Sudah menonton film oo Nina Bobo? Ini adalah film horor terbaru garapan sutradara Jose Poernomo yang dibintangi oleh Revalina S Temat dan Firman Ferdiansyah. Dari sejumlah review, film ini disebut-sebut tampil berbeda dengan film-film horor yang selama ini banyak menghiasi teater di Indonesia. Apa yang berbeda? Simak jawaban langsung Jose Poernomo tentang film ini dan genre horor secara keseluruhan
Tidak banyak hantu ditampilkan dalam film ini, kenapa?
Secara pribadi saya memang selalu menggarap film bergenre atmospheric horror. Dalam genre ini yang ditekankan adalah situasi dan kondisi yang menyeramkan. Jadi memang tidak banyak hantu yang muncul secara visual. Ini juga yang dipakai film-film yang belakangan sukses seperti insidious, conjuring dan sejenisnya.
Kenapa tertarik menggarap film horror?
Kalau mau dilirik secara sejarahnya, hampir sebagian besar perusahaan film yang ada didunia saat ini memulai semuanya dari film horor. Beberapa orang menyebut bahasa paling universal adalah cinta. Tapi menurut saya ada bahasa lain yang lebih hakiki dan mendasar di setiap manusia, yaitu kengerian. Karena itu menggarap film jenis ini selalu menarik.
Saat ini trend film Indonesia lebih banyak yang berasal dari novel, apa yang membuat anda yakin Oo Nina Bobo bisa bersaing?
Sebenarnya di Indonesia film horor itu sudah punya pangsa pasar yang pasti. Ada sejumlah penonton tetap yang siap melahap film horor berjudul apapun yang disodorkan pada mereka. Peluang ini tidak dimiliki genre lain semacam drama, komedi atau action. Karena itu mudah bagi saya untuk meyakinkan produser agar mau menggarap horor.
Ditambah lagi sejujurnya secara budget film horor bisa digarap dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Hal ini jelas tidak bisa dilakukan untuk film-film drama, action atau yang lainnya.
Apa kegagalan film-film horor terutama di Indonesia yang mengurangi unsur seramnya?
Pelajaran pertama dalam sekolah film jika ingin menggarap film horor adalah menciptakan containment atau wadah. Jika kita sudah berhasil membuat unsur contaiment itu maka elemen yang lain tinggal ditambahkan.
Contaiment sendiri bisa beruapa lokasi, situasi atau karakter yang membuat tokoh di dalam film itu tidak punya pilihan lain selain berada terus dalam situasi horornya.
Film Oo Nina Bobo misalnya tokohnya harus berada dalam sebuah rumah yang lokasinya jauh dari tetangga dan berada di puncak gunung. Keegoisan Revalina S Temat sebagai seorang psikiater juga membuatnya tidak punya pilihan lain selain berada di rumah itu untuk menyelesaikan penelitiannya. Firman Ferdiansyah dipaksa untuk tetap tinggal di rumahnya dulu itu sebagai bagian dari percobaan tadi.
Bandingkan misalnya jika kita membuat cerita ada hantu di sekolah. Karakter di dalamnya sebenarnya bisa bebas menghindari kondisi horor. Tinggal menolak untuk bolos atau pindah sekolah, maka cerita pun selesai. Atau kalau Oo Nina Bobo, lokasi rumahnya berada di daerah padat penduduk. Tinggal teriak tolong, satu kampung bisa langsung datang membantu dan horor pun selesai saat itu juga.
Penampakan hantu di film ini pun disebut beda, bisa diceritakan?
Setiap membuat film horor, saya selalu mendesain sendiri hantu-hantunya dan tidak mau menggunakan karakter hantu yang sudah ada di cerita-cerita masyarakat sebelumnya. Sebut saja waktu di jailangkung saya dan rizal mantovani merancang sendiri hantu berbentuk anak kecil itu. Bagaimana sikapnya, bagaimana penampilannya.
Begitu juga dengan suster ngesot di film itu adalah hasil kretivitas kami menciptakan hantu yang berjalan dengan jalan diseret. Setelah hantu-hantu itu jadi dan divisualisasikan baru belakangan orang-orang menciptkan atau menghubung-hubungkan dengan hantu yang mereka kenal.
Di film Oo Nina Bobo juga begitu. Saya tidak mau memakai hantu yang sudah ada. Berkebalikan dengan hantu umum di Indonesia yang berwarna putih, disini hantu tampil seperti visualisai malaikat pencabut nyawa dengan warna yang kelam dan hitam. Meciptakannya pun dengan teknologi.
Apa yang dimaksud dengan teknologi?
Kebetulan saya baru membeli alat dari amerika serikat. Alat ini membantu mendesign dan memvisualisasikan karakter hantu dalam film ini. Belum seratus persen kemampuan alat itu digunakan tapi saya sudah cukup puas dengan hasilnya.
Kenapa memilih menciptakan sosok baru dibanding menggunakan yang sudah ada?
Saya ingin membuat karakter hantu yang memang bisa dinyatakan milik saya. Tokoh hantu dalam film saya bisa diklaim sebagai buatan saya. Ini berkaitan dengan masalah opportunity. Dengan karakter yang dibuat sendiri kita bisa menjualnya menjadi franchise. Ini yang terjadi pada pulau hantu yang kemudian muncul franchise sequelnya Pulau Hantu 2 hingga ketiga. Begitu juga dengan film-film horor asing yang kini menjadi box office.
Benarkah film ini digarap tanpa skenario?
Sebagian besar film yang saya garap memang hanya dilengkapi oleh garis besar cerita. Karena itu saya butuh aktor-aktor yang sudah matang bermain. Karena dialog baru saya berikan dengan tulisan tangan dan didiskusikan sesaat ketika adegan hendak diambil.
Berarti Revalina S Temat dan Firman Ferdiansyah memenuhi kriteria ini?
Untuk Revalina saya sejak lama ingin mengajaknya ikut bermain dalam film saya. Tapi baru sekarang bisa terwujud. Sementara untuk Firman memang perjalanannya lebih panjang.
Sulit mencari anak usia 12 tahun yang bisa memerankan tokoh dalam film ini. Firman sendiri harus 5 kali bolak-balik casting hingga akhirnya kami nyatakan siap untuk bergabung.
Mengarap horor berkaitan dengan budget yang tidak besar, seandainya punya kesempatan dengan budget unlimited film seperti apa yang ingin dibuat?
Cita-cita saya ingin membuat film yang berkaitan dengan militer. Ini minat secara pribadi. Sudah ada ide yang sejak beberapa tahun lalu sudah disetujui oleh petinggi militer di Indonesia. Ceritanya tentang pasukan khusus Kopasus Indonesia.
Film jenis ini tentunya melibatkan unsur kolosal, banyak alutsista yang terlibat. Apalagi banyak adegan-adegan penghancuran. Tentunya ini tidak bisa digarap dengan dana yang minim. Sampai sekarang cita-cita itu belum terwujud karena terkendala masalah dana tadi.

BundaBenua
March 27, 2014 at 7:40 am
Kalo Jalangkung aja saya banyakan nutup kuping sama mata, apalagi yg ini..hiii seremmm…
@epple888
August 25, 2015 at 8:48 pm
hi.. sy mau tanya..?
mengenai masalah wawancara dengan Jose Poernomo mengenai film Oo Nina Bobo?
apakah ini benar real wawancara langsung dengan Jose Poernomo??
apakah hanya mengutip dari video-video yang telah diunduh sebelumnya di internet pada saat launching film Oo Nina Bobo tahun 2014?
-mohon di balas ya gan… hihi…
soalnya saya sedang meneliti film Oo nina bobo
dan tidak memiliki kontak dengan Jose Poernomo…
gardino
August 26, 2015 at 10:06 am
Iya ini hasil peliputan langsung dan tanya jawab dalam sebuah acara review film tersebut
@epple888
September 2, 2015 at 12:28 pm
kalau boleh tau?
apakah ada pernyataan sutradara mengenai lagu Nina Bobo sendiri yang dijadikan lagu pemanggil hantu dalam cerita film???
t.q