Apabila dihadapkan kepada satu pilihan antara menjadi orang baik atau jahat? dapat dipastikan bung pasti memilih menjadi orang baik. Tapi bagaimana kalau menjadi orang baik itu sama dengan bung memiliki masalah keuangan bahkan sampai bangkrut. Tentu saja itu menjadi masalah yang sulit untuk bung terima karena uang menjadi sumber kehidupan di segala lini.
Para peneliti dari Columbia Business School dan University College London School of Management ternyata mengamini hal tersebut dengan menyatakan kalau semakin baik seseorang makan semakin mudah terperangkap ke dalam kesulitan finansial.
Riset ini pun diperkuat dengan studi yang dipublikasikan American Psychological Association. Menemukan bahwa orang-orang baik yang tinggi tolerasi justru cenderung mudah bangkrut loh bung. Tidak sampai di situ, apabila orang baik berbicara soal uang pasti akan tertinggal. Selain itu masih banyak lagi alasan kenapa orang baik mudah mengalami bangkrut hingga dompet mengkerut.
Uang Bukanlah yang Utama, Sehingga Keuangan Mereka pun Bisa Pergi Entah Ke Mana
Uang bukanlah segalanya nampaknya menjadi sebuah pepatah yang diemban oleh orang baik. Hal ini senada dengan para periset yang menyatakan orang baik biasanya tidak menghargai uang seperti rekan mereka yang memiliki sikap kurang menyenangkan (dibaca : orang tidak baik).
Karena orang baik cenderung suka untuk berbagai dan menganggap kalau uang bukan hal yang utama, imbasnya keuangan mereka pun sangat buruk. Dosen University College London School of Management, Joe Gladstone sebagai periset menambahkan bahwa orang baik tidak memiliki kepedulian tentang uang, jadi mereka tidak mengenal kata hemat dan menabung. Jadi wajar kan kalau bangkrut?
Orang Baik Tak Kenal Negoisasi, Pendapatan Pun Tak Pernah Penuh dan Terisi
Rasa memaklumi ternyata memiliki koneksi dengan kondisi finansial yang negatif. Sandra Matz selaku Asisten Profesor di Columbia menyatakan demikian, bermula dari ketertarikan para peneliti untuk memahami apakah sikap baik seseorang yang dalam studi kepribadian akademis digambarkan sebagai sosok yang mudah memaklumi, berhubungan dengan kondisi finansial.
Sifat memaklumi dalam segala hal seperti berbelanja menjadi satu masalah karena selalu memaklumi sifat boros sebagai salah satu penghibur karena lelah bekerja. Belanja diibaratkan sebagai proses balas dendamnya. Peneliti juga menemukan fakta lain kalau memiliki kepribadian baik bertendensi tidak memiliki kemampuan negoiasasi yang baik pula, sehingga mereka tidak paham betapa pentingnya uang bagi kehidupan.
Termasuk ke dalam negoisasi gaji saat bekerja berimbas dengan rendahnya pendapatan.
Tidak Tumbuhnya Rasa Peduli Terhadap Risiko Keuangan
Meskipun Tuhan menyatakan kalau rezeki susdah ada yang mengatur, bukan berarti bung dapat berleha-leha dan tidak memiliki rasa kepedulian terhadap risiko keuangan. Jadi tak heran kalau orang baik ternyata berhubungan erat dengan masalah-masalah keuangan yang bersiko seperti tingginya utang, tingginya utang, bunga utang sampai simpanan uang yang rendah. Ini salah satu imbas ketika tidak memiliki rasa peduli terhadap risiko keuangan.
Orang Jahat Bisa Lebih Kaya dari Orang Baik Karena Kepribadiannya
“Orang-orang baik lebih kecil kemungkinannya untuk memeriksa laporan keuangan mereka dan mempertahankan anggaran yang bertanggung jawab. Sebaliknya, orang-orang yang dinilai “jahat”memiliki sikap kompetitif dan lebih pelit sehingga hasil keuangannya lebih baik,” ungkap Jos Gladstone.
Dari pernyataan dosen University College London School of Management, kebaikan seseorang ternyata membuatnya tak mau menghitung laporan keuangan, mungkin karena ia terlalu iklhas daengan apa yang dikeluarkan.
Lantas Apakah Kita Harus Berhenti Menjadi Orang Baik?
Tentu tidak, namun para peneliti hanya menyarankan agar lebih berhati-hati dalam menggunakan uang. Selain itu mereka berharap pekerjaan atau penelitian yang dilakukan memiliki aplikasi praktis dengan meningkatkan kedaran tentang tanggung jawab keuangan untuk orang-oran baik yang mungkin saja rentan memiliki masalah terhadap keuangan
“Jika kita memahami siapa yang lebih mungkin menderita masalah keuangan maka kita mungkin tahu siapa yang akan diberi bantuan,” kata Gladstone.
Gladstone pun berharap program pemerintah, macam amal dan pendidikan bisa menjadi solusi untuk membantu mengatasi masalah ini.
