Kerja 8 jam sehari? Itu wajib. Pulang on time? Itu mitos. Lembur? Tak tertulis tetapi dijalani, bahkan ehm… hari libur sekalipun. Memang begitulah Bung yang namanya bekerja. Intinya ini bukan seperti sekolah yang mana jam pulang jadi penentu, Bung boleh pulang atau tidak. Tapi selesai atau tidaklah yang menjadi patokan.
Cakrawala pagi belum terbuka sinarnya, Bung sudah bersiap-siap untuk berangkat. Karena lebih baik datang pagi dari pada terlambat. Bagi teman Bung, melihat kesibukan Bung selama ini, menjadi penanda kalau Bung adalah tipikal pekerja keras yang bermental baja meskipun work flow sangat berantakan bagi kesehatan. Dikala masih muda, kopi hanya menjadi konten media sosial agar lebih hype. Sekarang kopi menjadi senjata ampuh untuk melawan rasa kantuk Bung.
Pahit adalah hal yang Bung rasakan sebenarnya. Melihat teman mengucap salut tentang dedikasi dan kinerja bung selama ini. Mungkin ia hanya melihat enaknya saja, sedangkan yang tidak enak Bung selalu simpan dalam-dalam. Lembur pun dijalani dengan rasa senang (kelihatannya), lantaran Bung suka memakai fitur instagram stories guna lembur terlihat lebih seru dan mengundang apresiasi semu dari follower Bung. “Gila bosku masih kerja aja, salut!” Begitu kan pesan yang selalu menghiasi dirrect messages Bung?
Saat Langit Masih Hitam Bung Sudah Berjuang, Ketika Pulang pun Langit Sudah Kembali Berwarna Sama
Beginilah resiko memiliki kantor yang letaknya di pusat kota. Menyikapi lalu lintas hanya dengan bangun lebih pagi. Saat berangkat kerja, iseng melirik ke arloji dan ternyata masih setengah 6 pagi. Pantas matahari belum muncul barang sebiji. Bekerja memang penuh perjuangan semenjak membuka mata dari tidur ya, Bung? Maklum pusat kota yang selalu dihiasi dengan kantor berpendapatan tinggi, membuat Bung jadi tergoda untuk menantang diri. Padahal rasa “sakit” yang diterima kadang tidak seberapa dari apa yang Bung terima, yang mana ego, emosi, ide, dan tenaga keluar tanpa henti.
Kangen Liburan, Mau Mengajukan Cuti Selalu Ditolak Atasan
Apa sih yang dijadikan obat ketika stress bekerja, Bung? Sepertinya sih liburan. Melakukan perjalanan dapat membuat “nyawa” seperti terlahir kembali. Hal ini sangat berguna saat mengalami stres karena pekerjaan. Klise ya, Bung? Tapi memang nyatanya seperti itu. Di saat tanggal sudah pas, dan destinasi sudah dipilih, tetapi cuti tak selalu disetujui atasan. Tuntutan pekerjaan yang masih dalam kondisi genting, nampaknya tak dapat ditinggalkan. Alhasil liburan hanya sekedar angan-angan.
Status Pun Masih Sendiri, Hingga Membuat Bung Kurang Motivasi
Terlalu sibuk dalam bekerja bisa jadi suatu alasan kenapa Bung tidak mendapatkan pendamping hati. Saat lembur terjadi, rekan-rekan lain menelepon si nona guna merehatkan suasana dan berbagi keluh kesahnya. Kerjaan Bung hanyalah melihat timeline Instagram dengan ibu jari yang sibuk bergerak dari bawah ke atas.
Saat rekan bung tertawa dengan pasangannya ketika berbicara hal yang lucu. Bung pun tertawa, tetapi karena melihat konten yang lucu. Serupa tapi tak sama. Ketika rekan Bung mengucapkan “selamat tidur” mukanya pun cerah bak matahari di pegunungan yang sedang indah-indahnya. Sedangkan Bung masih tampak lesu lantaran konten lucu tak kunjung membantu. Kalau dibandingkan, rekan Bung lebih bersemangat kerjanya selepas menelepon dibanding Bung mencoba menghibur lewat instagram, lekaslah cari pendamping Bung jangan menyia-nyiakan waktu.
Daftar Penyakit Menjadi Rekan Akrab Secara Pribadi
Maag, pusing, atau mual sudah bukan gejala yang harus membuat Bung kaget. Bahkan Bung sendiri tak heran kalau pada jam setengah 9 malam, ketika mata sudah setengah ngantuk, namun maag kambuh. Atau di pagi harinya kepala terasa pusing. Saat kebanyakan orang meminum cokelat di pagi hari, Bung malah mencari obat. Sampai-sampai klinik 24 jam di dekat rumah Bung, sudah tahu nama dan gejala Bung karena sering mampir setiap bulan. Ya beginilah pekerjaan, terkadang ingin makan pun enggan kalau tugas belum selesai. Ketika selesai bukannya makan, malah ada lagi yang lainnya.
Lingkungan Sosial Rasanya Berantakan, Apakah Ini Efek Pekerjaan?
Tak pertemanan ataupun persaudaraan, rasanya mulai berbeda. Ketika akhir pekan ada acara kumpul keluarga misalnya, banyak hal yang Bung tidak tahu dan ketinggalan berita. Sehingga menjadi terasingkan di perkumpulan sedarah sendiri. Tak jauh berbeda dengan pertemanan, banyak sekali hal yang terlewatkan. Ketika Bung bertanya, “Memangnya selama ini ada apa saja?” Teman dan suadaramu hanya bisa berkata “Lah, lo kemana aja!”
Penting atau tidak berita-berita di lingkup sosial Bung memang relatif. Tetapi suasana bakal menjadi basi kalau hanya Bung sendiri yang tidak dapat berbaur dengan cerita-cerita seperti tadi.
