Dalam menjalankan sebuah bisnis mencari keuntungan adalah tujuan. Namun, kalau keuntungan didapat karena mempermainkan konsumen itu namanya kelicikan. Sekitar beberapa tahun lalu semua pengendara matic Indonesia kini tersadar, kalau mereka telah ditipu oleh dua perusahaan motor terbesar di Indonesia, siapa lagi kalau bukan Yamaha dan Honda. Setelah mempermainkan harga jual matic kelas 110-125 cc.
Kelas matic 110-125 cc adalah motor yang standar yang secara massive dimiliki masyarakat. Nampaknya ini dicium sebagai peluang untuk dimainkan harga guna mendulang pundi-pundi rupiah, alhasil kedua Presiden Direktur Yamaha dan Honda saling berjumpa untuk melakukan kartel harga. Melihat kondisi ini, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KKPU) merasa ada kejanggalan atau skmea price fixing yang dilakukan dua perusahaan tersebut. Sehingga peninjauan dilakukan.
KPPU Membentuk Tim Investigator Guna Mendalami Seluk Beluk Skema Harga Rekayasa
Presiden Direktur Yamaha Yoichiro Kojimo bersama Presiden Direktur Honda, Toshiyuki Inuma saling bertemu untuk bermain golf. Pertemuan ini diyakini sebagai tonggak pertama dalam melakukan kartel harga. Terhitung di tahun 2014 dan 2015 ada dua kali agenda bermain golf bersama yang mereka lakukan, pricing issue pun mulai dikirim ke Honda dan Yamaha lewat surat elektronik guna menentukan pasaran harga di Indonesia.
Singkat cerita di tahun 2016, KPPU mulai melakukan pemeriksaan pendahuluan kartel yang dilakukan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM), terhadap harga motor matic. Demi mendalami masalah tim investigator pun dibentuk.
Hasil Temuan Meyakinkan, Kesepakatan Harga Tercipta Meskipun Kerjasama Tertulis Tak Ada
Temuan kerjasama diyakini oleh KPPU setelah dua kali Presiden Direktur masing-masing perusahaan, melakukan pertemuan dalam agenda bermain golf. Layaknya cerita dalam sebuah film, yang menyatakan kalau dua orang besar sedang bernego, maka lapangan golf adalah tempatnya. Sehingga bulan Juli 2016 sidang perdana kartel harga dilakukan. Tim Investigator menemukan kalau di Indonesia perusahaan yang bermain di ranah sekuter matik hanya 4 produsen, Yamaha, Honda, Suzuki dan TVS. Hal ini disebut sebagai pasar oligopolistik. Di mana Honda mengusai pasar dengan 68 persen dan Yamaha 30 persen.
Selian dari pertemuan “bisnis” di lapangan golf. Dua email petinggi Yamaha dan Honda Indonesia, diyakini Tim Investigator sebagai bukti kalau memang ada permain harga di pasar motor matic. Lantas apakah ada bukti tertulis yang menandakan kalau mereka melakukan kartel harga? tentu tak sepolos itu bung. Maaf itu bukan kami yang menilai lho, namun KPPU. Badan tersebut menyatakan, meski dua raksasa roda dua di Indonesia tidak memiliki bukti akan kesepakatan harga, tak berarti tak ada kartel harga di sana.
“Concerted dipersyaratkan bahwa action ada tidak suatu perjanjian tertulis yang mensyaratkan pihak-pihak yang melakukan concerted action tidak perlu dibuktikan seperti itu. Dalam concerted action itu, yang penting terjadi komunikasi,” ujar majelis dilansir Detikcom.
Jadi dalam Concerted Action yang paling penting itu terjadi komunikasi. Lantaran makna dari kata tersebut adalah tindakan yang direncanakan, diatur, dan disepakati oleh para pihak dengan tujuan yang sama, tanpa terikat secara tertulis maupun lisan.
Penjualan Yamaha Boleh Turun, Namun Pemasukan Tetap Anggun
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.” dalam 5 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999,
Lewat pasal inilah baik Honda atau Yamaha terjerat akan hukum, karena tindakan tak terpuji dengan menipu konsumen sendiri. Bahkan KPPU secara terang-terangan di tahun 2017 mengatakan kalau mereka memang terlibat kartel harga. Lebih lanjut Mahkamah Agung mengultimatum bahwa mereka harus membayar denda sebesar Rp 47,5 milliar, seperti Terlapor I (Yamaha) mendapat denda Rp 25 milliar sedangkan Terlapor II (Honda) Rp 22,5 milliar.
Namun aneh tapi nyata, hasil temua investigator KPPU cukup menyoroti kenaikan keuntungan Yamaha, padahal secara penjualan dia masih berada jauh dari Honda alias angka penjualan menurun. Menurut KPPU, praktek kartel inilah yang mengakibatkan konsumen tidak mendapat harga kompetitif.
Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung Menolak Banding Yamaha dan Honda
Ketika diganjar denda senilai Rp 25 Milliar dan Rp 22,5 Milliar untuk Yamaha dan Honda, mereka pun berupaya mengajukan banding. Tapi banding mereka ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta yang mana makin menguatkan keputusan KPPU. Setelah ditolak, dua perusahaan tersebut coba mengajukan permohonan Kasasi ke MA dengan harap lebih didengar. Tapi kenyataanya malah ditolak! Perkara nomor 217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 diadali oleh ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Ibrahim dan Zahrul Rabain.
Lantas Berapa Harga yang Seharusnya Dibayar Konsumen Tuk Sebuah Motor Matic 110-125 cc?
Wajar apabila konsumen berkoar-koar akan mahalnya harga sebuah motor, meskipun ujung-ujungnya tetap dibeli juga. Yap, dibeli karena ada sistem kredit kan? lantas berapa sih harga yang seharusnya dibayar? dari hasil penelusuran KPPU harusnya harga motor skutik pada periode 2013-2014 hanya Rp 8,7 per unit! tapi justru dijual dengan harga Rp 14-18 juta!
Para konsumen yang membeli motor diperiode tersebut alhasil tertipu secara tak langsung. Di sisi lain Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendorong kedua perusahaan untuk mengoreksi harga jual skuter matiknya.
“Pemerintah sebagai regulator (bila Honda dan Yamaha terbukti kartel) bisa menurunkan harganya sesuai dengan harga yang berlaku di ASEAN. Harga di negara-negara ASEAN itu hanya segitu (Rp8,7 juta) dan semuanya sudah dihitung include,” kata anggota KPPU Saidah Sakwan dikutip dari laman Antara.
Kalam dalam kondisi persaingan yang sehat, kami ulang yang sehat yaa, harga sepeda motor terdorong untuk mendekati biaya produksi. Jadi ketika harga bergerak turun mendekati biaya roduksi maka pasar jadi lebih efisien, dan efeknya pun akan meningkatkan penghematan bagi konsumen atau welfare imrpovement.
