Ketika di Indonesia meributkan masalah hari valentine sebagai bukan kebudayaan bangsa, justru di Saudi pada tahun 2016 lalu telah melegalkan perayaan Hari Valentine. Mawar merah tak lagi bersembunyi di balik etalase toko bunga, dan cokelat berbentuk hati tidak lagi di jual di bawah meja pada Hari Valentine. Baru di tahun 2018 ini Hari Valentine dirayakan secara meriah setelah tokoh agam Saudi mengesahkannya.
Dilansir dari Arab News, Presiden Komisi untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan di Makkah, Syekh Ahmed Qasim Al-Ghamadi, mengumumkan di televisi bahwa merayakan Hari Valentine tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Merayakan hari valentine sama seperti merayakan Hari Ibu. Mayoritas orang saudi yang beraga Islam merayakan Hari Valentine dengan mengartikan merayakan aspek positif dari manusia.
Para pebisnis di sana menyambut baik akan seruan ini. Mereka bisa secara bebas menjual bunga mawar, restoran, kafe, klinik kosmetik, salon kecantikan sampai coklat. Salah satunya Godiva sebuah merek cokelat dan makanan asal Saudi yang telah menyiapkan produk-produk khusus di hari kasih sayang ini. Abdulaziz Al-Noman, salah satu pelaku bisnis cokelat mengaku telah bekerja sama dengan para pengecer guna menawarkan cokelat dan bunga gratis khusus valentine kepada para pelanggan.
Bahkan, Fitaihi sebuah merek Saudi yang terkenal pun menawarkan diskon untuk gelang dan liontin cinta yang mengatakan kalau Hari Valentine adalah acara yang sangat istimewa. Sampai para pedagang menjual kartu ucapan Hari Valentine yang bertuliskan kutipan ayat Alquran maupun penyair Arab terkenal seperti Kahlil Gibran atau Al Mutanabi.
“Perayaan Hari Valentine tak bertentangan dengan ajarang Islam. Merayakan cinta, kasih sayang, tidak terbatas pada non-Muslim. Setiap muslim juga harus merayakan cinta,” tutur Syekh Ahmed Qasim.
