Apa jadinya kalau sistem tukar menukar pasangan diperbolehkan? lantaran hal seperti ini sangat tabu dan rasanya tidak mungkin terfikirkan setiap pasangan untuk mendapat legitimasi berhubungan badan dengan pasangan lain kan bung? Namun, nyatanya tidak demikian. Ada cerita menarik soal Swinging, sebuah istilah yang diambil untuk pasangan yang melakukan praktik ini seperti dilansir di The Guardian. Ternyata praktik ini cukup tersebar luas dan “cukup” dipegang teguh beberapa pasangan untuk mengatasi kejenuhan di ranjang dengan pasangan halal-nya.
“Kami melakukannya satu atau dua kali dalam sebulan. Setelah melakukannya, kami pulang dan melakukan seks yang membara.”, itu lah yang diucap oleh seorang narasumber yang dikutip dari media Inggris tersebut. Perkara ranjang memang tak bisa disepelekan, sehingga timbul ide dan cara guna mensiasati salah satunya adalah menjadi swinger (sebutan untuk pelaku hubungan tukar-menukar). Apalagi, mencari swinger dapat dilakukan secara online. Sehingga hal yang tadinya hanyalah sebuah ide, menjadi praktek nyata.
Ada Letak Kepuasan yang Didapatkan Dengan Menyaksikan Pasangan “Disantap” Orang
Dari setiap hal atau tindakan yang dilakukan di dunia ini sesungguhnya adalah mencari kepuasan. Hal ini sama juga terjadinya dengan swinging. Praktek yang melegalkan pasangan untuk dicoba oleh orang lain ini ternyata ada titik kepuasannya sendiri, yang mungkin bagi bung memiliki pikiran seperti ini tidak ada bedanya dengan “orang sakit”.
Lantaran, swinger mendapatkan kepuasaan ketika melihat nona yang notabene adalah pasangannya sendiri, sekejap melakukan hubungan badan dengan orang lain. Tak ada yang namanya dibakar api cemburu atau hati yang terluka, yang ada hanyalah kepuasan fana yang disaksikan lewat kedua mata. Itu merupakan salah sau alasan kenapa swinger begitu rajin melakukan praktek ini, selain ia sendiri dapat mencoba pasangan lain.
Ketidakpuasan Nafkah Batin Berbuah Praktek Swinging
Alasan mengapa para Swinger cukup getol melakukan hal ini adalah, pertama mereka merasakan ketidakpuasan nafkah secara batin dari pasangannya sendiri. Yang mana gerakan di ranjang mungkin monoton atau hasrat tidak menggebu-gebu seperti malam pertama ketika itu.
Bisa jadi hal ini disebabkan karena rasa lelah atau sedang masa jeda setelah melahirkan. Anehnya lagi, setelah melakukan aktivitas swinging, pasangan dapat kembali membara gairah seksualnya dengan pasangan sendiri setelah “menyantap” pasangan lain atau melihat nona “disantap”.
Tetap Ada Bahaya yang Mengintai, Terutama Soal Penyakit Seks Menular
Melakukan praktik ini bukan tidak memiliki resiko yang mengintai. Penyakit seks menular juga tidak lepas dari praktek swinging. Bahkan, penelitian di Belanda mengatakan penyakit menular yang dilakukan kelompok ini sebanding dengan kaum gay dan biseksual. Lantaran kedua kelompok tersebut dianggap beresiko tinggi mengidap penyakit herpes.
Swinger juga dapat terkena penyakit HIV dan AIDS sampai Klamidia, penyakit menular seksual yang disebabkan hubungan seks tanpa kondom. Selain itu, kencing nanah atau gonore juga penyakit akrab dengan para swinger.
Bahkan Konon, yang Muda Lebih Berbahaya Dari yang Tua
“Melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang pada satu waktu atau secara berurutan, mendorong penyebaran penyakit menular seksual,” ucap H. Hunter Handsfield, seorang profesor kedokteran di pusat AIDS dan STD Universitas Washington dikutip dari Tirto.id
Fakta ini cukup mengejutkan ketika peneliti di Limburg Selatan, Belanda, menyatakan apabila swinger di bawah 45 tahun lebih rentan terkena penyakit, dibanding 45 tahun ke atas. Adapun penyakit yang akrab mampir ke “onderdil” swinger adalah Klamidia dan gonore. Kedua penyakit ini memiliki persentase cukup besar yakni 10 % terhadap laki-laki.
Sedangkan Klamidia terhadap perempuan swinger berada di angka 18%. Yang jelas praktek seksual tukar-menukar ini tidak menutup mata akan terserang penyakit. Meskipun memakai pengaman sekalipun, ternyata terdapat penyakit yang tidak mampu ditangkis seperti virus HPV, kutil kelamin, kanker serviks, dan herpes.
Kepalang Nafsu Penyakit Pun Ditampik Dan Dianggap Palsu
Swingers Date Club, adalah salah satu situs yang akrab dimaksimalkan oleh swinger. Di Belanda sendiri terdapat 30 ribu telah resmi terdaftar sebagai user dan banyak yang sudah mengunggah profile mereka secara online. Guna menarik pasangan lain untuk mau melakukan pertukaran bak pemain sepakbola.Kalau dicakup secara keseluruhan mungkin ada jutaan swinger di seluruh dunia. Bahkan pekerjaan mereka pun beragam ada yang dokter, banker hingga guru seperti dilansir dari The Guardian.
Lantaran bermain aman secara gerilya, penyakit pun tidak dapat terdeteksi. Bahkan tidak menutup kemungkinan tidak menyadari penularan penyakit tersebut seperti yang kita bahas di atas bung. Jadi wajar saja, kalau di Limburg Selatan, mendapatkan 50 persen pasangan didiagnosa mengalami penyakit klamidia dan gonore yang notabene ialah swinger. Bahkan ini lebih besar dibanding kelompok gay yang berada di angka 31%. Memang tak bisa ditampik, kalau nafsu sudah berkobar, dan hasrat sudah berkumandang, urusan penyakit bisa dipinggirkan.
Dibalik pro dan kontra praktek swinging, kegiatan ini bisa jadi akan tetap ada dan berkembang. Selama urusan ranjang antar pasangan tak bisa diselesaikan secara matang. Mungkin, yang ada di fikiran mereka dibanding selingkuh yang mana menyakiti kalbu nona, lebih baik bertukar dengan dasar persetujuan keduanya. Mungkin.
.
