Lebih Baik

Ketika Si Nona Datang Entah Sebagai Teman atau Gebetan, Tenang, Itu Semua Ada Alasannya Bung!

Memang tidak ada teori pasti tentang cinta, apalagi menebak-nebak si nona yang tiba-tiba datang entah sebagai teman atau gebetan. Bung pasti terkadang malas kalau si nona datang hanya sekelebat lewat bagai kabut. Tak jelas apa tujuan dan maksudnya hingga merasa hal tersebut hanya membuang-buang waktu saja. Padahal, awal  perkenalan begitu memicu tanda kepastian, kalau si nona adalah pribadi yang menyenangkan sekaligus nyambung di setiap obrolan.

Namun alur cerita cinta yang mulanya manis bisa berujung pahit seketika. Tanpa ada tanda apa-apa. Bahkan Bung yang sempat dibuat “tinggi” hati sebab disetiap perlakuannya membuat sumringah wajah di muka, bisa sedih begitu saja kala dia tidak merasakan apa yang Bung rasakan. Sedih karena cinta memang receh, tapi kalau kata Dewa 19 menangislah bila harus menangis.

Bisa Saja Si Nona Tidak Yakin dengan Bung, Karena Perasaan Tidak Menunjukan Hal yang Sama Antara Dua Insan Berbeda

Si nona memang kerap menghilang namun selalu ada bila Bung hubungi duluan. Kodratnya laki-laki memang untuk melangkah lebih dulu daripada perempuan. Jadi ada hal yang sudah seharusnya Bung lakukan sebelum si nona lakukan, seperti memberikan kabar. Kalau Bung bersikap angot-angotan, dapat membuat si nona merasa tidak yakin, alhasil dia bisa pergi begitu saja.

Kalau Bung tidak mau si nona menghilang begitu saja dari jarak pandang. Sebaiknya Bung berikan sinyal kepada si nona tentang keyakinan perasaan Bung kepadanya. Hingga dia yakin kalau Bung memang menginginkan dirinya. Dengan cara seperti si nona akan merasa yakin kalau dia tidak hanya dianggap sekedar teman, namun gebetan.

Bung yang Selalu Sibuk Berkutat dengan Pekerjaan dan Dunia Bung, Membuat Si Nona Segan untuk Menggangu

Harus diakui Bung, laki-laki memang suka lupa diri dengan dunianya sendiri dan kerjaan. Ketika ada satu hal yang harus dituntaskan, laki-laki merasa hal tersebut harus didahulukan diantara yang lain. Kondisi ini membuat si nona takut untuk chatting lantaran tidak ingin mengganggu.

Rasa mengganggu tersebut menjadi penghalang bagi si nona dan Bung yang sedang sibuk, tidak memahami keadaan. Seketika menganggap si nona pergi begitu saja. Kedua hal yang tidak bersatu ini membuat Bung dan si nona terpisahkan dengan kondisi menggantung. Padahal kalau Bung mau mulai lebih peka dan mengabari lebih dulu, hubungan ini akan berjalan semestinya.

Bung Kerap Menjalin Hubungan Intens dengan Orang Lain Hingga Si Nona Merasa Tersingkir

Memang tidak salah apabila laki-laki dekat dengan banyak perempuan, sekedar untuk mencari dan membandingkan mana yang lebih nyambung dalam soal kehidupan di luar perasaan. Karena Bung dekat dengan 2 atau 3 perempuan, sikap yang Bung lakukan kepada ketiganya pun sama sekedar untuk menjaga perasaan agar tidak dianggap mempermainkan perasaan si nona.

Namun, si nona yang kerap ditanggapi hal-hal datar oleh Bung bakal nyerah juga. Karena perempuan adalah tipikal orang yang memikirkan perasaan bukan logika. Jadi, si nona pun merasa bahwa Bung tidak tertarik dengannya dan wajar saja kalau si nona langsung pamit tanpa permisi. Ketika Bung mulai (lagi), tak pelak dia bakal menyapa, “Hai teman, ke mana saja?”

Bung Tidak Memberikan Kesempatan kepada Si Nona untuk Mengutarakan Hal yang Sama

Minimnya kesempatan yang Bung suguhkan kepada si nona menghadirkan suasana tidak seindah dibayangannya. Ketika si nona membayangkan hubungan yang setara dan sepadan, Bung kerap tidak memberikan kesempatan. Jadi tak salah kalau dia berpikir hanya dianggap sebagai teman.

Sebaliknya Bung melakukan hal tersebut karena menginginkan hubungan yang saling tarik ulur atau kejar-kejaran. Layaknya sebuah sajak, “Kejarlah daku, maka kau kutangkap”. Terlalu banyak asumsi yang dirasakan Bung dan si nona membuat benang merah tidak terlaksana.

Atau Si Nona Memang Tidak Menginginkan Hubungan dengan Bung

Perasaan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata dan memang absurd begitu adanya. Mungkin si nona tidak menginginkan hubungan yang lebih dari sekedar teman lantaran ada hal-hal yang ditakutkan dibalik daya tarik Bung. Mungkin saja si nona tidak mau ketika putus dengan Bung kemudian secara remeh dapat bermusuhan. Jadi si nona kerap jaga jarak ketika Bung mengajak ke hal yang lebih intim, dating misalnya. Sad but true.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Baik

Karena Terlalu Baik Itu Juga Tidak Baik

Siapa yang tak ingin menjadi baik? Dari sekian banyak hal buruk dalam keseharian, sedikit kebaikan bisa jadi penawar baik dalam kehidupan. Tetapi, ada beberapa orang yang justru bersikap terlalu baik, yang kemudian membuat hidupnya kerap sengsara. Mulai dari rasa tak enakan yang begitu besar, terlalu memikirkan perasaan orang, hingga merasa ingin selalu terlihat baik dihadapan orang.

Percayalah, menjadi orang baik memang terlihat menyenangkan, namun kita pun perlu tahu kapan harus berhenti untuk bersikap baik jika ternyata kebaikan itu merugikan diri kita sendiri. Sebab jika tak bijak, sikap seperti ini bisa berdampak buruk pada kehidupan. Menjadi beban pikiran hingga merusak kesehatan.

Orang lain mungkin bahagia atas apa yang kita perbuat dihadapan mereka, tapi jika ternyata kita sendiri tak suka, untuk apa? Menjadi orang baik itu perlu, tapi menyiksa diri hanya untuk dianggap baik, tentu salah.

1. Tak Bisa Menolak dan Berkata ‘Tidak’ Hanya Akan Membuat Kita Lelah

Salah satu hal paling sulit untuk menjadi orang baik adalah, ketika kita tak bisa menolak dan berkata ‘tidak’ untuk sesuatu yang diminta orang lain. Kamu mungkin tak suka minuman keras, tapi seorang temanmu mungkin suka untuk kemudian memintamu mencoba. Tak enak hati menolak tawarannya, kamu tetap memaksa diri untuk memenuhi permintaannya. Hasilnya, kepalamu pusing karena tak pernah mencicipi minuman seperti itu.

Memang sih selalu ada alasan mengapa kamu memenuhi permintaan orang, tapi coba pikirkan lagi, pilihanmu untuk tetap menjadi baik di hadapan orang akan menjadi sebuah siksaan yang menyusahkan diri sendiri. Hanya demi dianggap teman, kamu melakukan segala hal yang nyatanya membuat dirimu susah saja.

2. Kerap Stres Dan Selalu Merasa Cemas

Ini jadi bagian paling tidak mengenakkan. Dimana kita merasa tak berdaya untuk membuat sebuah keputusan, lalu tak bisa melawan melihat orang lain berpendapat atas suara kita. Dari sini kamu harusnya tahu, manakah sikap baik yang sungguh-sungguh dengan sesuatu yang memang dipaksa.

Gambarannya, kamu mungkin punya teman yang sedari dulu kerap semena-mena. Memerintahmu untuk berbuat yang ia suka, hingga menyakiti hati tanpa merasa berdosa. Tak bisa membantahnya, dirimu terus diam dan membiarkannya melukaimu lebih dalam. Tak bisa dijelaskan dengan gamblang, situasi ini mendatangkan stress yang berkepanjangan.

Hal ini akan mempengaruhimu secara mental, membuatmu cemas hingga depresi. Lalu membenci diri sendiri, karena merasa gagal tak bisa menolak orang lain dan terjebak dalam kolam kebaikan yang kita ciptakan sendiri atau yang dibuat oleh faktor dari luar diri.

3. Sering Merasakan Emosi yang Berantakan

Tak peduli seberapa baiknya seseorang, kamu pasti selalu sadar jika dirimu sedang dimanfaatkan. Kamu tahu jika dirimu sedang sakit hati atau kecewa, tapi ingin melawan rasanya tak bisa. Kenyataan yang kamu dapati adalah hanyalah sakit hati dan diremehkan oleh orang lain meski selama ini kamu selalu berbuat baik pada mereka. Situasi ini menguras emosi, merusak suasana hati sampai membuatmu ingin menyerah pada keadaan.

Mengutuki diri semalaman dengan menangis tersendu-sendu, hingga bertanya-tanya pada diri sendiri mengapa kamu melakukannya. Iya, kamu tak sanggup untuk menujukkan emosi ini pada oranglain dan hanya bisa mengasingkan diri. Lalu mulai sadar, jika terlalu baik ternyata tak baik untuk diri.

4. Untuk Itu, Cobalah Bertanya Pada Diri Sendiri

Bersikap baik jadi salah satu cara menjalani hidup yang baik. Sialnya, beberapa orang justru selalu memanfaatkan kebaikan dari kita. Mengambil keuntungan, membuat kita kehilangan kepercayaan diri, hingga merasa jadi manusia yang selalu dikasihani.

Untuk itulah, penting bagi kita mulai bertanya. Tentang sampai mana batas menjadi baik yang perlu dan tak perlu kita lakukan. Berjanjilah untuk bisa lebih tegas dan bijaksana, menolak apa yang memang tak kau suka. Berlaku seperti itu tak lantas membuatmu jadi seseorang yang buruk. Hal ini adalah salah satu pertahanan diri. Tentang bagaimana menjadi baik yang benar-benar baik, bukan yang menyiksa diri sendiri.

5. Dan Merusak Hubungan yang Kita Miliki dengan Diri Sendiri

Berperilaku terlalu baik terkadang membuat kita tak lagi menghargai diri sendiri. Karena isi pikiran kita sudah dipenuhi dengan keinginan untuk mendahulukan segala kepentingan orang lain. Kamu mungkin tak sadar, tapi segala sikap dan perilaku untuk terlihat baik dihadapan orang itu. Nyatanya membuat kita membodohi diri sendiri, dengan mengabaikan hal-hal yang seharusnya kita lakukan.

Hanya karena tak ingin menyakiti orang lain, kamu merelakan rasa bahagiamu diganti dengan keinginan untuk memenuhi permintaan dan ekspektasi orang-orang. Ya, menjadi terlalu baik, nyatanya merusak hubungan kita pada diri sendiri. Mendahulukan kebutuhan orang, diri sendiri tak pernah kita pikirkan.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top