“Setelah mempertimbangkan dengan hati-hati dan mengikuti diskusi dengan klub, saya merasa ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk mundur di akhir musim. Saya bersyukur karena memiliki hak istimewa untuk melayani klub selama bertahun-tahun yang tak terlupakan,” ungkap The Professor lewat laman resmi Arsenal.
Setelah 22 tahun memimpin tim London Utara, akhirnya Arsene Wenger memberikan salam perpisahan kepada The Gunners. Tiga trophy Liga Inggris, tujuh Piala FA dan enam gelar Community Shield menjadi torehan yang ia berikan selama masa sumbangsihnya. Torehan terbaiknya dan paling diingat adalah semasa menjuarai Liga Inggris di musim 2003/2004 lantaran tak terkalahkan selama satu musim penuh. Istilah The Invicible pun tersemat kepada Arsenal.
Arsene Wenger sesaat lagi bakal menjadi legenda Arsenal dan Liga Inggris. Kembali ke bulan Januari lalu, pelatih berkebangsaan Perancis ini telah melampui rekor Sir Alex Ferguson dengan menjalani lebih dari 811 laga bersama Arsenal di pekan ke-21, dan menjadi torehan laga terbanyak di Liga Inggris. Di mana Sir Alex sendiri hanya mampu membuat 810 laga bersama Setan Merah. Nampaknya rekor tersebut sulit untuk dilampui. Dari sekian banyak cerita dan kisah bersama Arsenal, pahit maupun baik, publik bakal tetap mengingatnya.
Anelka Menjadi Pembuka, Aubame yang Menjadi Penutupnya
Berbicara soal Arsene Wenger membuat kita harus melihat kembali ke belakang. Pada tahun 1997, Nicolas Anelka yang digadang sebagai wonderkid, singgah ke Arsenal dari Paris Saint-Germain (PSG). Tampil dua musim bersama Arsenal, Anelka terbilang cukup baik dengan turut menyumbangkan Liga Premiere Inggris dan Piala FA. Anelka sendiri adalah pemain pertama yang diboyong Arsenal setelah era kepemimpinan Wenger menjadi pelatih di tahun 1996.
Pierre-Emerick Aubameyang menjadi pemain terakhir yang dibawa Wenger ke Emirates stadium. Arsenal mesti menggelontorkan dana £56 juta atau sebesar Rp 1 triliun rupiah guna memberangkatkannya dari Borussia Dortmund. Kedua pemain tersebut menjadi “pintu” pembuka dan penutup bagi The Professor.
22 Tahun Melatih, Wenger Mengalami Lonjakan Gaji 16 Kali Lipat
“Wenger, itu siapa?” mungkin itu respon pertama yang didapat oleh The Gunners setelah sebelumnya Wenger hanya melatih di Nagoya Grampus Height, Jepang. Tak ayal, publik London pun tak berekspetasi banyak. 500 ribu poundsterling menjadi gaji yang didapat Wenger di tahun pertamanya.
Di tahun kedua, Arsenal bertaji dengan menjuarai Liga Inggris dan Piala FA. Gaji Wenger pun naik dua kali lipat menjadi 1,2 juta poundsterling. Di musim terakhirnya gaji Wenger otomatis melonjak tinggi meskipun suara sumbang yang menuntut dia keluar kerap nyaring terdengar. 8 juta pounds adalah total gaji yang direngkuhnya per tahun di musim terakhirnya. Yang berarti jumlah tersebut naik 16 kali lipat dari musim pertamanya.
Mengakhiri Sesuatu yang Harusnya Dilakukan Beberapa Tahun Lalu
Salah seorang jurnalis dengan reputasi cemerlang dari BBC, David Ornstein, pernah mengungkapkan tentang kontrak Wenger di tahun 2017. Total 2 tahun lagi atau 2019 adalah menjadi karir terakhir bagi pelatih yang satu ini di masa kontraknya. Lewat cuitannya pun, David memberikan informasi tentang klausul yang menyebutkan tidak boleh ada pemecatan kepada Wenger! Dengan kata lain, seburuk apa pun performa Arsenal selama tahun 2017 dan 2018 manajemen tak bisa menyudahi kontraknya.
Jelas saja Wenger berada dalam posisi aman dan bisa bermain dengan macam taktik maupun formula yang dia mau di dua musim tersebut. Tapi pertarungan dalam hati membuat ia merasa kalau akhir musim ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri karir sebagai pelatih Arsenal. Apalagi seruan untuk menyudahi karir di Arsenal semakin banyak tersiar lewat spanduk di stadion dan luar stadion.
Suara Sumbang #WengerOut Mungkin Menghantui Dirinya
Suara sumbang yang menuntut dirinya untuk angkat kaki dari Arsenal, selalu diserukan para suporter. Tidak hanya di dunia nyata, tagar #WengerOut pun selalu ada saat Arsenal bermain. Apalagi kalau bermain buruk dan mengalami kekalahan. Bahkan, Emirates yang akhir-akhir ini terlihat sepi ditengarai atas performanya yang kurang matang. Bisa saja, ini menjadi alasan dan pertanda bagi Wenger untuk buru-buru menyudahi. Tak perlu lagi memikirkan trophy. Lantaran kredibilitasnya sebagai pelatih mulai luntur di mata suporter.
Europe League Bisa Jadi Kado Terakhir Sebelum Berpisah
Memang tidak sebergengsi Liga Champions, tetapi Europa League bisa dijadikan kado terakhir yang mampu diberikan Arsene Wenger. Selalu menjanjikan kebangkitan merupakan janji yang sudah bosan didengar fans. Tak mampu lolos ke Liga Champions musim ini, sudah membuat murka lantaran Arsenal merupakan tim yang masuk ke dalam jajaran The Big Four di Inggris bersama Macnhester United, Liverpool, dan juga Chelsea.
Europa League mungkin dapat dimaksimalkan bagi Arsenal, meskipun Atletico Madrid siap menjegal di semi-final. Kita lihat saja Bung, apa yang bisa diwariskan Arsene Wenger terhadap rumah keduanya (dibaca: Arsenal). #MerciArsene beberapa akhir ini juga bersuara. Ya meskipun tidak baik-baik amat reputasinya, 22 tahun bukan waktu yang sebentar, maka pantas untuk mengucapkan terima kasih. Dibalik kepergiannya, sebagai penikmat sepak bola kita harus berduka atau berbahagia, Bung?
