Memiliki si nona yang sudah bekerja dan memiliki karir mumpuni memang enak. Bung tak perlu lelah memikirkan bagaimana kondisinya atau sekedar menaruh rasa iba. Si nona sudah memiliki penghasilan sekaligus sikap mandiri dan tangguh. Jadi untuk menjalani hidup dengannya pun tidak sulit, lantaran dimudahkan dengan kondisi sekitar yang akan menguntungkan pasangannya.
Dibalik keuntungan yang Bung dapatkan, ada perasaan was-was yang harusnya Bung perhatikan. Takutnya adalah saat si nona memiliki penghasilan lebih mumpuni atau karirnya lebih tinggi dari Bung, si nona bakal bersikap semaunya. Sehingga Bung tidak dapat mengontrol diri ke depannya. Bukannya bermaksud melanggengkan budaya patriarki apalagi misoginis, tetapi laki-laki memang sudah diplot untuk menjadi kepala keluarga, Bung. Sehingga ada baiknya Bung mampu mengontrol si nona saat masih pacaran demi menatap pernikahan.
Si Nona Merasa Bebas Berbelanja Tanpa Perlu Uang dari Calon Suami
Saat hari gajian tiba, di mana uang hasil jerih payah Bung dan si nona masuk di rekening masing-masing, ini menjadi problematika. Bukan soal uangnya, tetapi bagaimana cara me-manage–nya. Kalau dari pacaran saja, si nona sudah bersikap semaunya dengan bersikap sesuka hati atas uangnya, itu bisa jadi tanda bahaya. Meskipun uang itu hasil kerja kerasnya, Bung harus mengingatkan si nona untuk bijak soal keuangan demi menatap alur kehidupan yang lebih baik.
Takutnya Lagi, Si Nona Kerap Egois Karena Merasa Menang Dalam Kompetisi Ini
Bung tak punya kuasa untuk mengaturnya. Apabila Bung coba mengatur, otomatis si nona ganti menyerang lewat karir dan penghasilan. Hal-hal dari A-Z yang sekiranya bisa jadi senjatanya pun dilontarkan si nona pada Bung. Ya memang secara garis besar Bung memiliki karir dan tentu penghasilan dibawah si nona, tapi dengan sikap si nona yang terkesan “menginjak-injak harga diri”, Bung tak boleh menganggap enteng, loh! Lantaran kalau terus seperti itu, hubungan bisa saja dalam bahaya. Ajarkan si nona untuk paham kodratnya, yakni sebagai seorang calon istri yang manut terhadap calon suami.
Kesibukannya Mengurusi Pekerjaan Membuat Waktu Jadi Terbatas dan Terbuang
Waktu itu sangat penting. Tak indah apabila waktu dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Si nona yang menjadi wanita karir dengan penghasilan tinggi, otomatis kerjanya tidak nyantai begitu saja, bukan? Bisa saja bakal mengurus ini itu, sehingga waktu untuk bertemu Bung sangat terbatas.
Bung Menjadi Keki Lantaran Si Nona Memiliki Karir Cemerlang nan Tinggi
Rasa keki itu pasti ada, apalagi kalau melirik ke jabatannya, Bung. Minder pun menjadi rasa setiap hari yang berkecamuk dalam diri. Karena sampai saat ini Bung belum mampu mengimbangi diri seperti dirinya. Bung pun merasa malu lantaran sebagai calon kepala keluarga merasa belum bisa bersikap dan mengepalai keluarga. Jangan bersedih Bung, yang perlu Bung lakukan adalah fokus terhadap pekerjaan dan berjuang sepenuhnya.
Lantas Salahkah Memilih Wanita Karir Sebagai Pasangan?
Tidak salah Bung, sebenarnya memilih wanita karir adalah keputusan yang baik-baik saja. Akan tetapi beberapa point di atas adalah hal yang harus Bung perhatikan, karena banyak problema rangkaian kisah rumah tangga yang terjadi secara lumrah dengan kasus seperti ini.
Namun kalau si nona yang Bung pilih jauh berpikiran dari beberapa poin di atas, justru itu hal yang baik. Apabila Bung masih merasa keki soal jabatan si nona yang lebih tinggi itu wajar. Asalkan Bung dan si nona bisa berkompromi dan memintanya mengerti soal keadaan Bung sekarang, itu akan jauh lebih baik. Terpenting, tetaplah berusaha Bung!
