Media sosial sudah menjadi bagian hidup kedua dari setiap orang. Semua hal bisa terjadi di media sosial, mencari kerja, berteman, bekerja, sampai berburu lowongan pekerjaan juga bisa. Bahkan, untuk urusan pribadi saja sebagian orang malah lebih nyaman untuk berbagi di media sosial daripada kerabat sejatinya. Jadi wajar saja kalau di zaman sekarang Bung begitu berpaku pada media sosial.
Tapi secara tidak sadar, ketika Bung sudah mulai beranjak dewasa, penggunaan media sosial pun sudah tak begitu kalap layaknya ketika dulu remaja. Bung mulai lebih memilih pendiam atau menjadi silent reader daripada yang kerap berkoar-koar atau curhat panjang lebar dengan mengunggah status. Lantas apa yang membuat berbeda dalam bermedia sosial ketika sudah dewasa?
Mulai Mengetahui Batasan, Mana yang Sebaiknya Dibagikan dan Tidak
Saat Bung masih SMA dan kuliah, membagikan cerita personal di media sosial pasti jadi hal biasa. Bung merangkumnya secara seksama agar diperhatikan oleh teman-teman di dunia maya. Padahal masalah yang dihadirkan harusnya dihadapi sendiri, bukan selalu dibagikan selayaknya cerita berseri. Saat usia sudah mulai matang, sudut pandang dalam memandang media sosial pun berbeda. Bung dapat membedakan mana hal yang sifatnya privat dan publik. Bung juga mulai risih apabila masalah personal diketahui orang lain, serasa menjadi orang yang lemah. Sehingga di usia dewasa, Bung pun bijak menggunakannya.
Memilih Membagikan Bercandaan dan Mengonsumsinya Sebagai Pelarian
Dirundung masalah saat menghadapi pekerjaan dan segala macamnya, memang membuat otak mumet. Bung butuh asupan yang dapat memancing senyum atau membangkitkan mood agar kemumetan tidak berlarut-larut. Mencari bahan komedi dianggap sebagai solusi, jadinya Bung kerap membagikan komedi mulai yang lucu sampai yang receh untuk menjadi konten di media sosial. Lantaran mengundang gelak tawa ternyata lebih baik energinya, daripada curhat panjang lebar guna mencari perhatian yang tersebar.
Lagi Pula, Belum Tentu Semua Orang Itu Peduli Akan Masalahmu, Bung!
Ketika Bung membagikan permasalahan pribadi ke ranah media sosial yang mana isinya hanya keluh kesah biasa saja, kemudian ada tanggapan yang memberikan semangat, belum tentu mereka yang memberikan semangat adalah orang yang jujur dan peduli. Bisa jadi mereka hanya berpura-pura agar terlihat peduli. Beda halnya kalau Bung membagikan cerita ke media sosial saat Bung terkena tipu atau semacamnya, yang mana bisa jadi pembelajaran, kan?
Toh di usia pertemanan Bung yang kini sudah memasuki usia dewasa banyak tidak begitu peduli dengan masalah orang lain, karena mereka juga disibukkan dengan masalahnya masing-masing. Jadi, ada baiknya saat ingin membagikan masalah Bung ke media sosial, sebaiknya Bung berpikir ulang.
Makin Banyak Tanggung Jawab Membuat Media Sosial Layaknya Aplikasi yang Terpajang Saja
Saat Bung sudah bekerja dan banyak memiliki tanggung jawab, alhasil menggeluti media sosial pun tak lagi seintens seperti dulu remaja, yang mana bermain media sosial bisa menghabiskan waktu. Sekarang, Bung sudah memiliki tanggung jawab yakni pekerjaan dan rumah tangga. Jadi media sosial hanya aplikasi pajangan saja, yang diperhatikan saat ada waktu luang. Itu pun tidak terlalu digeluti, karena waktu luang Bung juga ingin dipakai beristirahat lantaran lelahnya bekerja seolah-olah tak ada rehat.
Menjadi Silent Reader Adalah Bukti yang Hakiki
Silent reader, adalah sebutan bagi Bung sekarang yang tidak pernah update apa-apa untuk sekian waktu lama. Namun kerap memantau media sosial, bahkan teman-teman Bung pun tak percaya kalau Bung masih bermain media sosial. Karena kehadiran Bung tidak begitu terlihat sehingga dianggap sudah tidak aktif. Ya, itu wajar saja, intensitas dari bermain media sosial Bung kini memang sudah menurun. Sekarang cukup menikmati insta story dari kawan-kawan saja. Sembari Bung bakal share moment, kalau ada yang benar-benar ‘moment’. Karena dewasa telah mengubah sikap dan paradigma, jadi tak perlu heran Bung, jalani saja.
