Kristian Adelmund merupakan sosok yang pernah merasakan keganasan Liga Indonesia. Bukan keganasan macam kompetitifnya suatu persaingan antar klub, dan berjibakunya pemain selama di lapangan. Namun, kebobrokan sistem liga nomor satu Indonesia ini. Banyak hal yang ia utarakan kepada Vice Sport, ketika ia sudah tidak lagi merumput lantaran sang ayah yang sakit kanker darah, membuatnya harus kembali ke tanah kelahirannya, Rotterdam.
Curahan jujur Adelmund tentang kondisi sepak bola tanah air menjadi satu bahasan yang menarik. Lantaran, liga tertinggi selalu berusaha menjadi yang terbaik sejak beberapa tahun lalu. Namun permasalahan yang terjadi selalu mengakar seolah tak pernah tuntas diselesaikan. Salah satunya adalah korupsi, momok terbesar negeri ini.
Bermula Di PSIM, Seketika Ia Dipanggil Namun Dipulangkan Tanpa Alasan
Bermula ketika dipanggil seorang kawannya bernama Lorenzo Rimkus, yang mengajaknya bermain untuk PSIM Jogja. Tanpa pikir panjang ia menerima tawaran itu. Pengalaman pertamanya saat bertandang ke Sumatera di mana ia mendapati seorang supir bus tim PSIM berlaku ekstrim dengan ngebut membawa kendaraan. Terlebih lagi kata Adelmund, tidak ada pembatas jalan selama di perjalanan. Namun ia heran saat melihat rekan satu timnya bisa tidur nyenyak, sedangkan ia melek selama sepuluh jam.
Tidak sampai disitu, ketika ia kembali ke hotel setelah latihan, official tim memberi tahu dirinya agar tidak keluar dari hotel karena ada sekelompok teroris di gunung hendak menculiknya. Keanehan dan keseraman berselimut menjadi satu di pertandingan pertama Adelmund di Indonesia. Setelah beberapa kali pertandingan, ia tiba-tiba di depak begitu saja, hingga ia berkata “Ini suatu petualangan,” ungkapnya. Tidak adanya sistem kontrak yang jelas, membuat Adelmund kembali ke Belanda.
Kembali Didepak Oleh Madura United Demi Mengisi Kantong Pribadi Yang Hakiki
Setelah didepak tanpa alasan oleh PSIM Jogja, ternyata tak membuat Adelmund berprasangka sama ketika dipinang Madura United. Padahal Madura United mencari seorang gelandang tengah, bukan bek tengah seperti dirinya. Namun karena sang agen telah memiliki kesepakatan dengan tim jadinya transfer berjalan sewajarnya. Bahkan kata Adelmund “Kalau pun saya berposisi penjaga gawang mereka tetap akan menampilkan saya sebagai gelandang serang,”.
Menjalani setengah musim dengan memberikan kontribusi 10 assist sepertinya merupakan musim yang baik kata Adelmund. Terlebih lagi publik Madura sangat mencintai dirinya. Tapi tiba-tiba ia didepak demi mengisi kantong pribadi oknum official Madura United. “Semuanya berjalan baik dan para fans sangat menghargai saya. Namun tiba-tiba saya didepak tanpa belas kasihan. Dengan cara ini pelatih bisa mengambil pemain baru dan memasukkan sejumlah uang ke kantongnya sendiri,” ungkapnya kepada Vice Sport.
Bentuk Intimidasi Terhadap Tim Lawan Juga Terjadi Di Depan Mata
“Meski keadaan semakin membaik saat ini, korupsi tetap menjadi masalah utama sepak bola Indonesia. Sebagai contoh, saya kadang-kadang melihat bos lawan – saya melihat bahwa dia membawa pistol – melihat ruang ganti wasit. Anda tidak perlu heran dengan hal itu di Indonesia,” ungkap Adelmund.
Apa yang diungkapkan Adelmund rasanya seperti sebuah stigma yang tak bisa dihindarkan. Bahwa bentuk intimidasi dengan implikasi pertandingan tidak berjalan sportif seperti telah menjadi pemandangan biasa. Ada pun bentuk intimidasi yang ia saksikan tak hanya itu. Semasa berseragam PSS Sleman kala menghadapi PSIM Jogja, sebuah laga derby Jawa Tengah, saat berada di sisi lapangan (bangku cadangan) ia menonton pertandingan sambil menghindari batu secara bersamaan.
Ketika berhadapan dengan Persis Solo ia melihat bahwa ada sesaji yang dilakukan penyihir berbentuk ketel untuk mengganggu pertandingan. Belum lagi saat ia melihat rekan satu timnya terkena batu dan baru saja tersingkir di lapangan, namun wasit tetap melanjutkan. Hal yang lebih memalukan kala digelar satu pertandingan dengan regulasi tanpa penonton, namun ada saja yang menghadiri hingga berimbas tewasnya satu penonton dan ada pula perempuan yang diperkosa menurut penuturannya.
Di Luar Logika, Dikala Sperma Dihargai Lebih Dari 100 Juta
Mungkin ini merupakan sesuatu hal diluar bobroknya sepak bola yang diungkap oleh Adelmund. Tapi ini menjadi satu kisah yang unik ketika ada seorang wanita yang menawar Adelmund untuk menyumbangkan spermanya. Untuk ukuran pemain bola berdarah Belanda yang tentu memiliki daya pikat terlebih lagi di kawasan Asia, usut punya usut, sperma dari Adelmund ditawar antara 800 juta sampai 1 milliar.
“Ketika saya latihan bersama PSS Sleman banyak perempuan menghampiri saya di lapangan dengan membawa makanan. Bahkan dari mereka ada yang mengajak pulang bersama,” ujarnya.
Meskipun Begitu Ia Tetap Cinta Indonesia
Bak bintang pop di Indonesia Adelmund dihargai lebih dari sekedar pemain bola. Bahkan, ia menyebutkan bahwa hidupnya di Indonesia hidup seperti dewa. “Rasanya membuang-buang waktu menghabiskan hari-hari dengan bisnis. Saya sering berpikir, apa yang saya lakukan di sini?”
“Saya tidak sabar untuk kembali lagi, Mungkin saja saya akan pergi dalam waktu enam bulan. Tentu saja saya berharap kembali bermain sepak bola. Sejumlah klub sudah menginformasikan.” imbuhnya. Sekarang, Kristian Adelmund bermain untuk SC Feyenoord, versi amatir dari Feyenoord Rotterdam. Apa yang diungkapkan Adelmund menjadi cerminan bahwa sepak bola Indonesia jauh dari kata baik dari segala struktur.
