikut bergabung. Salah satu subkelompok Austin Facial Hair Club bernama Whiskerina, yang menjadi tempat Moore dan beberapa perempuan lain yang ingin menumbuhkan jenggot atau sekedar rambut di wajah. Sekaligus menentang dominasi jenggot oleh laki-laki.
