Ketika Bung sedang mengagungkan kehidupan dan pekerjaan tenang di dalam ruangan, di tempat lain ada kawan yang justru sedang berjuang dengan suasana berbeda. Hidup jauh dari hingar bingar kota, hingga terlambat mendapat berita.
Bung mungkin sudah bisa menerka, siapa kawan yang sedang kami ingin bicarakan. Orang-orang ini adalah mereka yang kerap menahan rindu tatkala berada jauh dari rumah. Mulai dari bekerja di dalam hutan atau di tengah laut selama berbulan-bulan.
Hal-hal yang mungkin jarang Bung perhatikan, jadi sesuatu yang justru mereka rindukan. Kali ini coba simak bagaimana para kawan ini menuturkan keluh kesah yang mungkin tidak pernah Bung rasakan.
Dewo Setiawan, 25 Tahun – Bekerja di Tambang Migas
Konon pekerjaan ini bisa jadi tiket emas untuk meluluhkan hati calon mertua. Tapi bagi Bung Dewo hal tersebut tak selamanya berlaku. Ia merasa bahwa sektor migas tak sekuat dulu, sebab dunia perminyakan telah turun secara global. Tapi terlepas dari hal tersebut ada hal lain yang kerap membuatnya gusar, yakni rindu.
Berada di dalam tambang hingga berbulan-bulan, rindu jadi seseuatu yang sulit ia lawan. Dan salah satu hal yang sering membuat ia merindukan suasana ramai di luar adalah bertemu dengan sahabatnya meski hanya sekedar bertukar sapa saja.
“Ya, kadang rindu suasana keramaian. Apa lagi momen bercanda dan ngobrol tiap kali coffee time bareng teman,” akunya jujur.
Namun ketika ditanya, apakah ada keinginan untuk berpindah pada bidang pekerjaan lain. Bung yang satu ini menjawab akan tetap bekerja pada migas. “Lagi pula semua pekerjaan sama saja, tergantung niat dan hati kita.” katanya dengan mantap.
W. Pardede, 25 Tahun – Bekerja di Tugboat
Tak jauh berbeda dengan Bung Dewo, laki-laki berdarah Batak yang satu ini juga mengutarakan hal yang sama. Kerinduan-kerinduan pada dunia luar, dan masa muda yang tak seperti orang lain rasakan.
Diusianya yang sudah menginjak 25 tahun, ini adalah tahun kedua Bung Pardede menghabiskan separuh waktunya di tengah laut bersama dengan rekan-rekannya. Laki-laki yang bekerja pada kapal Tugboat ini mengungkapkan bahwa pada beberapa kesempatan yang ia tak sadar, dirinya sering merasa ingin pulang ke rumah karena rindu.
“Yang saya rindukan, ya bisa berkumpul bersama orangtua, keluarga dan teman-teman. Termasuk juga pacar,” katanya dengan agak ragu-ragu.
Namun selain rindu yang katanya kerap membuat ia mendadak melow, hal lain yang ia syukuri dari pekerjaannya kini, ia bisa menjajaki banyak tempat di dalam dan luar negeri.
“Yang membuat saya tertarik bekerja di laut disamping bekerja, saya bisa berkunjung ke berbagai tempat.”
Sedikit berbeda dengan Bung Dewo, Laki-laki dari Pematang Siantar ini berkata jika nanti ada kesempatan lain, ia ingin mencoba bidang pekerjaan lain. Dengan catatan itu adalah sesuatu yang dicintainya, dan bisa membawanya bepergian juga.
Raymond Limdes, 26 Tahun – Bekerja di Tambang Batubara
“Di sini semua ada, tapi sinyal dan internet susah, itu pula yang membuat saya sering rindu akan rumah.”
Jadi kalimat pertama yang beliau sampaikan di percakapan kami lewat WhatsApp beberapa minggu lalu. Mendengar perkataannya yang mengatakan semua ada, kami penasaran untuk mengorek informasinya lebih dalam.
Dan benar saja memang, menurut pengakuannya tempat kerja yang telah 2 tahun terakhir ia anggap sebagai rumah, fasilitasnya cukup nyaman. Sehingga mau pulang jam berapa pun ia tidak pernah khawatir tak bisa makan, sebab ada orang yang memang ditugaskan untuk memastikan segala kebutuhan terpenuhi selama berada di dalam tambang.
Tapi ya itu, jauh dari keramaian dan rumah tempat kita dibesarkan akan tetapi jadi kerinduan. “Saya hanya rindu keluarga, terlebih ibu dan masakannya. Jika di rumah saya bisa mendengar suara beliau setiap hari. Disini hanya bisa sekali dalam seminggu, itu pun saya harus keluar ke arah perkampungan. Jaraknya kurang lebih 2 jam kalau naik mobil.”
Laki-laki yang mengaku masih tak punya pacar ini bercerita jika kerinduannya tak seberat kerinduan laki-laki lain yang sudah menjadi ayah. “Saya kan cuma rindu bapak dan ibu saja, beda dengan teman saya yang lain. Sudah rindu orangtua, rindu istri, rindu anak pula. Tantangannya lebih berat.”
Bahkan menurutnya, seorang temannya yang sudah menjadi ayah pernah terlihat menangis secara tiba-tiba, ketika mendapat berita bahwa istrinya hamil. Ketika ia mencoba bertanya, alasan mengapai sang teman menangis, laki-laki itu menjawab, “Saya sedih saja, tak bisa menemani sang istri selama proses kehamilan nanti.”
Seakan tak bisa menjawab apa-apa, laki-laki yang Desember nanti genap berusia 26 tahun ini hanya dapat mengusap bahu sang teman sambil mengucapkan beberapa kalimat semangat.
