Bung sudah “melek” politik, tentu paham manuver serangan untuk menyerang kubu atau politisi lain. Bisa dilakukan dengan cara meruntuhkan citra lewat aib dan semacamnya. Bahkan, kalau difikir-fikir, mereka yang apolitis tentu juga tahu akan persoalan seperti ini. Tapi mungkin tidak paham siapa tokoh tersebut.
Nah, baru-baru ini telah beredar beberapa foto politisi yang diambil selfie dalam kondisi tak berbusana beredar di dunia maya. Sontak orang-orang yang diduga berada di foto tersebut memberikan statement pembelaan atau sekedar meluruskan kalau itu bukan dirinya.
Orang tersebut adalah orang Istana Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin dan Politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahean. Nampaknya kedua foto ini memiliki kecenderungan sama bung, yakni membawa isu skandal seksual lawan jenis.
Citra mereka mau “dibantai” habis di hadapan publik. Untuk itu kami coba menguak beberapa hal yang mungkin coba bung pertanyakan seperti apakah cara ini efektif untuk meruntuhkan citra? Lalu, apabila yang di foto tersebut adalah mereka, apa pembelaanya? dan yang jadi pertanyaan terbesar adalah, mengapa foto selfie tanpa busana?
Kalau bung memiliki pertanyaan tersebut, coba simak di bawah ini.
Jangan Menilai Macam-Macam, Apa yang Terlihat Belum Tentu Seperti yang Bung Fikirkan
Terkait foto Ali Ngabalin, ia memang mengakui kalau foto yang beredar itu foto-nya. Menurutnya foto tersebut tidak seperti yang dibayangkan dalam hal-hal negatif, dengan alasan kalau ia memiliki kebiasaan menyelam dalam suatu ruang ganti khusus laki-laki.
Menurutnya ada yang memang mandi menggunakan celana ada juga yang tanpa sehelai benang. Tapi bung, meskipun begitu, lantas buat apa selfie kan? apalagi dengan pose tak berbusana. Dari kacamata kami sebagai laki-laki, justru aneh. Kalau pun ingin memberikan info kepada kerabat dan semacamnya, toh bisa dilakukan setelah berpakaian.
Lantas dibalik itu semua, publik nampaknya penasaran dengan saat sedang apa foto itu diambil, dibalik apa alasan selfie tanpa busana. Dilansir dari Detik, ia pun menyadari posisinya sekarang sebagai orang Istana Keprisidenan, maka dari itu ia perlu memberikan klrafikasi.
“Makanya kalau dia orang bikin di Twitter tentang ‘Mirip nggak Ngabalin?’. Bukan mirip, itu Ngabalin. Cuma memang posisi foto itu yang saya pikir nanti hanya bisa forensik yang bisa nanti teliti dan itu tidak apa-apa. Saya harus siap untuk bisa melakukan klarifikasi terhadap temuan informasi ini karena ini kan terkait informasi publik yang harus juga didapat,” ujarnya.
Akun Bung Ferdinand Diretas, Lalu Memuat Aib yang Sulit Diberantas
Hampir sama dengan Ngabalin, Ferdinand Hutahaean juga memiliki kasus yang sama terkait selfie telanjang, namun ia lebih sial lagi. Semua foto yang mirip denganya tersebut diunggah lewat akun pribadinya sendiri. Nampaknya peretasan terjadi di akun Twitter miliknya.
Tidak hanya foto tapi juga video lho bung, mulai dari foto dirinya tanpa baju, foto perempuan sampai video yang beredar berisi kompilasi foto dan tangkapan layar percakapan pesan tertulis. Tapi ia mengelak kalau foto dan video tersebut adalah dirinya.
“Memang ada foto saya yang asli yang saya simpan, yang mukanya tergores, disimpan di e-mail saya sebagai barang bukti pernah laporan kekerasan kala itu. Tapi foto-foto seperti video itu segala macam saya pastikan fitnah hoax, editan, itu bukan foto saya,” terang Ferdinand.
Politik Memang Kejam Bung, Citra Bisa Runtuh dalam Sekejap
Memang, dari berbagai macam kerikil tajam dari dunia Politik. Sisi pribadi saja bisa jadi sasaran empuk untuk dijadikan peluru untuk menyerang, masalah keluarga sampai skandal semua diangkat demi meruntuhkan image. Contohnya saja kedua orang yang disebutkan di atas.
Fakta atau fiktif, memang masih simpang siur di telinga kita semua, apakah ia terlibat skandal seksual atau sebaliknya, namun penyebaran foto tersebut saja pasti memiliki efek tajam kepada publik. Tentu publik dapat menilai akan hal ini semua. Intinya citra coba diturunkan lewat hal yang tak kita duga. Lantas apakah ini efektif atau tidak, semuanya berbalik lagi kepada masyarakat.
Namun Citra Masih Bisa Terjaga Sesuai dengan Bagaimana Mereka Membangunnya Setelah Ada Masalah
Meskipun menyebarkan foto tak berbusana dapat membuat politisi kehilangan muka. Tapi ini tidak selamanya efektif apabila dihubungkan oleh teori Social Judgement dari Muzafeer Sherif dengan tiga faktor, latitude of acceptance, latitude of non-commitment, dan latitude of rejection.
Contohnya publik bisa saja menerima atau latitude of acceptance terhadap foto skandal tersebut, karena merasa memang pantas tokoh politis tersebut dituduh untuk berlaku semacam itu. Mungkin karena pembawaan dirinya selama di layar kaca atau di media sangat negatif.
Bahkan hal ini terjadi meskipun foto tersebut belum diakui kebenarannya. Namun ada juga publik yang menolak atau latitude of rejection, mereka menolak diyakinkan atas kebenaran foto tersebut, meskipun memang kenyataanya berkata demikian.
Pada intinya publik yang memang termakan citra akan salah satu politisi, pasti akan menolak hal-hal negatif yang berkaitan dengannya. Atau, mereka akan tetap cari pembenaran seperti kambing hitam akan suatu kejadian. Tapi kalau berkaca dari kedua orang ini, yang sering membuat pernyataan menggelegar di media, kira-kira masyarakat akan jatuh ke faktor yang mana ya?
Lantas Kenapa Selfie Tanpa Busana?
Dibalik kejadian yang sedang menggemparkan dunia politik, yang sedikit lagi memasuki masa pemilu. Kami meyakini akan ada saja bumbu yang terjadi. Seperti di tahun lalu hoax, dan beragam isu yang berhasil membuat kedua kubu saling berantem, meskipun mereka terikat dalam hubungan saudara!
Nah, untuk kasus yang satu ini, kami tetap tak habis fikir dengan keinginan laki-laki untuk selfie tanpa busana bung! Memang selfie dianggap tren, dan memang tak bisa dipungkiri tren ini merasuk ke semua lapisan masyarakat, bahkan membuat kata itu masuk kamus Oxford pada 2013 sebagai “word of the year”.
Yap, selfie memang membahana setelah munculnya kamera depan smartphone dan ramainya sosial media. Tapi balik lagi, selfie tanpa busana yang dilakukan kedua politisi atau mungkin orang lain adalah hal yang menggelikan, bukan?
Bukannya kami anti selfie ya bung, kami cukup bisa menerima kalau selfie dilakukan untuk memberikan kabar kepada orang tua, pacar atau kerabat, yang mungkin tengah ditinggal dengan jarak yang jauh. Dengan motif rindu atau kangen, yang membuat orang-orang tersebut ingin melihat wajah orang yang dirindukan.
Namun kalau tanpa busana kami tidak bisa menemukan korelasi yang pas. Wajar kalau publik mengarahkan itu ke arah negatif, apalagi beberapa kejadian tukar menukar foto “telanjang” kepada pasangan jadi salah satu penyimpangan digital di jaman sekarang.
Nah, menurut bung sendiri, apa ada alasan tepat yang lebih cenderung positif kenapa laki-laki selfie sambil telanjang?
