Sejatinya pernikahan itu sekali seumur hidup. Tidak ada orang yang ingin menikah untuk kedua kali, ketiga atau seterusnya. Karena itu, persiapan proses pernikahan harus dilakukan dengan matang. Jangan sampai ada satu hal yang membuat pernikahan Bung jadi buah bibir tak enak di kemudian hari.
Untuk melancarkan proses pernikahan selain kesiapan mental untuk bernegosiasi dan meminta restu orangtua si nona. Bung juga harus menghitung biayanya. Biaya pernikahan memang relatif bisa disesuaikan dengan isi kantong. Namun pada kenyataannya, faktor gengsi justru dapat menghambat suasana kultus tersebut. Padahal pernikahan merupakan ikrar sehidup semati. Bukan ajang untuk pamer materi dalam sehari.
Untuk menyiasati biaya pernikahan yang mahal, banyak hal yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan menabung dari hasil kerja keras. Karena terkadang setiap calon pasangan ingin membiayai pernikahannya dengan uangnya sendiri, tanpa mau dicampuri orangtua. Namun kalau gaji saja pas-pasan untuk kehidupan sehari-hari, bagaimana mau menikah dengan calon istri?
Memang Biaya Yang Mahal Membuat Bung Harus Menunda Untuk Satu Atap Dengan Si Nona
Menikahi si nona dan berada di sisinya setiap hari adalah anugerah. Bisa memanjakan dan saling bertukar kasih, hari-hari Bung pasti cerah. Tapi kalau membayangkan hal yang manis-manisnya saja, bisa-bisa Bung akan terlena. Karena perlu diingat, apakah Nona mau menikah dengan perayaan yang biasa dan sederhana? Apabila ia balik bertanya. Mungkin, dia bisa berbicara, “Masa iya, menikahi wanita yang sempurna dengan perayaan yang biasa?”
Tapi tenang saja Bung. Setiap ada kemauan, pasti ada jalan. Jangan menyerah untuk menatap masa depan. Karena tidak ada hal yang susah selama mau berusaha. Tak bisa dipungkiri jika biaya pernikahan memang mahal. Bahkan ada satu situs yang menyebutkan biaya pernikahan di Indonesia bisa lebih dari 100 juta. Kalau berhadapan dengan hal seperti itu, lebih baik Bung bersabar dan menabung dari hasil peras keringat. Tak apa tertunda lebih lama yang penting pernikahan berjalan sesuai rencana.
Aku Akan Berusaha Sampai Semua Terlaksana Meskipun Tersiksa
Memang tidak mudah untuk meminimalisir biaya pernikahan yang menjulang tinggi. Tapi kalau Bung menyerah, itu akan sia-sia. Bung pasti tidak mau bukan kalau si nona lari ke tangan orang lain. Karena ditinggal menikah tentu menyakitkan.
Banyak fakta berseliweran di internet yang bisa Bung intip sebagai motivasi diri. Salah satunya adalah kisah di Fizai yang beberapa waktu lalu viral di sosial media. Singkat cerita pria yang satu ini, bekerja secara diam-diam tanpa memberi tahu pasangannya. Dengan menabung biaya pernikahan di celengan, dan bertuliskan “untuk halalin nopi”. Tetapi disela-sela usaha sucinya ini, Fizai malah diputus oleh si wanita.
Tradisi Harus Dijaga, Tak Peduli Seberapa Besar Biayanya
Tanah kelahiran adalah tempat yang membesarkan dan membuat kita berkembang. Adat dan tradisi tak boleh dilupakan. Karena pelestarian budaya dan adat adalah bukti timbal balik kita dan bentuk penghormatan. Menikah pun juga terkadang harus sesuai tradisi.
Memang ada beberapa macam pernikahan adat yang harus merogoh kocek lebih dalam. Pernikahan adat tersebut harus menghabiskan biaya mencapai ratusan juta. Salah satu contohnya adalah suku Bugis. Penilaian maharnya akan dinilai dari seberapa tinggi pendidikan dari calon mempelai pria. Apabila pendidikanya tinggi akan lebih mahal maharnya. Kabarnya, maharnya bisa mencapat 75 juta.
Harga segitu memang mahal dan membuat Bung harus berpikir dua tiga kali, untuk mencari duitnya dari mana. Tapi mahal yang menjulang tersebut janganlah membuat Bung gentar. Lakukanlah, karena pasti Bung bisa!
Kalau Mau Murah Bisa Dilakukan Di Rumah, Tapi…
Harga sewa gedung di daerah Jakarta untuk pernikahan sangatlah beragam. Dari kisaran 7 juta sampai dengan 100 juta. Namun, untuk harga yang paling murah, jangan harap dapat secepatnya. Karena pemesanannya biasanya harus dilakukan jauh-jauh hari. Saking jauhnya, bisa jadi harus dipesan satu tahun sebelum pernikahan.
Memang ada alternatif lain yang dapat dilakukan. Intinya adalah untuk memimalisir biaya, yakni dengan melakukan pernikahan di rumah salah satu pasangan. Pernikahan yang lakukan di rumah memang lebih lama rentang waktu resepsinya dari pada yang dilakukan di gedung. Karena waktunya lebih lama, justru membuat tenaga lebih terkuras. Hal kurangnya adalah terlalu merepotkan keluarga apabila dilaksanakan di rumah. Tapi mau bagaimana? Rasa cinta untuk meminang sudah di depan mata kan Bung?
Tenang Saja, Keluarga Selalu Siap Untuk Bung
Dibalik kebingungan dan kegelisahan pasangan dalam memikirkan biaya pernikahan. Tak mungkin kalau orangtua tidak mau campur tangan. Mereka bukan bermaksud ingin menggurui, atau terlalu ikut campur. Namun mereka tidak ingin anaknya kesusahan saat akan membina rumah tangga. Karena bukan hal baru lagi, ketika orangtua ikut membantu biaya pernikahan anaknya. Sedikit atau banyak yang diberikan, yang jelas sudah meringankan beban. Ya kan Bung?
