Tidak pernah usai, menjadi misteri dan terbengkalai adalah tiga hal yang menggambarkan penculikan aktivis di tahun 1998. Tidak ada kejalasan dari kasus ini, semuanya kerap berjalan diam-diam dan tak ada titik terang untuk mengungkap siapa dalang dibalik kasus tersebut.
Namun hal itu jadi terasa berbeda semenjak dokumen rahasia Kedutaan Besar AS dirilis publik dan mengungkapkan bahwa Komandan Korps Pasukan Khusus (Kopassus) Prabowo Subianto terlibat dalam penculikan aktivis pro-demokrasi di era 1998. Itu didasarkan sumber mahasiswa.
Dokumen itu berisi sebuah percakapan antara staf politik kedubes AS dengan salah satu “pemimpin organisasi mahasiswa” yang membahas soal hilangnya sejumlah aktivis.
“Dia berkata bahwa sumbernya ini (bukan bagian Grup Empat) mengatakan ada konflik di antara divisi-divisi di Kopassus, dan bahwa Grup Empat secara efektif masih di bawah kendali Prabowo. Hilangnya (para aktivis) diperintahkan oleh Prabowo yang mengikuti perintah Presiden Soeharto,” dokumen itu menyatakan seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Semua percakapan tersebut tercantum pada sebuah dokumen yang dirilis oleh National Security Archive, The George Washington University, pada tanggal 7 Mei 1998. Perihal isi dokumen tersebut pun ditanggapi oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang menyatakan meragukan akan keakuratan dari dokumen tersebut.
“Kesaksian tersebut bukan hanya bersifat ‘testimonium di auditu’ (kesaksian katanya), tetapi juga tidak memiliki relevansi karena tidak didukung secuil pun keterangan saksi lain,” katanya dilansir dari laman yang sama.
Selebihnya ia pun menjelaskan kalau dalam suatu keputusan pengadilan Mahkamah Militer Agung tentang kasus penculikan sembilan aktivis pro demokrasi diputus pada tanggal 24 Oktober 2000 yang menyeret Tim Mawar dan tidak disebutkan ada nama Prabowo di dalamnya. Sebelas orang anggota Tim Mawar yang dinyatakan bersalah pun dikenakan hukuman penjara.
