Avengers: Endgame akhirnya rilis di Indonesia. Antusiasme penggemar dari penjuru dunia sudah pasti terjadi. Bayangkan Bung, penjualan advance ticket-nya saja laku keras. Sekalipun kursi untuk deretan paling depan pun ludes terjual.
Karena sudah ditunggu-tunggu setahun belakangan, film ini akhirnya jadi fenomena sekaligus hiburan yang menyenangkan–terutama buat penggemar setia sekaligus penikmat komik Marvel. Bung sendiri sudah menonton atau belum? Menariknya, durasi tiga jam justru tak terasa lama.
Dari serangkaian trailer dan potongan cerita yang dirilis Marvel Studio, satu hal yang kita tahu, nasib para Avengers jadi tak jelas. Semesta jadi lebih ‘sepi’ dan kelam lantaran Thanos telah memusnahkan separuh populasi. Bung pasti ikut berpikir, kira-kira masih ada harapan demi mengembalikan mereka yang tiba-tiba hilang begitu saja, atau melanjutkan hidup dengan orang-orang yang masih ada?
Tekad kuat membuat Captain America dkk akhirnya mencari cara melawan Thanos dan mengembalikan orang-orang di Bumi, termasuk kawan-kawan superhero mereka. Menariknya, kalau ingat ucapan Doctor Strange di film Avengers: Infinity War, dari 14 juta sekian kemungkinan, hanya ada satu peluang untuk menang, tentu kita berharap hal itu akan terjadi di film ini. Hanya saja, bagaimana caranya ya Bung?
Disini Bung akan melihat kejeniusan Anthony dan Joe Russo dalam meramu sebuah akhir perjalanan dari tim Avengers. Kedua bersaudara ini mempersembahkan penutup yang spektakuler, sebuah kata yang cocok untuk menggambarkan Endgame. Betapa film ini layak disebut masterpiece besutan Marvel. Bukan soal menang atau kalah yang hendak diceritakan, melainkan sebuah pesan yang lebih dalam tentang kehidupan. Ide ceritanya apik, Bung!
Di lain sisi, bukan sekadar film bertemakan superhero dengan latar science fiction, nilai istimewa Endgame justru ketika melihat para tokoh dan karakterisasi yang semakin matang. Dialog demi dialog yang bergulir membuat penonton tak akan bosan bahkan enggan beranjak dari kursi bioskop kendati durasi film ini sampai tiga jam. Sayangnya untuk beberapa superhero, akhirnya hanya menjadi tokoh minor–namun mereka tetap memiliki peran yang krusial guna menentukan akhir Endgame.
Kalau Bung ngaku penggemar setia superhero MCU, siap-siap dimanjakan dengan beragam kejutan dan fans service ala Russo Brothers di film ini. Sejumlah teori fans yang muncul sejak lama, akan terjawab benar atau tidaknya. Kepingan cerita dari film-film sebelumnya yang mungkin sejak lama dipertanyakan kelanjutannya, diracik sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang utuh untuk dimengerti.
Di lain sisi, Marvel Studio tetap mempertahankan resep lama yaitu menyelipkan dialog-dialog komedi sehingga film tak akan terasa membosankan, Bung. Hanya saja, untuk yang jeli saat menonton, pasti terasa ada dialog yang sengaja ditambahkan guna fans service semata.
Sebagai persembahan terakhir sepanjang satu dekade, Marvel berusaha keras menyajikan keterkaitan cerita berupa kisah heroik, pengalaman pahit, harapan, rasa bahagia, dan yang penting, mengingat selalu jika tim Avengers adalah sebuah keluarga. Menonton film ini akan membuat emosi Bung terombang ambing. Ada momen untuk bergeming sejenak, lalu berganti dengan gelak tawa, tak lama dibuat bertanya-tanya, bahkan juga dibuat kesal dan khawatir di tengah cerita.
Dalam suasana hati yang begitu takjub, mungkin terasa sukar untuk mengkritisi film yang satu ini. Hanya saja, Bung siap-siap memaklumi efek visual yang dirasa sedikit kurang memuaskan. Terutama bila Bung penikmat film science fiction yang terbiasa dengan efek visual mutakhir. Kendati demikian, bukan berarti film ini terasa biasa saja, justru kesan untuk Endgame: memukau.
Avengers: Endgame adalah puncak kesuksesan sebuah cita-cita lama merealisasikan cerita dan karakter fantasi dari berbagai cerita komik menjadi sebuah sosok dan aksi nyata akhirnya terwujud dan dinikmati begitu banyak orang. Semesta MCU yang begitu kompleks disuguhkan dengan begitu apik. Pada akhirnya, menonton film ini rasanya tak cukup sekali ya Bung.
