Bukan perkara orang lain yang terlihat buruk dimata Bung, sebenarnya ini jadi masalah pada diri sendiri. Bung kerap berpikir bahwa orang lain tak baik karena tidak punya pandangan yang sama.
Lalu memangnya salah jika seorang laki-laki seperti Bung ini, membenci seseorang yang tak Bung suka? Tentu saja tidak Bung. Karena sejatinya hal-hal yang sering jadi masalah bukan ketidaksukaan Bung. Tapi bagaimana cara Bung menunjukkan bentuk ketidaksenangan. Apalagi jika diam-diam berbicara dibelakang!
Alasan Utamanya Mungkin Karena Bung Tak Enak Hati Untuk Bicara di Depannya
Untuk sekedar membicarakan seseorang dari belakang tentu adalah perkara mudah. Tak akan banyak orang yang membantah, termasuk objek yang sedang Bung jadikan bahan pembicaraan. Beberapa orang yang akan mendengar sembali mengangguk tanda setuju, atau menambahi beberapa kalimat lain yang akan membakar emosi.
Wajar saja, karena dia yang katanya tak Bung suka tidak ada di sana.
Tapi coba Bung pikirkan ulang, apakah hal tersebut adalah pilihan yang benar? Nampaknya tidak sama sakali! Biar bagaimana pun ini bukanlah perilaku yang harusnya ditunjukkan oleh seorang laki-laki.
Ini Jadi Salah Satu Hal Biasa, Namun Kerap Berubah Jadi Masalah
Menyampaikan keburukan orang lain dari belakang, jauh lebih buruk dibanding menghardiknya langsung. Tak perlu bermain kucing-kucingan seperti itu Bung. Meski ketidaksukaanmu kepada seseorang belum tentu benar, Bung tentu punya hak untuk menyampaikan. Selama itu masih dalam kapasitas yang wajar, tentu sah-sah saja.
Tapi jangan pikir ini masalah sepele, meski terlihat biasa, hal-hal seperti itu dipercaya jadi sumber api yang bisa manghanguskan hubungan dua orang. Baik itu pada seorang teman atau rekan kerja yang kebetulan memiliki sikap yang kurang baik dimata Bung.
Bung Mungkin Puas Dapat Mengeluarkan Unek-unek, Tapi Teman yang Di Sana Bisa Jadi Resah Mendengarnya
Mau dibilang apa, hal yang memang tak Bung suka akan tetap terlihat buruk. Bahkan meski telah berupaya untuk memahami dengan sikap yang berbeda. Sulit untuk bisa menerimanya. Salah satu jalannya ya memang harus dikeluarkan lewat sebuah cerita.
Ini tentu membantu Bung dalam hal berpendapat akan sikap seseorang. Lain hal yang jika ternyata malah membuat orang lain kepanasan hatinya. Merasa bahwa dia tak seburuk yang Bung nilai.
Bung mungkin akan mengelak dengan berkata, bahwa diri ini juga kerap mendapat hal yang sama, dinilai oleh orang lain. Namun point yang jadi pertanyaan, apakah konteksnya sama? Jika ternyata tidak, Bung tentu tak bisa memukul rata.
Atau Jangan-jangan Bung Memang Tak Punya Nyali Untuk Bicara Langsung Dengannya?
Tanpa berniat untuk meragukan kejantanan Bung, atau membuat Bung bertanya pada diri sendiri, “Apakah aku laki-laki?”
Karena agaknya memang terdengar sedikit lucu, jika di zaman nan modern seperti sekarang ada laki-laki yang masih ngedumel di belakang. Bukan perkara benar atau tidaknya yang Bung katakan. Mari kita tekankan hal ini pada konteks keberanian yang harusnya Bung tunjukkan. Walaupun pada dasarnya keberanian dan perubahan zaman tak berhubungan.
Padahal Sikap yang Bung Tunjukkan Adalah Jati Diri yang Sesungguhnya
Semua mata akan menilai saat ketidaksukaan Bung padanya dilontarkankan di depan mereka. Setelah itu mereka akan berlomba untuk menyuarakan pendapat atas sikap Bung.
Mulai dari dinilai tak bernyali, hingga laki-laki karbitan atau jelmaan ibu-ibu yang menggosip melulu. Bung boleh tak suka, toh itu adalah hak siapa saja. Namun untuk menyampaikan rasa tak suka, tidak sebaiknya dibicarakan di belakang orangnya.
Barangkali memberitahunya di depan, justru mampu merubahnya. Apalagi jika tiba-tiba orang yang bersangkutan justru berterima kasih karena sudah di ingatkan.
Hal-hal seperti ini jauh lebih bisa dibilang sebagai sikap seorang ksatria, daripada mencela dan mencibirnya di belakang.
