Memiliki suatu barang kerap dijadikan sebagai pandangan status bagi sebagian orang. Tentu saja, orang yang memakainya bakal kian percaya diri karena (merasa) lebih tinggi daripada yang berada di sekitarnya. Hal ini sah-sah saja kok Bung, karena tentu ada kepuasan tersendiri bagi yang memilikinya bukan? Terlebih lagi barang yang dimiliki masuk ke dalam kategori premium yang harganya pun tak main-main. Sekaligus dapat membuat Bung tak habis pikir, mengapa timbul keinginan untuk mengeluarkan kocek dalam-dalam demi sebuah barang yang secara esensi tak jauh berbeda dengan yang harganya relatif terjangkau.
Lebih kagetnya lagi, barang tersebut adalah sepatu, baju atau topi. Misalnya saja, barang premium macam Luis Vuitton dan Chanel yang memang biasa dipakai oleh orang borjuis dengan harga puluhan juta per item–nya. Pemakainya pun bakal merasa kian percaya diri, lantaran dilirik dan bakal jadi bahan pembicaraan (bagi yang mengerti). Hal ini tak jauh berbeda dengan sebuah acara yang bertajuk Jakarta Sneakers Day 2018 yang Minggu lalu diadakan di sebuah pusat perbelanjaan di Senayan. Sneakers memang mengacu kepada sepatu, tetapi pada pagelaran ini juga menjual topi dan baju.
Sneakerhead atau sebutan akrab bagi pecinta sneakers memadati pagelaran ini untuk berburu sepatu. Namun tidak hanaya sepatu, bahkan baju atau topi dari merek Supreme, Baithing Ape, dan Off White yang masuk kategori streetwear pun juga menjadi incaran guna mengawinkan sepatu mentereng dengan atasan (pakaian) yang beken. Lantas apa yang membuat sebagian orang begitu mencintai sneakers Bung?
Menaikkan Status Sosial Lewat Outfit Berkelas Hingga Harga Puluhan Juta Bukan Suatu Batas
Memakai barang guna menaikan status sosial seseorang di circle pertemanan atau di kalangan publik memang kenyataan. Tak ada anggapan “sayang” atau “mubazir” nampaknya untuk mereka yang ingin tampil lebih lewat penampilan. Akun semacam Hypebeast pun ditengarai menjadi role model bagi banyak kalangan untuk bergaya kekinian. Miki, salah seorang yang berjaga di SNS Sneakers di Jakarta Sneakers Day, juga mengiyakan pernyataan tersebut.
Menurutnya pasar Indonesia, khususnya para sneakerhead sudah memandang sepatu dengan harga jutaan bukan lagi ke esensi atau daya guna, melainkan sebuah prestise dan kebanggaan Bung. Bahkan pria berwajah oriental ini juga mengutarakan, meski dibanderol dengan harga ratusan juta saja ia yakin sepatu dapat terjual.
“Kalau menurut gua pribadi untuk kisaran harga sneakers itu bisa dari 0 sampai tak terhingga. Karena gua pernah melihat ada yang kaya gitu. Seperti ada orang yang menjual sepatu NMD Pharrel Williams Chanel dengan harga 100 juta ++ dan itu sold out,” kata Miki.
Lantas apakah outfit yang mahal dapat mendongkrak penampilan hingga menimbulkan kepercayaan? Hal tersebut diamini oleh Edo, salah satu pengunjung yang kerap mengoleksi sepatu Air Jordan. “Kalau untuk menaikan status sosial sih bisa iya. Kalau saya pribadi sih suka model dulu, terus baru cocok sama gayanya.”
Sebagai contoh lainnya bahwa harga bukan merupakan batasan untuk bergaya terlihat di channel YouTube milik YOSHIOLO misalnya, yang kerap membuat konten soal barang branded di kalangan anak muda. Dalam satu videonya yang dilakukan di pagelaran Jakarta Sneakers Day 2018 Yoshi menanyakan sebarapa mahal outfit yang dipakai kepada pengunjung. Terdapat satu orang yang mengaku memakai sweater Supreme X Luis Vuitton, yang dibeli dengan harga Rp 72.000.000.
Kalau Kocek Tidak Mumpuni, Apakah Membeli Barang KW Dapat Diamini? Atau Tidak Dapat Diampuni?
Bagi mereka yang tidak dapat tercukupi finansialnya untuk membeli yang original, barang KW dijadikan sebuah opsi guna memuaskan hasrat memiliki barang yang tak sanggup dibeli. Meskipun secara kualitas berbeda bahkan terlampau jauh. Namun, orang tersebut (mungkin saja) bangga karena memiliki barang yang diinginkannya meskipun hanya serupa aslinya.
Seperti ketika mewabahnya sepatu Yeezy, banyak orang berburu untuk mendongkrak kekiniannya di mata publik meskipun dengan sepatu KW sekalipun. Hal ini tentu bertentangan bagi Edo dan juga Miki yang merupakan sneakerhead.
“Paling sih kalau gua liatnya sayang, kaya ‘aduh ngapain sih beli fake’. Dan menurut gua mendingan orang itu beli barang yang ori yang dia mampu. Dari pada dia beli fake, dan orang bakal tau kan kalau itu fake. Mendingan dia beli New Balance yang memang harganya relatif murah, apalagi sekarang sering sale. Dari pada beli Yeezy yang fake, menurut gua nggak harus begitu karena masih banyak pilihan lain,” tegas Miki soal sepatu KW.
Bahkan kalau menurut Edo, dia tidak mau judge orang yang menggunakan KW. Tapi ia menyarankan agar menabung lebih giat lagi guna memiliki barang yang dimau secara original. Sepatu KW memang menjamur dan sulit diberantas. Namun, menjamurnya sepatu KW karena meningkatnya pula penawaran kan Bung? Jadi ya wajar saja kalau sepatu tersebut tetap merajalela di pasaran bawah tanah.
Haruskah Memiliki Barang Jutaan Guna Mendongkrak Penampilan?
Ketika Bung dihadakan pertanyaan, apakah Bung ingin atau mau memiliki barang branded guna mendongkrak penampilan. Mungkin jawaban yang muncul bakal beragam yang keluar dari mulut Bung. Akan tetapi, penampilan tak mesti didongkrak lewat sebuah barang branded. Namun Bung bisa memakai barang yang memang mampu Bung beli tanpa harus yang bermerek tinggi. Toh penampilan juga dapat dimaafkan apabila Bung mapan. Sejalan dari itu semua kepercayaan diri dan status sosial bisa dipandang tinggi apabila isi otak Bung berisi.
