Di tahun 2018 marak pinjaman online kan bung? pernah terbesitkah untuk meminjam? apa bung takut setelah mengetahui rentetan kasus miring yang menerpa? sebenarnya bung, wajar saja kalau merasakan takut untuk meminjam setelah kasus penagihan dengan cara yang tidak lazim seperti itu. Tapi kalau bung menyalahkan pihak perusahaan sebaiknya coba cermati terlebih dahulu, karena ada beberapa hal yang mungkin tidak bung ketahui soal ini.
Kemajuan teknologi berbasis aplikasi membuat segala bentuk bidang jasa fokus beralih ke digital. Dahulu kala pinjam meminjam, otomatis pergi ke bank, kini dapat dilakukan dengan bermodalkan smartphone di tangan. Mungkin karena berbasis teknologi, proses penagihan pun harus lewat jalur teknologi juga.
Praktek collection di fintech biasanya menagih lewat WhatsApp, dan tidak hanya bung yang dapat pesan. Tetapi beberapa orang yang bung kenal akan dimintai menagih oleh pihak collection dengan alih-alih rekan atau keluarga bung dijadikan sebagai nomor darurat yang nyatanya tidak.
Maka dari itu banyak orang yang geram akan cara pinjol dalam menagih dan sebaiknya bung harus mengetahui tentang penagihan pinjaman online.
Permission Apps Tak Dibaca, Sama Saja Memperbolehkan Mereka Mengakses Kontak Anda
Cara tak lazim seperti yang dilakukan pinjaman online pastinya tidak akan menimpa bung, apabila bung membaca terlebih dahulu syarat dan ketentuan atau ‘Permission’ di aplikasi Pinjaman Online. Karena ada keterangan di ketentuan tersebut yang menyatakan kalau si aplikasi ini meminta izin untuk membaca seluruh daftar kontak pada ponsel peminjam uang sampai riwayat panggilan telepon peminjam.
Kenapa? karena ini sebagai jaminan bagi aplikasi pinjaman online. Toh, saat bung meminjam itu tak ada jaminan yang diberikan, bukan? untuk itu mereka meminta kontak sebagai jaminan.
Jadi ketika bung tidak membayar, mereka akan mengontak seluruh kontak yang ada di ponsel bung dengan mengatakan bung menjadikan mereka sebagai nomor darurat. Banyak kejadian yang tidak mengenakkan akan hal ini. Bahkan sampai ada yang kehilangan pekerjaan.
Pekerjaan Hilang Lantaran Teror Debt Collector Online
Dilansir dari Kumparan.com cerita miris saat seorang guru taman kanak-kanak harus kehilangan pekerjaanya saat para penagih utang meneror rekan-rekannya di sekolah. Mereka pun ketakukan, karena para penagih berjanji akan mendatangi sekolah. Mendapat ancaman tersebut mereka pun mengadukan ke sekolah, alhasil ia pun dipecat dari pekerjaanya sebagai guru. Kejadian miris ini imbas dari berhutang dengan pinjaman online.
“Mereka (debt collector) mengancam datang ke sekolah. Orang sekolah takut kenapa-kenapa sama anak kecil di sana. Saya disuruh tidak bekerja lagi, dibilang pakai nama (rekan) sebagai penjamin utang,” kata Sundari (nama yang disamarkan) dikutip dari laman yang sama.
Sebelumnya Sundari telah membela diri dengan mengatakan kalau tidak pernah memberikan nomor rekan-rekannya di sekolah pada siapapun. Tapi itu tak membuat ia balik mendapat pekerjaanya. Mirisnya lagi ia berhutang demi mengobati infeksi rahim yang diderita. Tidak hanya mendapat ancaman, sundari dan sang suami pun mendapat makian yang mengandung kata-kata kasar.
Mendapat Hujatan Sampai Si Nona Diminta ‘Telanjang’
Bukan hanya Sundari saja yang mengalami nasib malang harus menghadapi penagih utang online yang bermulut pedas dengan ancaman yang beringas. Masih di laman yang sama, salah seorang perempuan dengan nama yang disamarkan yakni Fatmawati juga menanggung malu.
Karena masuk dalam jeratan hutang pinjaman online alhasil ia menambal hutangnya dengan meminjam. Gali lubang tutup lubang pun dilakukan. Saat ia telat membayar makian tak senonoh sampai suruhan telanjang pun diutarakan sang penagih hutang.
“Gini deh, lu gua beli aja deh. Harga lu berapa, sih? Lu telanjang, joget-joget, nanti videonya kirim ke gue. Utang lu semua gue bayarin, gue langsung anggap lunas,” bunyi rekaman suara debt collector itu dikutip Kumparan.com
Keberingasan para penagih hutang online ini tidak hanya berhenti sampai di situ bung. Parahnya lagi, salah seorang penagih menelpon ke kantor dan berkata kalau Fatmawati adalah maling. Tak pelak ia jadi bahan perbincangan di kantor sampai mendapat teguran dari atasan. Ia pun mengaku tertekan dan menyesal memberikan akses kontak kepada pinjaman online.
“Saya izinkan untuk mengakses kontak dan galeri. Kalau nggak klik yes, nggak masuk ke rekening uangnya. Jadi terpaksa harus di-accept,” ujarnya.
Melego Ginjal, Asalkan Utang Dengan Pinjol Selesai
Sundari dan Fatmati mungkin sudah membuat bung geram dengan aksi pinjaman online dengan para penagihnya. Namun yang paling parahnya lagi hal yang menimpa Larasati. Ia hampir bunuh diri dengan menenggak minyak tanah karena putus asa, alasannya karena sang penagih hutang menelpon sang majikan.
Larasati yang bekerja sebagai asisten rumah tangga merasa malu karena keluarga dan kerabat juga mendapat makian debt collector. Saat maut menjauh darinya, akhir Agustus lalu ia malah melakukan hal yang tak sama parahnya yakni melego ginjal di Facebook demi melunasi utang. Dengan berasumsi kalau hutangnya terbayar, hidupnya akan kembali normal.
“Biarlah aku terbaring di kasur selamanya. Pokoknya utang dan urusan dengan pinjol ini selesai,” kata dia.
Lantas Apakah Salah yang Dilakukan Oleh Para Penagih Hutang?
Salah atau tidak ? pasti bung memiliki jawaban tersendiri, bukan? namun dari sisi para penagih hutang memang tidak dapat dibenarkan. Karena segala macam bentuk ancaman verbal sampai penggunaan kata-kata yang tidak semestinya dapat membuat orang tersebut terjerat pidana.
Kepala Divisi Advokasi Bidang Perkotaan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait, menganggap aksi debt collector menabar teror kepada nasabah adalah tindak pidana. Karena penagihan perbankan dilarang menggunakan kekesaran fisik atau verbal.
Penggunaan kata-kata kasar sampai menagih kepada pihak lain adalah tindakan yang tidak dibenarkan bung. Jadi apa yang dilakukan oleh pinjaman online dengan menebar ancaman sampai meminta pihak-pihak tidak terkait untuk menagih adalah hal yang salah.
Pasalnya soal aturan dan tata cara penagihan pun sudah memiliki SOP atau standar operasional prosedur (SOP) atau Bank Indonesia. Di dalam regulasi tersebut memuat larangan penagihan kepada pihak selain dari si pemegang kredit dan larangan penagihan menggunakan sarana komunikasi yang mengganggu.
“Aturan ada, tapi sistemnya nggak mumpuni. Pengawasan nggak baik, jadi tentu bersoal kan?” kata Jeanny di kantornya, LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat.
Di sisi lain ketidakcekatan dari seorang calon nasabah juga menjadi jurang permasalahan ini. Seharusnya para pengguna smartphone lebih cekatan lagi dalam melihat ‘Permission’ setiap aplikasi dalam jenis apapun, sampai game sekalipun. Karena memberikan keleluasaan untuk mengakses membaca SMS, melihat kontak sampai panggilan menurut kami adalah ranah privasi bung.
Karena para penggagas aplikasi macam pinjol pun tak akan mendapatkan akses apabila tidak diberikan. Namun kami paham, Permission Apps adalah hal yang suka dianggap remeh dan dilewatkan saja. Tetapi setelah ada kejadian ini, seharusnya bung lebih teliti.
