Bukan zaman modern namanya, kalau melakukan sesuatu hal tidak berbau kecanggihan dari teknologi. Seperti Tinder, yang memudahkan para laki-laki sebatang kara untuk mendapatkan kekasihnya. Terlebih kebiasaan orang yang kerap sulit untuk jauh dari gawai pintar. Sebuah survei saja mengungkapkan kalau 77% orang memastikan gawai pintar mereka harus terjangkau.
Dengan fakta ini, otomatis mencari kekasih atau jodoh lewat online dating menjadi terasa lebih mudah karena semua pengguna terkoneksi dan tidak berada jauh di gawai pintar. Pew Research Center menyatakan kalau mayoritas orang Amerika merasa online dating adalah cara yang baik bertemu orang.
Potensi orang untuk berkenalan jauh lebih lebar, lantaran sudah ada yang menjadi perantara yang mana ini adalah aplikasi kencan online. Bayangkan saja kalau bung ingin berkenalan dengan nona yang berada satu restoran, mungkin bung tidak memiliki keberanian untuk mengatakan “apakah boleh saya berkenalan?”, atau bisa jadi bung bukan tipikal yang seperti itu.
Masalahnya dalam proses memilih secara tidak langsung membuat kita sebagai pengguna berevolusi jadi pribadi yang pemilih, sampai cenderung menghakimi apabila ada sesuatu hal yang mengganjal dalam profile si nona di aplikasi kencan online. Selain kedua hal tersebut, masih ada beberapa hal buruk yang berkaitan dengan aplikasi kencan online.
Melakukan Penipuan Dari Penampilan Sampai Status Pekerjaan Demi Memancing Perasaan
Menghalalkan segala cara untuk mendapat kekasih demi menghapus rutinitas ke-jomblo-an dilakukan dengan penipuan. Penipuan bukan merujuk kepada finansial, akan tetapi berbohong lewat profile yang diunggah ke dalam aplikasi kencan online. Mulai dari memajang foto yang lebih muda atau ditambah efek serba-serbi biar terlihat seksi. Alhasil jarang dalam kencan online yang selaras dengan pertemuan bahkan sampai ke arah jadian.
Penelitian yang dilakukan 1.000 pengguna aplikasi kencan di Amerika Serikat dan Inggris yang dilakukan lembaga riset global Opinion Matters menemukan fakta menarik. 53% peserta penelitian di AS melakukan kebohongan dalam profile di aplikasi kencan. Terutama perempuan, yang sebanyak 20% yang tidak jujur dengan memposting foto diri mereka yang lebih muda. Sedangkan laki-laki lebih kepada menulis pekerjaan yang tidak dilakoni di kehidupan nyata. Hal ini dianggap sebagai taktik demi terlihat menarik.
Berpura-pura Menjadi Lawan Jenis Demi Memainkan Seseorang Atas Kepuasan Semata
Tak bisa dipungkiri, merajelalnya bentuk prank di internet otomatis memancing orang yang menonton untuk melakukan hal yang sama. Seperti laki-laki yang berpura-pura menjadi perempuan di aplikasi kencan. Dengan menanggapi obrolan yang membuat perasaan lawan bicara bergelora sampai kepada hal-hal menjurus ke ranjang. Cara-cara seperti ini dilakukan demi kepuasan semata alias mengerjai orang lain.
Bagi kalian yang pernah bertemu tipikal pengguna aplikasi kencan semacam ini pasti akan merasa jengkel. Berbahayanya apabila pengguna tersebut melakukan pemerasan dengan meminta sejumlah uang. Dengan cara menjebak kalian ke arah obrolan yang memancing kalian foto tak senonoh, sang penipu akan memeras kalian. Kalau tidak dilakukan foto-foto syur kalian akan disebarkan.
Tak Mencari Pasangan Sehidup Semati, Namun Mencari Pasangan Untuk Tidur Dari Malam Ketemu Pagi
Sebuah riset yang dipublikasikan personality and Individual Differences memaparkan fakta kalau aplikasi kencan macam Tinder, memang memiliki kesan ingin memiliki teman hubungan badan. Meskipun tidak semua. Hal ini tentu membuat para pemain aplikasi kencan memiliki stigma negatif. Lantaran tidak semua pengguna menginginkan hal tersebut.
Kita pun setuju kalau laki-laki lebih menginginkan seks daripada perempuan. Tapi mengakar dari kemunculan aplikasi kencan yang bukan untuk hal seperti itu, melainkan menjadi media penghubung yang nyaman antara lawan jenis.
Meskipun lagi-lagi tidak salah untuk merepresentasikan aplikasi kencan untuk mencari teman tidur. Tetapi bung harus menjaga koridor yang pasti, untuk tidak seenaknya menganggap semua pengguna seperti itu dengan mengirim pesan yang tidak pantas kepada lawan jenis.
Riset Menunjukkan Kalau Pertemuan Pasangan Dari Aplikasi Kencan Tidak Akan Abadi
Kita pun tahu, mau bagaimana kondisinya kondisi berpisah atau bercerai masih ada potensi. Tetapi ada sebuah fakta yang diungkap para peneliti yang dilaukan di Michigan State University, yakni hubungan yang dimulai secara online 28% sangat mungkin untuk berpisah pada tahun pertama dibanding hubungan di mana pasangannya bertemu secara langsung. Parahnya, pasangan yang bertemu di aplikasi kencan memiliki 3 kali lebih kemungkinan untuk bercerai.
Penelitian ini bisa dijadikan pelajaran atau pun rujukan. Meskipun bisa saja penelitian ini tidak terjadi dalam kehidupan bung yang memakai aplikasi kencan. Bisa saja hubungan bung baik-baik saja dengan si nona, tak sejalan dengan fakta yang dibeberkan para peneliti. Intinya semua bergantung dengan keputusan masing-masing individu.
Menjadikan Seseorang Untuk Menjadi Pemilih dan Menghakimi
Kinerja dari penggunaan Tinder merujuk kepada geser ke kiri untuk orang yang tidak menarik, dan geser ke kanan untuk orang yang menarik perhatian. Berdasarkan hal ini, membuat seseorang bergerak hatinya untuk menjadi pemilih. Meskipun menjadi pemilih tidak ada salahnya, asalkan tidak terlalu selektif. Toh secara klise tidak ada orang yang sempurna kan bung?
Rasa mudah menyingkirkan orang yang tidak menarik lewat aplikasi kencan, ternyata sempat dikemukakan oleh US Association of Psychological Science, katanya meninjau beberapa calon pasangan menyebabkan orang lebih mudah menghakimi. Padahal tidak semua yang tampak secara online akan sejalan di dunia nyata. Bisa jadi saat perkenalan dilakukan dengan calon pasangan secara real alias tatap muka, bisa jadi orang tersebut berbeda dari profilenya di aplikasi kencan.
