Inspiring Men

Pria-pria Dengan Profesi Ajaib

Coba kita ingat sewaktu guru sekolah dasar kita bertanya tentang cita-cita. Nyaris semua punya jawaban seragam. Untuk anak laki-laki jawabannya tidak jauh-jauh dari profesi presiden, polisi dan pilot. Kalaupun ada yang nyeleneh paling banter menjawab mau jadi Superman.

Tapi nyatanya saat ini kita tidak serta merta kebanjiran profesi polisi atau pilot. Kabar terakhir bahkan perbandingan jumlah polisi dan masyarakat justru memprihatinkan. Apalagi untuk posisi presiden, sama seperti dulu, kita cuma punya satu presiden.

Faktanya, memang bukan semata soal cita-cita masa kanak-kanak yang sering kali melenceng jauh. Tapi kondisi industri dan perekonomian secara umum juga berpengaruh terhadap makin beragamnya pilihan profesi.

Coba kita tengok kebelakang sebentar. Di era orde lama misalnya pilihan profesi belumlah begitu beragam. Ada beberapa profesi yang dinilai cemerlang pada era ini. Diantaranya Politisi, Dokter, Tentara dan guru. Wajar karena ini adalah era kebangkitan politik Indonesia pasca kemerdekaan dan ketahanan negara jadi isu utama. Sementara untuk dokter dan guru saat itu diposisikan sebagai profesi bergengsi.

Di era orde baru lain lagi. Konsentrasi ekonomi besutan eyang Soeharto mengarah pada pembangunan konstruksi fisik. Tak mengherankan jika profesi macam arsitek dan sipil jadi idaman. Selain itu berkembangnya jaminan negara terhadap pegawai negeri juga mendorong banyaknya pekerja yang terjun menjadi abdi negara alias pegawai negeri.

Masuk di era reformasi yang paling kentara adalah makin derasnya informasi. Lalu lintas dan akses informasi yang dulu dibatasi kini terbuka luas seiring jatuhnya sang rezim penguasa. Tak heran jika kemudian profesi seputar komunikasi, media massa dan sejenisnya memasuki masa bulan madu. Tak sedikit pemodal besar pemilik media masuk hingga ke kampus-kampus untuk menyaring bibit muda. Perusahaan jenis lain pun punya pilihan profesi komunikasi beragam yang bisa dimasuki.

Tapi toh era itu tak berlangsung lama. Satu per satu media massa gulung tikar. Seleksi alam pun terjadi. Lantas apa yang kemudian booming?

Sampai sejauh ini belum begitu jelas terlihat. Bahkan nampaknya ragam pilihan profesi makin bersifat sporadis dan unik. Karena itu kami mencoba mengangkat profesi-profesi unik beberapa pria yang bahkan lima tahun lalu belum ada dibenak pria Indonesia atau masyarakat umumnya. Berikut beberapa diantaranya.

Bisa jadi tidak semua orang paham ketika Ernest Prakasa memutuskan berhenti bekerja dan memilih sebagai comic. Bahkan mungkin tidak semua orang paham apa itu comic. Maklum saja meski di luar negeri sudah lama menjamur, stand up comedy baru muncul di tahun 2011. Baca selengkapnya…

Lain lagi dengan Yosef Ardi. Ketika orang lain hanya menjadikan blog sebagai pengganti diary berisi curahan hati, ia justru menjadikan blognya sebagai mata pencaharian. Profesi sebagai problogger ini memang baru muncul sekitar pertengahan 2005. Bagaimana ia bergelut dibidang ini? Baca selengkapnya…

Sejatinya Apple memang sudah ada sejak 1976. Tapi profesi Developer Apple seperti yang dijalani Dimas Andhana mungkin baru dikenal beberapa tahun belakangan di Indonesia. Maklum saja, serbuan produk-produk besutan Steve Jobs itu baru terasa masif sekitar 5 tahun terakhir. Lantas bagaimana Dimas bisa memutuskan berkonsentrasi di bidang ini? Dan bagaimana pula hingga ia akhirnya bisa mendirikan perusahaan Beetle box? Baca Selengkapnya…

Tiga pria di atas hanya merupakan contoh dari makin beragamnya pilihan profesi di Indonesia saat ini. Ketiga pria itu memang menginspirasi kita untuk memilih profesi berdasarkan apa yang kita suka.

Namun toh keadaannya memang kadang tidak semanis itu. Menurut Feberina Melva Irene Siahaan, konsultan di konsultankarir.com, memilih profesi biasanya dibayangi oleh keputusan akan karir atau calling.

Karir menurut wanita yang biasa disapa Feby ini berkaitan dengan hal pemenuhan urusan perut atau status harga diri yang lebih tinggi. Sementara calling adalah sebuah pilihan profesi yang mendasarkan pada keinginan pribadi.

Di sinilah biasanya dilema yang dihadapi para pria. Tuntutan sosial di masyarakat mengharuskan pria untuk menjadi kepala keluarga yang dapat menanggung kebutuhan istri mau pun anaknya. Wajar jika kebanyakan pria mengesampingkan unsur calling dibandingkan dengan unsur karir.

Tapi dari ketiga pria di atas kita bisa belajar bagaimana mereka menyeimbangkan kedua faktor ini dan berusaha survive ditengah gugatan ekonomi yang makin kapitalis.

Click to comment

0 Comments

  1. MT

    July 9, 2013 at 11:24 am

    tadi pagi di perjalanan mbuka yomamen via smartphone tapi gagal komen. katanya terlalu pendek komennya

Leave a Reply

Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top