Memaknai sebuah kalimat tidak hanya didapuk sebagai pengertian belaka, dapat mengaplikasikan sampai menuangkan dalam suatu media, termasuk dalam pemaknaan. Salah satunya memaknai kata Off the Wall yang kerap tersirat di dalam sebuah merek sepatu yang digemari anak muda sampai orang dewasa, yakni Vans.
Muhammad Faizal Ramadhan atau @fura26_, merupakan artis kustomisasi asal Surakarta yang baru menapaki usia kepala dua, yakni 21 tahun. Pada acara House of Vans yang dihelat di Livespace, SCBD, Jakarta pada Jumat, 30 November 2018 lalu. Faizal berkesempatan mengisi acara Shoe Customization Workshop, ia membimbing beberapa peserta untuk memoles tinta sampai menggambar di media sepatu buatan negeri paman sam ini.
Faizal merupakan final Vans Asia Custom Culture 2018 dari Indonesia. Ia berkesempatan mengadu bakatnya dengan ke-10 seniman kustom dari 11 negara di Asia pada September lalu di Guangzhou, China loh bung. Meskipun tidak menang, tetapi perjalanan pemuda ini bisa sampai menjadi wakil Indonesia cukup panjang. Di mana Faizal berhasil mengalahkan 2000 kandidat dari Indonesia sebelum ia terpilih menjadi representasi Indonesia. Saat di China, ia pun membeberkan sedikit filosofis apa yang terkandung dari sepatu ubahannya.
“Pada awal perlombaan di China, Kami (para kontestan Vans Asia Custom Culture 2018) ditantang untuk membawa nama konsep Vans Off the Wall. Dari Konsep itu saya kembangin ke past and future. Saya menceritakan awal terbentuknya Vans, dari era di mana sepatu ini bangkrut sampai bangkit lagi! ya, bisa dibilang saya membahas tentang sejarah sepatu ini,” ungkapnya.
Kalimat Off the Wall dimaknai sebagai gairah dan mimpi, dideskripsikan dengan gambar burung Elang di sepatu ubahannya. Kenapa elang? karena Faizal membayangkan tentang sesuatu yang dapat terbang tinggi dan tak terbatas. Selain itu tak lupa sentuhan khas dari sepatu Vans, yakni motif papan catur. Membuat sepatu vans yang dikustomnya pun sarat makna, tentunya dapat mewakili konsep dari Past and Future, yang diusungnya.
Gairah Faizal dalam menekuni dunia kustom tidak muncul secara tiba-tiba. Tetapi ini dimulai lewat hobinya yang sangat gemar untuk menggambar. Di mana ia pernah memakai tas dan koper sebagai media imajinasinya sampai berakhir kepada sepatu, yang dia fikir media sepatu sangat menantang untuk dikerjakan.
“Saya awalanya menekuni hobi ini pada tahun 2014 ketika saya masih duduk di bangku SMA. Pada mulanya saya memang suka gambar. Kemudian ingin mencoba media baru sampai ujung-ujungnya berakhir kepada sepatu. Bentuknya yang lebih kecil, detail dan menantang, membuat saya tertarik untuk menuangkan tinta saya di sana,” celoteh seniman kustom asal Surakarta ini.
Meskipun di usia yang terbilang muda, namun ia telah menjajaki hal yang panjang dan berada di jalur yang benar sebagai seniman kustom. Terbukti saat menjadi pembimbing Shoe Customization Workshop, di mana ia dengan teliti memberikan arahan kepada para peserta yang sedang bereksplorasi. Meskipun ia menatakan kalau mereka yang turut serta di acara tersebut sudah terbilang piawai.
“Rasanya pertama kali ngasih workshop, nggak nyangka kalau antusias temen-temen banyak juga. Selain itu teman-teman yang ikut juga udah pada jago semua haha jadi tinggal di asah dikit lagi saja,” ceritanya saat memberikan workshop yang terjalin dua sesi tersebut.
Keseruan dan antusias dari acara ini, membuatnya merasakan keseruan yang tak disangka. Alhasil ia pun mengharapkan acara bertajuk House of Vans ini tetap selalu ada di tahun-tahun berikutnya.
“Acara ini keren sih! baru pertama juga dan antusias masyarakat pun banyak! gua berharap akan ada lagi sih acara ini kedepannya. Kalau bisa ngundang Steve Van Doren haha,” pungkasnya.
