Disfungsi seksual acap kali sulit diungkapkan oleh para pasien. Mungkin ada rasa malu atau merasa rendah apabila menanyakan penyakit yang berhubungan dengan seksual. Hal ini terbukti dengan sebuah survei tahun 2004 perihal bagaimana masyarakat perkotaan negara-negara di Asia mencari bantuan medis. Hasilnya, dari 948 laki-laki aktif secara seksual dan melaporkan mengalami disfungsi seksual, 45% diantaranya tidak mencari bantuan bahkan saran, hanya 21% yang mencari perawatan secara medis.
Penelitian serupa di tahun 2011 bahwa faktor sosial, budaya, agama dan ekonomi seolah mencegah pasien untuk berkonsultasi dengan dokter. Seperti penyakit disfungsi ereksi atau DE, ketidakmampuan untuk ereksi, dan mempertahankannya dalam sebuah hubungan seksual. Dengan gejala sulit untuk dapat ereksi, sulit untuk mempertahankan ereksi selama aktivitas seksual, atau tidak bisa ereksi sama sekali.
Fatalnya DE termasuk gangguan seksual yang sering dikeluhkan Bung, setelah ejakulasi dini, oleh laki-laki berusia 40-80 tahun. Penelitian The Global Study of Sexual Attitudes and Behaviors (GSSAB) di 29 negara termasuk Indonesia, jumlah penderita DE terbesar ada di Asia Tenggara (28%), disusul oleh Asia Timur (27%), dan Eropa Utara (13%).
“DE disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk karena gejala penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes, depresi, dan gejala saluran kemih bawah. Penyakit ginjal kronis, multiple sclerosis, penyakit peyronie, dan cedera yang berhubungan dengan perawatan terhadap kanker prostat merupakan beberapa penyakit dan gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan DE,” kata dr. Nugroho Setiawan, Sp. And.
Selain itu dr. Nugroho juga menambahkan bahwa keberhasilan dalam pengobatan DE kuncinya ada di pasien. Kesadaran pasien terhadap penyebab DE harus diikuti dengan berkonsultasi dengan dokter. Sehingga penelitian akan penyakit ini pun semakin mendalam.
“Komunikasi antara dokter dan pasien memegang kunci penting dalam pengobatan DR,” sambung dr. Handoko Santoso, Medical Director PT. Pfizer Indonesia. Hal itulah yang berperan dalam membantu mendukung edukasi pasien guna mendapatkan pengobatan yang paling tepat dan mencegah pasien dari tindakan mengobati sendiri untuk penyakit kompleks macam DE.
Selain itu Bung, gaya hidup juga ditekankan. Agar DE tidak menyerang Bung, pasalnya penyakit ini sangat rentan menyerang laki-laki yang tengah memasuki usia 40 sampai 80 tahun. Apabila pola gaya hidup sehat diabaikan, dan Bung terkena DE maka akan sulit terobati. Karena perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat dapat membantu pengobatan.
“Seorang laki-laki dengan DE disarankan untuk berhenti merokok, mengurangi, atau berhenti minum alkohol, berhenti mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan meningkatkan aktivitas fisik,” pungkas dr. Nugroho.
