Terlahir sebagai seorang anak laki-laki yang kelak juga akan menjadi ayah, tentu jadi kebanggaan tersendiri untuk kita. Sosok ayah sering sekali kita jadikan panutan untuk menjalani kehidupan. Meski kadang hubungan yang ada tak selalu berjalan sesuai harapan, tapi ayah tetaplah jadi panutan. Berperan sebagai orang penting setelah ibu, tak membuat ayah lantas kehilangan tanggung jawab pada anak-anaknya. Dirinya tetap hadir dalam segala kesempatan meski untuk sekedar memberi wejangan.
Seiring dengan berjalannya waktu, kita mulai sadar bahwa banyak yang telah berubah. Salah satunya adalah hubungan kita dengan ayah. Kamu bukan lagi jagoan kecil yang dulu selalu ia bangga-banggakan. Transformasi diri menempatkan posisi kita hampir seperti dengannya, yakni laki-laki dewasa yang sudah nyaris serupa dengannya. Hal ini bukanlah sesuatu yang patut dipertanyakan, karena semuanya itu adalah benar adanya. Tapi pernahkah kamu mencoba membayangkan? Sudah berapa banyak sikapmu pada ayah yang dulu kerap dilakukan namun kini kian jarang kamu lakukan?
Saat Kamu Remaja, Dia Adalah Satu-satunya Tempat Bertanya Yang Kamu Punya
Semasa remaja dulu, sosoknya adalah satu-satunya tempat yang akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaanmu. Meski waktumu lebih banyak dihabiskan dengan ibu tapi menunggunya untuk jadi guru sering kamu lakukan tanpa ragu. Mulai dari hal-hal yang tak bisa kamu pahami hingga persoalan hidup yang remeh bahkan pelik. Kehadirannya selalu kamu anggap sebagai pahlawan penyelamat untuk semua hal pelik yang menimpamu.
Lalu semuanya berubah ketika kamu sudah menjelma jadi laki-laki yang hampir serupa dengannya. Ada rasa enggan ketika ingin melibatkannya. Apalagi untuk masalah-masalah sepele yang seharusnya bisa dirampungkan tanpa melibatkannya. Meskipun ada sesuatu yang nyatanya memang sulit, sosoknya bukan lagi orang yang harus kamu andalkan setiap saat. Darinya kamu belajar bahwa segala pertanyaan di muka bumi ini pasti selalu memiliki jawaban. Untuk itu kamu selalu belajar untuk menyelesaikan sendiri masalahmu dan tak ingin merepotkan ayah lagi.
Kamu Yang Tadinya Sering Menolak Masukannya, Berubah Jadi Anak Yang Rindu Akan Wejangannya
Kebiasan ayah dalam mendidik mental anak laki-lakinya sering disampaikan lewat perumpamaan. Dengan senang hati dia akan bercerita tentang bagaimana dirinya tumbuh hingga jadi sosok ayah untukmu. Sayangnya hal tersebut sering kamu nilai jadi sesuatu yang tak menarik untuk didengarkan. Hal-hal yang disebutnya sebagai sesuatu yang mengaggumkan justru kamu anggap tak memiki nilai apapun dalam kehidupan. Berseberangan dengan yang sering ayah sampaikan, justru kamu mengharapkan sesuatu yang sesuai dengan perubahan zaman. Kamu ingin dirinya bisa menjadi teman, namun pikiran miliknya tak bisa kamu selami terlalu dalam.
Hingga waktu pun membuktikan bahwa sosoknya memang kamu butuhkan. Nasehat yang dulu diabaikan menjadi sesuatu yang kamu rindukan. Dari situ kamu akan mulai percaya bahwa ternyata semua hal yang disampaikan ayah adalah sebuah kenyataan hidup yang benar adanya.
Waktu Kosong Yang Dulu Kamu Habiskan Selalu Bersama Teman, Ditukarkan Dengan Menyisihkan Waktumu Bersama Ayah
Jauh sebelum kamu menginjak usia dewasa, waktu luangmu hanya akan dihabiskan dengan teman sebaya. Mulai dari sibuk bekerja hingga menghabiskan akhir pekan dengan perempuan yang sedang kamu cintai. Namun berbeda dengan situasi yang sekarang sedang kamu hadapi. Menjelma menjadi laki-laki dewasa ternyata menyimpan berjuta kegundahan.
Salah satunya ketakutan akan waktu yang terus berjalan dan tak dapat dihentikan lagi. Dari sini kamu mulai sadar, telah banyak momen yang telah lewat tanpa ada kehadiranmu di sampng ayah. Semua hal tersebut seakan jadi pengingat, bahwa satu hal yang saat ini kamu butuhkan adalah duduk berdua dengannya. Meski hanya sekedar mengobrol dan minum kopi bersama.
Perbedaan Pendapat Yang Sering Jadi Perdebatan Berubah Jadi Topik Diskusi Yang Justru Kamu Rindukan Sekarang
Semua orang tentu berharap agar apa yang jadi pandangan hidup akan selalu sejalan dengan pemikiran orangtua. Namun kenyataan yang terjadi kerap berbanding terbalik. Tak heran jika perbedaan pendapat yang ada sering jadi pemicu pertengkaran-pertengkarang kecil antara kamu dengan ayah. Kalau sudah begini kamu lebih memilih diam demi menghilangkan kekesalan.
Pada akhirnya cerita jatuh bangunmu dalam menjejaki hidup akan berujung pada sebuah pemahaman. Bahwa sebagian besar dari hal yang sering beliau utarakan adalah kenyataan. Jiwa yang dulu sering merasa benar, berganti jadi sebuah kerinduan. Meski kamu sendiri sudah paham, bahwa akan tetap ada perdebatan. Itu tak lagi jadi penghalang, justru kamu jadikan sebuah media untuk menyampaikan kerinduan. Kerinduan kepada ayah lewat perdebatan. Dari sini kamu kian percaya bahwa ia memang sosok yang patut dibanggakan.
Waktu Terus Berjalan Tanpa Dapat Dihindarkan, Kemudian Kamu Mulai Sadar Bahwa Perubahan Kesehatannya Tak Mampu Dihentikan
Pergerakan hidup dari waktu ke waktu menunjukkan sebuah kenyataan, bahwa tubuhnya memang sudah mulai rapuh. Usianya yang telah lanjut memang sering sekali membuat kamu was-was, dari jatuh sakit hingga mulai meracau akan kematian. Kamu tahu bahwa waktu telah membuat dirinya menua dan tak selamanya bisa bersamamu. Maka sudah seharusnya kita memang lebih banyak memanfaatkan kesempatan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Hal-hal seperti ini bukanlah hal yang perlu kamu ratapi, karena semua itu memang sudah semestinya. Memperlakukan beliau sebaik mungkin adalah bentuk kecintaan kita sebagai anak.
Perubahan sikap ini akan mengajari kita tentang bagaimana bisa menjadi sekuat dirinya. Sesekali muncul penyesalan karena dulu kerap berselisih paham dengan ayah, meski begitu sosoknya tetap hadir sebagai ayah yang selalu penuh pengertian. Jadi jika saat ini kamu masih memiliki sosok ayah di sampingmu, cobalah sisihkan waktu lebih untuknya Bro. Karena jika kesempatan yang ada telah berlalu, kita akan jadi sosok laki-laki yang merugi dan menyesal seumur hidup. Ingat, waktu kita terbatas untuk mengukir senyum bahagia di wajahnya.
