Beberapa bulan lagi mau puasa, pasti lebaran juga bakal terbayangkan bukan? Masih ingatkah Bung tahun lalu, ketika momen maaf-maafan menjadi semacam konferensi pers soal pernikahan? Segala macam klarifikasi dan pertanyaan soal berdiri di pelaminan menjadi hal menarik bagi kerabat dan sudara. Tak usah heran, hal itu memang terjadi secara turun-temurun, ada saja desakan yang dialami seseorang ketika umurnya telah semakin matang untuk berumah tangga.
Apalagi laki-laki, mulai dari kerabat sampai sodara pasti mengawali dengan, “Tunggu apa lagi?”, atau “Mau cara yang kayak gimana lagi?”, pertanyaan seperti itu sudah pasti mengawali desakan pernikahan. Tapi untuk menikah jangan sampai terpancing karena desakan. Tetapi pikirkan secara masak-masak? Apakah saat ini, Bung memang sudah ready untuk membangun rumah tangga secara nafkah dan juga batin? Jangan sampai mengeluh rindu bujang ketika buah hati sudah berada di kedua tangan ya Bung!
Jangan Karena Ibu Ingin Gendong Momongan, Bung Langsung Kelabakan Untuk Melangkah Ke Pelaminan
Salah satu desakan untuk menikah yang paling ngena di hati Bung mungkin “kode” orangtua yang ingin memiliki cucu. Lantaran orangtua terlucuti hatinya ketika reuni SMA, atau berkumpul bareng rekan-rekannya yang bercerita betapa lucu cucunya. Alhasil, mereka pun langsung bertanya, “Kapan ingin segera berumah tangga?”. Sampai pada akhirnya Bung kelabakan untuk segera melenggang ke pernikahan. Tapi kalau mental belum siap, Bung jangan menuruti, daripada pernikahan Bung nanti hanya jadi saksi kegagalan karena munculnya obsesi.
Hidup Bakal Tetap Berjalan Meskipun Ujung Pelaminan Belum Kelihatan
Rasanya menatap pelaminan belum ada dibayangan, lantaran masih ada impian yang ingin diwujudkan atau lagi nabung kecil-kecilan karena ingin berusaha meringankan beban orangtua pada saat pernikahan. Tak apa Bung lama menjadi bujang, asalkan memiliki target kapan harus menikah.
Jangan sampai ketagihan menjadi bujang hingga menikah pun tidak masuk agenda dalam kehidupan. Ketika saudara, teman ibumu bahkan rekanmu terus bertanya kapan menikah, tanggapi santai saja. Bilang saja lihat nanti, jadi dia tidak akan bertanya lagi. Kalau masih bertanya, mungkin dia memang membuka jasa wedding organizer atau semacamnya.
Apalagi Mencari Calon Istri Mesti Teliti, Jangan Sampai Salah Menikahi
Tidak semua orang cocok untuk menjadi pasangan, bisa saja hanya pantas sebagai teman, tidak lebih. Maka dari itu untuk memilih pasangan memang harus secara teliti dan matang. Kalau kata orangtua zaman dulu, mesti dilihat bibit, bebet, dan bobotnya. Jangan sampai karena tidak tahan mengalami desakan, menjadikan siapa saja yang datang langsung Bung sambar dengan mengajak ke pelaminan.
Bayangkan, Bung bakal terus bersama si nona, sehidup semati sampai maut memisahkan. Otomatis ketika mata terbuka di pagi hari, wajahnya yang bakal Bung lihat pertama kali. Bayangkan kalau sikapnya sangat bertolak belakang, apakah Bung siap menghadapinya di setiap saat?
Bagi Laki-laki Kesiapan itu Harus, Karena Apabila Rumah Tangga Jadi, Bunglah yang Bakal Membawa Arus
Semua harus dipersiapkan jangan hanya modal nekat dan cinta saja. Karena sebagai laki-laki, kematangan finansial dan mental tak bisa diacuhkan untuk menghadapi pernikahan. Jangan hanya terbayang “ena-ena” saja, karena inti pernikahan bukan soal seperti itu. Kesiapan finansial apalagi, menjadi salah satu pangkal kehidupan yang paling penting. Bahkan tanpa uang, hidup zaman sekarang bisa apa, besar atau pun kecil nominalnya intinya tetap saja uang bukan? Kalau mental itu relatif, mungkin Bung yang sudah ditempa dengan segala macam cobaan bisa menjadi lebih dewasa.
Menunda Pernikahan Bukan Berarti Bung Adalah Laki-laki yang Terpinggirkan
Santai saja Bung! Ketika umur ideal pernikahan malah dipakai asyik berkelana sendirian, bukan berarti Bung adalah laki-laki yang terpinggirkan. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, jangan sampai membuat Bung melakukannya hanya karena desakan. Wahai Bung yang membaca tulisan ini, desakan hanyalah suatu sentilan yang tak perlu dimasukkan ke dalam hati. Santai sajalah dalam menyikapi, karena urusan jodoh masih di tangan Tuhan, bukan lewat obrolan rumpi yang selalu dilakukan saudara atau kerabat Bung sekalian.
