Vietnam baru saja mengecap manisnya sebuah perjuangan, skuad mudanya berhasil menembus partai final Piala Asia U23. Hal ini tentunya menjadi sejarah bagi Vietnam dan Asia Tenggara, lantaran berhasil sampai pada partai puncak pagelaran kompetisi Benua Asia tersebut. Meski pada akhirnya perjuangannya berhasil dikandaskan oleh Uzbekistan dengan skor 2-1.
Walau gagal juara, gelar runner-up sudah disyukuri warga Vietnam, kepulangan timnas muda tersebut disambut meriah. Tak mau ketinggalan momentum, Vietjet salah satu maskapai penerbangan Vietnam turut menyambut bahkan menjadi pesawat kepulangan mereka dari China, tempat digelarnya Piala Asia U-23 2018. Cara menyambutnya pun berbeda, dengan menempatkan model berbikini yang berlenggak-lenggok di sepanjang gang pesawat. Tentu saja, cara maskapai tersebut mengundang emosi publik yang mengecapnya sebagai promo murahan.
Terlepas dari hal itu, perjuangan Vietnam yang dapat berjibaku dengan tim Asia lainnya hingga berhasil berada di partai puncak, bukanlah merupakan hoki. Semua dibangun lewat perjuangan. Kegagalan mereka di SEA Games 2017, menjadi catatan koreksi untuk federasi. Mulai dari pergantian pelatih sampai fokus kepada pembinaan pemain muda, sebab poin tersebut menjadi hal dasar namun krusial. Jadi tidak salah, kalau Vietnam dapat merengkuh gelar runner-up di ajang Piala Asia U23.
Berhasil Menciptakan Sejarah Bagi Sepak Bola Asia Tenggara
Vietnam mencatatkan rekor beruntun ketika berlaga dalam Piala Asia U-23 kemarin. Dengan menjadi satu-satunya tim yang dapat menembus babak semi final dan partai final. Torehan tersebut tentu menaikkan status kesebelasan Asia Tenggara di mata Asia. Hingga tak lagi dipandang sebelah mata oleh Asia Timur dan Timur Tengah.
Sekaligus menjadi pertanda jika peta kekuatan sepak bola Asia Tenggara semakin berkembang. Apabila dulu Thailand selalu menjadi momok serta representasi kawasan ASEAN, sekarang muncul lagi nama baru yakni Vietnam. Mungkin akan disusul oleh Malaysia dan Vietnam.
Status Kuda Hitam Disematkan Kepada Vietnam. Keberhasilan Melangkah Ke Final Bukan Modal Keberuntungan, Tapi Latihan!
Tidak ada yang menyangka kalau Vietnam dapat berbicara banyak di pagelaran Piala Asia U-23. Kalau Bung pikir-pikir saja, hal ini seperti menjagokan Scotlandia di Piala Dunia. Kenapa begitu? Status kuda hitam disematkan kepada kesebelasan yang diprediksi dapat menjadi hama alias pengganggu tim-tim kandidat juara. Namun, untuk memberikan status ke Vietnam sebelum pagelaran dimulai rasanya agak utopis kan Bung?
Tapi inilah sepak bola, apa pun bisa terjadi dalam 90 menit. Vietnam tampil lebih taktis. Tergabung dengan Suriah, Australia dan Korea Selatan di Grup I tidak membuat mereka gentar. Lantaran tantangan tersebut dijawab dengan point 4 dari 1 kali kalah, 1 kali seri dan 1 kali menang. Lolos ke fase knock-out, Iraq dan Qatar menjadi korban keganasan pasukan Vietkong. Walau di partai puncak harus kalah dari Uzbekistan, meski permainan sengit telah ditunjukkan.
Beda Pelatih, Beda Permainan, Namun Satu Perjuangan
Sepak bola tanpa strategi tidak mungkin menang, kombinasi otak dan fisik menjadikan olahraga berebut satu bola ini menjadi seru untuk ditonton dan dibicarakan. Kegagalan dari pagelaran SEA Games 2017, menjadi catatan koreksi bagi federasi sepak bola Vietnam. Hal itu diawali melalui berpindahnya kursi kepelatihan, dari Nguyen Huu Thang ke Park Hang-seo.
Permainan Vietnam dibawah kendali Huu Thang memang menarik dengan berfilosofi pada sepak bola ofensif atau menyerang. Namun, permainan menarik yang ditunjukkan tidak berbuah kemenangan. Lewat Hang-seo, Vietnam menjadi lebih pragmatis, dengan fokus pada pertahanan. Mengusung formasi 5-3-2 membuahkan hasil runner-up, sekaligus permainan cantik dan impresif yang kerap ditunjukan setiap pertandingan.
Pembinaan Pemain Muda Selalu Menjadi Faktor Utama Untuk Sepak Bola Mendunia
Keseriusan Federasi Sepak Bola Vietnam atau VFF, dimulai dengan membangkitkan pemain muda yang terkubur bakatnya. Regenerasi pemain dan pembinaan pemain muda dilakukan disetiap usia. Dapat dilihat dari berbagai ajang yang melibatkan usia muda, Vietnam selalu tampil memukau. Menembus partai final Piala AFF U-19 2013, berhasil sampai partai semi-final Piala Asia U-19 2016, masuk putaran final Piala Dunia U-20 2017, dan yang terbaru menjadi runner up Piala Asia U-23 2018. Harapannya, para generasi “emas” tersebut juga dapat berbicara banyak di level senior.
Tidak hanya dari federasi yang fokus kepada pembinaan pemain muda atau kerap disebut grassroot. Setidaknya ada dua kesebelasan di Vietnam yang memiliki akademi sepak bola terbaik seperti Hanoi FC dan Hoang Anh Gia Lai. Bahkan, tim Hoang Anh Gia Lai memiliki afiliasi dengan tim sepak bola asal Inggris, Arsenal. Jadi sudah jelas kenapa regenerasi pemain Vietnam bagus kan Bung?
Bagaimana Dengan Indonesia?
Indonesia bisa dibilang masih terlampau jauh Bung dari Vietnam, baik itu dari sisi prestasi, maupun hasil yang dapat direngkuh pemain muda. Tentu kita pun bakal memahami dan mengamini kalau Vietnam lebih unggul (jauh) dari Indonesia. Bukan berarti Indonesia tidak ada harapan, harapan akan selalu ada selama insan sepak bola masih mempunyai mimpi yang sama.
Kendati demikian, tanpa perlu menggali lebih dalam problema sepak bola Indonesia, pembinaan pemain muda dan membangun liga yang berkualitas bisa menjadi solusinya. Adapun target Indonesia untuk tampil di Olimpide tahun 2024 harus direalisasikan, jangan hanya cuap-cuap basi!
