Konon pertengakaran dalam hubungan, jadi diameter dari sebuah tingkat kecocokan. Ya, banyak survei yang memang mengangkat soal pertengkaran dalam berhubungan. Contohnya, sebuah survei di India yang mengatakan sebanyak 44% pasangan kerap bertengkar seminggu sekali untuk menjaga terbukanya komunikasi, terutama setelah menikah.
Sementara itu, dilansir dari Hellosehat.com, ketika pacaran sebanyak 70% pasangan pernah terfikirkan untuk menyudahi hubungannya karena sering bertengkar, tapi mengutarakannya tidak semudah melakukannya karena banyak faktor, seperti faktor kesepian.
Kesepian menjadi sebuah alasan setiap pasangan untuk memutar otak sekaligus hatinya untuk berfikir untuk putus atau tidak. Walaupun hubungan sering kali bersitengang. Namun banyak juga yang tetap menjalani karena pertengkaran dalam hubungan adalah bumbu cinta. Katanya sih begitu bung. Lantas kalau bung yang sering berantem dengan pasangan, lebih pilih mana? jalan terus atau putus?
Bertikai Untuk Mengenali Sifat Asli
Setelah bertengkar, bung bisa mengintip dan mengucap dalam hati “oh ternyata seperti ini sifat aslinya”. Dengan bertengkar, bung bisa melihat sifat asli sikap nona yang belum terlihat atau memang sengaja disimpan. Setelah melihat sifat asli nona, mungkin bung jadi lebih memahaminya atau sebaliknya. Syukur-syukur kalau bung bisa menerima sifat aslinya.
Tidak hanya nona saja yang terlihat sifat aslinya, bung juga bisa kelihatan. Pertengkaran meskipun riskan, tetapi juga memiliki manfaat bagi hubungan karena saling mengungkapkan bagaimana sifat asli diantara kalian. Kalau bung dan nona sudah mengetahui sifat asli masing-masing, pasti punya perspektif dan juga penilaian. Apakah cocok dipertahankan atau berakhir.
Dapat Mengurangi Ketegangan Karena Pertikaian
Bertengkar juga dapat menghapuskan ketegangan antara pasangan. Karena ada saja hal yang menahan pasangan untuk mengungkapkan kerisihan yang dialami. Menahan, karena untuk menghindari pertengkaran yang bisa merusak hubungan. Namun, menahan juga bisa menjadi seperti bom waktu, kalau sudah mencapai titik klimaks bisa meledak emosinya.
Seperti dilansir Vivanews.com sebuah survei di Inggris menyebutkan bahwa setiap pasangan cenderung bertengkar minimal 167 kali dalam setahun. Faktor yang menyulut pertengkaran adalah habit dari pasangan. Seperti kerap mendengkur ketika tidur, hingga membiarkan lampu baca menyala setiap malam. Rasa memang harus disampaikan demi sebuah kenyamanan.
Kerap Bertengkar Dapat Mempelajari Apa yang Membuat Bung Atau Nona Tidak Suka
Pertengkaran memiliki sisi penting untuk mengetahui penyulut pertengkaran. Karena mungkin ada saja arah obrolan atau sikap yang dapat membuat nona tidak suka sehingga ia kerap berteriak ketika bung melakukannya. Ketika ada suatu hal yang dapat menyulut pertengkaran bung dapat membelokkan obrolan atau menghindarinya. Agar pertikaian tidak timbul ke permukaan.
Setelah mengetahui hal yang menyulut tersebut, bisa jadi keharmonisan kian meningkat. Cekcok yang kerap terjadi karena nona tidak jujur tentang hal yang tidak disukai, ketidaktahuan bung pun, membuat bung terus bersikap seperti itu. Setelah saling tahu, jadi bisa saling menjaga perasaan.
Bertengkar Bukan Adu Mulut Tetapi Soal Adu Argumen
Argumen juga membuat nona belajar ketika ia tidak suka akan suatu hal harus memiliki alasan pendukung. Ketidaksukaan akan sesuatu hal pasti memiliki alasan. Ketika dalam pertengkaran lebih banyak berargumen, membuat solusi dari pertengkaran selalu didapatkan. Hingga cekcok asal tanpa alasan dan saling meneriaki satu sama lain tak akan terjadi di hubungan yang dewasa.
Jadi, Kalau Sering Cekcok Bisa Berakhir Cocok Atau Sebaliknya?
Cekcok dalam hubungan bisa menjadi dua arus, antara hubungan jalan terus atau putus. Cekcok yang terjadi dalam hubungan kalau disikapi secara dewasa bisa berakhir kecocokan. Karena saling belajar mengenal satu sama lain tidak hanya dilalui lewat pendekatan saja.
Bahkan pada saat pendekatan juga sering kali menampilkan sisi bohongan agar merenggut hati pasangan. Pertikaian yang mengedepankan argumen, diselsaikan lewat mencari solusi bukan hanya memandangi problem. Jadi, yang namanya bertengkar sekali lagi bukan prahara yang dimunculkan untuk membuat bung dan nona berpisah.
