Lebih Tahu

Pasar Musik Blok M: Mencoba Tetap Berkumandang Meski Tak Lagi Lantang

Sejumlah musisi besar macam Metallica, Pink Floyd, Red Hot Chilli Peppers pernah keras menolak musiknya dijual melalui layanan streaming macam Spotify, Joox, Deezer dan lain-lain. Menurut mereka tidak selayaknya musik dinikmati secara receh dengan dibeli satuan. Pasalnya musisi membuat musik dalam album untuk dinikmati secara keseluruhan.

Tapi toh arus perubahan jaman memang tak bisa dibendung. Gempuran kehadiran smartphone makin mempermudah akses terhadap layanan streaming. Buntutnya para artis pun mulai melunak. Layanan musik streaming makin berjaya.
Efeknya jelas yang paling terpukul adalah industri musik fisik. Pejualan CD apalagi kaset langsung terjun bebas. Di Indonesia sendiri toko-toko yang semula digdaya di bidang musik macam Disc Tara atau Aquarius harus gulung tikar.

Meski terjepit bukan lantas rilisan musik berbentuk musik sudah mati. Tempat dan pangsa pasarnya saja yang bergeser. Dari semula toko ber AC atau di mall mewah, kini para penjual rilisan fisik seperti CD dan kaset seperti bergerak di bawah tanah.

Penggemarnya pun tak lagi penikmat musik mainstream. Pencari rilisan fisik ini berubah menjadi penggila sejati musik, kolektor atau mereka yang masih berbalut nostalgia masa lalu.

Pasar Musik Blok M Yang Sempat Jadi Pelarian Para Penikmat Rilisan Musik Fisik

Salah satu tempat berburu untuk rilisan fisik adalah areal Blok M. Pasar musik Blok M masih berada setia meskipun platform digital terus mengembangkan sensasinya. Ketika gerai-gerai musik besar seperti Aquarius dan Disc Tarra tutup, gerai-gerai musik di Blok M tak surut nyali untuk tetap menjual riilisan fisik.

Seperti Bang Udin, penjual yang melapak di Blok M sejak 2010. Sesungguhnya ia telah berjualan sejak tahun 2000, ketika itu ia berjualan di Taman Puring. Namun setelah kasus kebakaran yang melanda lapak lawasnya itu, ia berpindah menuju Jalan Surabaya di kawasan Menteng dan kemudian belakangan ke pasar Blok M.

“Bagi saya berjualan seperti ini sudah seperti hobi. Dulu saya mendambakan memiliki piringan hitam sejak kelas 4 SD, namun saya baru mampu membelinya ketika dewasa. Musik rock seperti Deep Purple dan kawanannya menjadi idola saya. Pokoknya rock-rock lawas lah. mungkin kalau orang yang berjualan seperti ini niatnya bisnis. Pasti tidak akan kuat,” ujarnya.

Bang Udin setia membuka lapaknya tiap hari, kebetulan pula rumahnya memang berada di dekat kawasan Blok M. Selain menjual rilisan fisik, pria berambut gondrong ini juga menjual jasa untuk servis turn table (alat pemutar piringan hitam) dengan biaya 80 sampai 100 ribu. Tak hanya itu, ia juga memiliki jasa untuk memindahkan rekaman dari VHS ke medium CD, kaset dan DVD.

“Dulu pernah ada seorang anak muda dateng ke tempat saya untuk meminta CD The Beatlesnya ditransfer ke kaset. Ketika saya tanya untuk apa, ia bilang untuk hadiah pacarnya,”  kenang Bang Udin sambil tersenyum.

Tapi Tak Semua Mentereng, Beberapa Toko Malah Sudah Mulai Tutup

Tidak hanya Bang Udin yang masih membuka lapak di daerah Blok M. Masih ada sejumlah toko lainnya yang  bergerak sepertinya. Piringan hitam terpampang di katalog mulai dari musisi lawas Indonesia seperti Duo Kribo, AKA, Koes Plus, Panbes sampai The Beatles tersedia. Rak-rak kaset juga masih ramai berjejer, dari yang covernya berdebu sampai yang sangat terawat.

Namun tak semua toko di pasar Blok M tampil terawat. Beberapa nampak sudah lusuh bahkan tak lagi ada penghuninya. Tak pelak rasa penasaran pun tumbuh ketika melihat beberapa toko musik yang tertera plangnya namun tidak ada aktivitasnya.

“Ya beberapa (sambil menunjuk ke arah toko), ada yang tutup karena memang tidak berjualan lagi, ada juga yang sedang mengikuti acara musik untuk membuka lapak dagangannya,” imbuh Bang Udin.

Kontras dengan itu, terdapat satu toko yang terlihat masih asri dan terawat. Toko yang dijaga pemuda bernama Allen itu, baru buka sejak tahun 2014. Dengan tampilan rambut keriting dan tampang belia, pria ini mengaku ketertarikannya terhadap rilisan fisik terutama piringan hitam sudah muncul sejak masa SMA, namun ia baru dapat menggelutinya sejak tahun 2011. Meskipun dia hanya berjaga di toko ini (Pegawai) ia cukup cinta terhadap piringan hitam.

“Kalau di toko yang gua jaga ini memang khusus menjual piringan hitam. Gua pun jatuh cinta sama piringan hitam, karena ada beberapa part lagu yang tidak tertangkap dengan baik di CD dan kaset, dapat ditangkap oleh piringan hitam. Jadinya mendengarkan pun jauh lebih nikmat” celoteh Allen.

Hal yang diungkapkan Allen sama seperti yang diutarakan oleh Bang Udin, bagi dia vinyl  (nama lain dari piringan hitam) lebih “dapet” feel-nya untuk mendengarkan musik.

Sanggupkah Cinta Sesaat, Membuat Pasar Musik Bertahan?

Dua tiga tahun lalu memang jadi romansa manis bagi pedagang macam Bang udin dan Allen. Ketika itu mereka yang menamakan dirinya kaum hipster ramai-ramai memburu kaset, piringan hitam serta CD lawas. Pasar musik pun bergeliat ketika itu.

Namun toh nyatanya tak semua yang gandrung ketika itu benar-benar mencintai rilisan musik. Sebagian hanya sekedar ikut-ikutan atau ajang pamer di sosial media untuk dibilang vintage. Bisa ditebak, arus ini pun mereda dengan sendirinya.

“Gua sih udah ngebaca kalau moment ini pasti nggak bakal lama masanya sama seperti batu akik. Ketika booming, harganya gila-gilaan tapi satu atau dua tahun kemudian harganya kembali normal,” Bilang Bang Udin.

Hal ini pun diamini oleh Allen yang mengatakan, bahwa kejadian macam ini normal terjadi.

“Menurut gua sih itu nomral bahwa setiap fenomena pasti akan ada, kalau dua tahun lalu sempet naik dan sekarang turun. Tinggal tunggu aja nanti ada aja moment di mana piringan hitam naik lagi,” tambah Allen

Bukan Barang Antik, Rilisan Fisik Masih Bergantung Total Pada Romansa Penggilanya

Karena sesungguhnya piringan hitam memang barang antik namun tak juga mewah, karena ada saja orang umum yang menganggap bahwa piringan hitam itu harganya bisa mencapai juta-jutaan yang bisa dijadikan investasi. Padahal kenyataaannya tidak selalu demikian. Seperti di toko Allen misalnya di mana harga beragam dari 200 ribu sampai 450 ribu.

Namun turunnya peminat piringan hitam dan sejenisnya, tidak ditakuti akan membuat bisnis mereka mati. Untuk per harinya pengunjung yang datang bisa 2 sampai 3 orang di kawasan pasar musik Blok M walaupun belum tentu membeli. Bahkan ada saja orang-orang yang hanya “demam” sesaat yang seketika peristiwa ini sedang hype mereka tiba-tiba bermunculan dan bagi Allen itu sudah biasa.

“Kalau gua sih percaya, ketika gua beranjak dari rumah dan melangkahkan kaki keluar itu pertanda gua sudah dapat rezeki, entah bentuknya seperti apa. Bagi gua rezeki sudah diatur ya gua tinggal menjalaninya saja,” pungkas Bang Udin.

Senada dengannya Allen pun, yang terbilang masih muda dan belum berkeluarga juga berkata hal yang sama. Ia mengatakan bahwa selain berjualan banyak pengalaman lain yang di dapatnya dari menjaga toko di Blok M.

“Rezeki mah nggak bakal ketuker, gua sih jalanin saja karena gua yakim Tuhan udah ngatur rezeki buat masing-masing orang. Bahkan gua pernah ketemu bule untuk belanja vinyl di Blok M (tapi bukan di toko gue) gua bawa ke toko tetangga, dan gua liat 4 juta dia menghabiskan uangnya untuk menghabiskan vinyl musisi pop lawas Indonesia. Melihat begitu, ya gua bahagia aja, nggak ada rasa iri” tuturnya.

Pasar musik akan terus ada meskipun tentative untuk membicarakan perkembangannya. Karena rasa memiliki rilisan fisik masih dapat dirasakan setiap orang seperti memiliki album favorit musisi idola.

Lagi-lagi, digital boleh saja bangga dengan perkembangannya. Namun, suatu bentuk media rilisan fisik memang tidak tertandingi kualitas dan sensasinya, karena memiliki hal tersebut seperti suatu ada bentuk yang membanggakan dalam hati, meskipun hanya untuk bernostalgia. Sampai kapan? Cuma waktu yang bisa membuktikannya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Apakah Ini Saat yang Tepat Untuk Bung Jadi Musisi?

Jadi musisi mungkin masuk dalam salah satu bagian dari cita-cita bung yang tak tersampaikan. Maklum saja, karena jadi musisi harus disiapkan secara matang, kan? modal talenta saja tidak cukup kalau tidak didukung oleh fasilitas sekaligus jalur yang tepat.

Toh salah satu dari bung, pasti memiliki kawan yang pandai memetik gitar atau membuat lagu tapi tak jadi musisi kan? memang ia bisa beralasan tidak mau atau sekedar jalankan hobi. Seandainya ia berada di jalur yang tepat alias memiliki koneksi. Kami berani bertaruh ia tidak menolak apabila ada tawaran jadi musisi.

Mungkin bung bertanya, jalur yang tepat itu seperti apa? sebenarnya jalur yang tepat itu adalah di mana ia beranikan diri untuk mempromosikan diri. Sosial media misalnya. Di era sekarang Youtube dan Soundcloud secara jelas bisa membantu seseorang mencapai mimpinya. Salah satunya jadi musisi. Karena dua platform tersebut memang banyak menelurkan seseorang menjadi bintang.

Lantas, apakah ini saat yang tepat untuk bung jadi musisi?

Jangan Sia-siakan Kesempatan, Apalagi Lagu yang Sudah Diciptakan Sayang Kalau Tidak Disiarkan

Berbicara kesempatan setiap orang tentu punya. Bahkan jadi musisi sekali pun, bukan sesuatu yang tidak mungkin. Untuk itu apabila bung memiliki stok lagu yang direkam secara iseng di kamar, jangan disia-siakan untuk disiarkan. Aji mumpung kalau lagu bung ternyata diminati oleh banyak pendengar. Itu jadi satu tanda kalau bung sudah memiliki peminat dari materi atau karya yang bung ciptakan. Secara optimis itu langkah bagus unuk memulai karir jadi musisi.

Platform Digital Membantu Raih Mimpi dan Pundi dengan Potensi yang Cukup Besar

Era digital memang membuat semua hal serba efisien. Munculnya Youtube, Soundcloud, Instagram sampai Spotify mampu mengakomodir kepentingan kalian yang ingin jadi musisi. Dari proses penyiaran karya, promosikan diri ke khalayak luas sampai karya yang tertera pun bisa dimonetisasi guna menghadirkan uang. Belum lagi para pendengar banyak yang meninggalkan konvensional untuk melangkah ke digital. Semakin menambah kesempatan untuk memperluas pasar.

Tapi Meski Sudah Digital, Album Fisik Jadi Tanda Mati Seorang Musisi

Ingat bung, bukti seseorang jadi musisi adalah album fisik. Meskipun digital sekarang sudah merajalela, album fisik masih memiliki nilai lebih bagi para pendengar. Dari bisa dilegalisir alias ditanda tangan sekaligus bisa dipegang! nah, ini menjadi arti tersendiri bagi para pendengar. Pasti bung juga begitu kan, lebih suka memiliki album fisik berupa CD, kaset atau Vinyl dari pada yang tertera di digital. Konon bagi pendengar, album di digital hanyalah semu.

Indie Label atau Major Label, Dua Hal Beda Dengan Tujuan Sama

Saat bung memilih label indie atau major label, sebenarnya itu bung dihadapkan dua pilihan yang tak jauh berbeda. Intinya apakah bung ingin dibebaskan secara ekspresi atau dimanjakan fasilitas. Label ini nantinya akan menjadi jalan pembuka bagi para musisi untuk dipromosikan ke media dan semacamnya. Tentu karena ini pilihan, bung bebas memilihnya.

Namun Bung Perlu Ingat, Tampang Bukanlah Satu-satunya Modal untuk Jadi Musisi yang Dikenal

Nah, banyak yang berbicara bahwa jadi musisi itu harus menarik, harus ganteng. Sebenarnya tidak juga bung, yang paling penting bagi musisi untuk mengetahui musik yang ia mainkan. Dalam artian musikalitas seorang musisi harus diperluas dan mampu memproklamirkan menjadi yang berbeda dari yang lainnya. Karena yang berbicara itu adalah karya, bukan wajah atau tampang semata.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Lagu Tak Berhenti Saat Diciptakan, Tapi Harus Dipasarkan

Mungkin mimpi bung salah satunya adalah jadi musisi kondang atau rockstar. Digilai nona-nona, fans di mana-mana, nama selalu harum dipuja-puja. Karya jadi jembatan untuk merealisasikan mimpi. Tapi karya yang dibuat tak bisa berhenti saat diciptakan, tapi harus dipasarkan kalau mau mimpi tersebut jadi kenyataan. Memasarkan bertujuan menjamah telinga-telinga para penikmat musik di luar sana.

Memasarkan atau promosi sebuah karya seperti lagu tidak diketahui secara baik oleh orang awam. Mungkin beberapa dari mereka tak bertujuan untuk terkenal, tapi aji mumpung. Kalau terkenal karena lagunya ya syukur, kalau tidak pun, tak jadi masalah. Banyak orang yang memiliki hobi bermain alat musik dan bisa membuat lagu menarik (selera). Tapi tak paham bagaimana cara memasarkan. Mengandalkan sosmed saja tidak cukup untuk menjamah orang diluar followers-mu.

Maka dari itu, bagi bung yang niat atau iseng promosi lagunya, bisa simak beberapa cara di bawah ini.

Manfaatkan Platform yang Tersedia Seperti SoundCloud

Mengunggah sebuah lagu di internet jadi siasat baru untuk promosi. Tidak hanya Youtube, SoundCloud juga populer digunakan untuk memasarkan karya. Banyak musisi sampai band indie yang populer berkat platform ini. Soundcloud membebeaskan pengunjung untuk mendengarkan musik. Bung bisa mengatur akun bung, apakah lagu yang diunggah dapat di-download secara massal.

Pada 2012, nama Rendy Pandugo tersiar di SoundCloud dan dijuluki John Mayer Indonesia. Rendy dapat dibilang mengawali karir bermusik lewat platform distribusi suara online ini. Sekarang, ia telah digandeng label besar, Sony Music Entertainment Indonesia yang telah merilis album The journey tahun 2017.

Membuat Demo dan Disebarkan ke Radio

Tak ada yang menang besar kalau tak bertaruh besar. Istilah ini rasanya pas untuk bung yang berniat memasarkan lagunya. Dengan cara merekam lagu anyar yang diciptakan ke compact disc (CD) dan cetak banyak untuk disebarkan ke radio.

Biasanya para Music Director akan me-review. Apabila mereka srek, otomatis akan ada kelanjutan dari itu semua. Bisa diputar sampai diulas tentang lagumu di Radio tersebut. Perlu diingat, kualitas rekaman harus dimaksimalkan agar sound tidak berantakan.

Coba Juga Kekuatan Press Release!

Cara termudah agar lagu dan dirimu dapat dilirik oleh media adalah dengan buat press release. Bung bisa kerjakan sendiri atau meminta tolong teman yang kebetulan piawai dalam menulis. Sertakan foto yang bagus sekaligus tautan lagu yang sudah diunggah. Atau melampirkan file dalam format MP3.

Otomatis media bisa memperhitungkan apakah lagu bung layak untuk diberitakan atau tidak. Biasanya cara ini terbilang efektif, asalkan dalam penulisan press release semua hal tertera lengkap. Seperti info tentang diri bung, lagu menceritakan apa, pernah pentas di mana dan genre apa.

Jangan Malas Riset Media, Sebelum Sebar Press Release yang Bung Punya

Sebelum bung memutuskan untuk mengirim, sebaiknya riset dulu media mana saja yang ingin bung kirim. Apakah ada peluang naik menjadi berita atau tidak? Karena tidak semua media mau memberitakan tentang seseorang yang belum memiliki nilai berita. Memahami media yang dituju menjadi cara yang baik bagi musisi pemula. Biasanya ada beberapa media non-mainstream yang mau memberitakan tentang musisi pemula.

Jangan sampai bung asal kirim, ketahui apakah media tersebut biasa mengakomodir berita tentang musik atau tidak? Dan apakah memang sering memberitakan tentang musisi pemula. Intinya rajin mengulik beberapa media musik. Di sisi lain, menyebarkan ke media besar pun tidak salah. Siapa tahu bung memiliki kenalan jurnalis yang sekiranya bisa menyelipkan tentang bung di media ia bekerja. Meskipun terlihat untung-untungan dengan cara press release, tapi ini cara yang efektif.

Rogoh Kocek Lebih, Buat Video Menarik Agar Pendengar Tertarik

Era internet seperti ini, memang harus dimanfaatkan dengan baik. Banyak yang berubah nasibnya lewat keperkasaan internet. Dari nothing jadi something. Bung bisa membuat video saat memainkan lagu ciptaan. Tentu saja, bung tidak asal merekam dengan kamera gawai yang ditaruh di sudut meja, dan bung gitaran sambil duduk di kamar yang berantakan. Namun yang kami maksud adalah membuat video yang niat, bung jamming di studio dan memakai kamera berkualitas. Video ini jadi garda terdepan untuk memunculkan karakter sebagai musisi.

Bung bisa minta bantuan teman di sosial media, untuk share video saat bung sedang jamming. Saran ini dapat menggaungkan video bung untuk terdengar luas sampai dinikmati secara global lho. Unggah video tersebut ke Youtube, kalau bisa tautkan link video ke semua sosmed yang bung punya dan share ke mana saja. Tak mungkin teman sekeliling tak melihat, bisa jadi ada yang membantu share.

Gimana bung, mulai terfikir untuk memasarkan belum?

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Ketika Jalur Indie Membebaskan Ekspresi dan Major Label Mampu Memfasilitasi

Sesungguhnya membaca indie label dan major label seperti melihat penawaran, apakah bung mau tinggal di kos sendirian atau di rumah besar bersama orang tua. Yap, jalur indie memiliki kesan mandiri sedangkan major label sebaliknya. Kedua hal ini sangat kontras tapi tujuannya sama. Bahkan, beberapa label ada juga yang jadi penentu kesuksesan karena besarnya nama sang label itu sendiri yang biasanya didominasi major label.

Meskipun begitu, banyak juga dari sisi indie yang mampu menggebrak permusikan nasional. Label tak bisa jadi patokan juga sebenarnya apakah band itu sukses atau tidak. Kemampuan mampu menyihir pendengar lewat materi lagu yang diciptakan. Seyogyanya major dan indie hanya menjadi jembatan dalam karir dunia tarik suara.

Eskpresi Bung Tidak Terbelenggu Apabila di Jalur Indie

Mencurahkan ekspresi lewat sebuah karya seperti musik jadi pelampiasan paling pas bagi musisi. Mungkin bung selama ini gemar bermain musik juga memiliki pelampiasan yang sama. Pembatasan dalam ekspresi pasti akan mempengaruhi dari lagu yang diciptakan. Sebagaimana kami jelaskan di atas, berada di jalur indie itu seperti tinggal di kos. Mandiri, tidak ada yang mengatur.

Kebebasan berkarya dijamin, mau unik dan nyeleneh seperti apa pun, tidak ada aturan. Sedangkan di major label, rasa untuk mencurahkan ekspresi itu sulit karena ada aturan yang ditetapkan. Bahkan tak jarang musisi atau band yang masuk di major label hanya jadi pengikut band yang sudah sukses di label tersebut.

Meskipun label major menganggap mencontoh band atau musisi besar adalah sebuah blue print, tapi itu tidak jadi patokan kalau yang mengikuti akan memiliki kesuksesan yang sama.

Perjalanan Karir di Jalur Indie, Bisa Bung Tentukan Sendiri

Ketika bung berada di jalur di Indie nasib dan perjalanan karir ditentukan sendiri. Secara umum management yang ada di jalur ini tidak memiliki aturan tertentu. Alhasil setiap musisi mempunyai visi misi jelas dan memiliki rencana tentang apa yang dilakukan ke depan.

Sedangkan major label memiliki aturan dan segala macam bentuk promo, sampai jalan mana yang mesti di pilih musisi ada di tangan manajemen. Pengaturan sudah disepekati sejak awal tanda tangan kontrak, jadi musisi mau tidak mau  harus menuruti.

Dimanjakan Fasilitas Guna Menunjang Musisi Berkarya

Indie label dan major label memang dua sisi berbeda, terutama perbedaan fasilitas. Setiap musisi akan mendapatkan fasilitas yang luar biasa apabila di major label.  Segala yang dibutuhkan, sampai apapun yang kurang akan diberikan oleh label. Fasilitas tersebut lebih kepada penunjangan karir seperti alat-alat yang dibutuhkan sampai basecamp, tempat mereka untuk menuangkan ide dalam bentuk karya.

Tentu saja, fasilitas itu tidak diberikan cuma-cuma, tergantung kesepakatan masa kontrak. Sedangkan di inde label, tentu servis-nya beda dengan major label. Sangat amat jarang indie label memberikan fasilitas, terkait fasilitas semacam alat biasanya ditanggung oleh band itu sendiri atau pihak penyelenggara yang mengundang sebuah acara.

Terjun di Jalur Indie Bisa Menikmati Hasil Seorang Diri Tanpa Harus Dibagi-bagi

Hasil atau pendapatan sebagai musisi memang banyak, tapi besar atau banyaknya tergantung dari label apa ia bernaung. Sebagian besar musisi mengincar pilih major label karena banyak keuntungan, selain fasilitas, dan promo gencar di berbagai media, mendapat keuntungan yang besar juga jadi pilihannya.

Meskipun begitu, hasil jerih payah yang bung lakukan tidak sepenunya bung dapatkan. Intinya, major label lebih banyak mendapat bagian keuntungan dari hasil kerjanya. Sedangkan jalur indie hasil yang didapat tidak perlu dibagi dengan sebuah manajemen. Alhasil seluruh pendapatan bisa bung nikmati sebagai musisi.

Lantas Kalau Mau Jadi Musisi, Bung Pilih Jalur Indie atau Major?

Memilih, ini bagian tersulit. Indie atau major sebenarnya tidak begitu jauh perbedaannya, tapi secara karya agak timpang. Terkait ingin mencurahkan eskpresi atau mengejewantahkan kondisi yang sempat dialami terasa sulit kalau di major. Sedangkan di indie, kebebasan dipegang penuh, kendali label tidak ada dalam karya.

Terkait keuntungan, kalau ditakar di jaman sekarang dan apa yang terjadi sekarang sebenarnya sudah saling seimbang antara indie dan major. Semuanya balik lagi kepada band, bagaimana cara mereka memposisikan diri, promo sampai gimmick apa yang dipakai dalam memasarkan karya.

Intinya, label hanya membuat cakupan pasaran semakin meluas, terutama untuk album fisik. Album fisik sudah tidak penting? tidak juga, bagi beberapa fans atau pendengar, memiliki hal yang berwujud itu lebih memorabilia. Terlebih, sang musisi sudah melegalisir atau menandatangani album yang dimiliki, tentu makin bernilai tinggi.

Bagi fans, proses tanda tangan musisi di album yang dimiliki adalah cerita menarik yang patut diingat kembali. Balik lagi ke soal dua label ini, sebenarnya setiap musisi bebas untuk milih jalur mana yang dipilih. Indie atau major tak jadi masalah. Terpenting untuk jadi musisi adalah karya, karena ini jadi bukti bahwa seseorang ini benar-benar jadi musisi.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top