Berbicara mengenai koleksi kaset, CD, sampai piringan hitam dari musisi favorit bung. Seperti sedang bernostalgia akan rasa bangga. Apalagi Langkanya kaset atau CD yang kini bung miliki. Teringat perjuangan mencari album fisik tersebut dari satu lapak ke lapak lain adalah segilintir cerita yang menarik.
Perkembangan makin maju menggerus segala sesuatu yang tertinggal. Seperti ketika datangnya era digital yang secara cepat membajak pasar album fisik. Terbukti beberapa toko CD ternama harus gulung tikar, lantaran layanan musik digital lebih digemari sekarang
Tak bisa dipungkiri bung, pergolakan zaman memang membawa kita ke arah maju. Toh wajar juga kalau yang kuno kini berinovasi ylebih akrab dengan teknologi alias canggih. Meskipun sekarang tersedia berbagai macam layanan musik streaming digital macam Spotify, Joox dan Deezer, di mana bisa terkoneksi dengan gawai setiap orang.
Ternyata tak membuat album fisik benar-benar ditinggalkan para pendengar. Bahkan ada beberapa musisi yang tetap PD (Percaya diri) untuk menjual album fisik di tengah gempuran digital. Padahal kalau kita ingin bertanya dalam hati, pasti terbesit untuk mengatakan ‘Era sudah digital, apakah album fisik masih menjual?’, kira-kira masih nggak ya bung?
Album Fisik Itu ‘Istimewa’, Memilikinya Saja Ada Rasa Bangga
Kalau menjawab pertanyaan sebelumnya, apakah album fisik masih menjual jawabannya iya bung. Meskipun mayoritas pendengar lebih mengacu kepada platform digital, tapi mereka tidak sejatinya meninggalkan album fisik. Bagi para pendengar album fisik itu sesuatu istimewa karena ada rasa memiliki, seperti bisa dipegang dan bisa dinikmat. Belum lagi bung, beberapa album fisik ada yang dibundling dengan artwork yang ciamik. Alhasil ada kebanggaan ketika memiliki album fisik.
Dirilis Terbatas Semakin Menambah Kesan Istimewa Para Pemiliknya
Semakin bangganya seorang pendengar kala membeli rilisan fisik dari beberapa data yang kami temukan adalah karena dirilis terbatas. Beberapa tahun lalu, mungkin penjualan CD atau pun kaset bisa mencapai satu juta kopi. Tetapi kini tentu tidak dapat sebanyak itu karena digital lebih dominan diminati.
Fakta menariknya, kini rilisan album fisik dapat dijual dengan jumlah terbatas. Alhasil pendengar yang memiliki merasa bangga seperti memiliki harta karun. Tentu sebagian musisi, melihat hal ini sebagai peluang untuk menjual.
Terutama bagi musisi yang memiliki fanbase cukup kuat. Namun demikian, ini juga tidak menjadi alasan kuat apakah para pegiat industri hiburan berani untuk merilis album fisik. Salah satunya, adalah Rinni Wulandari penyayi jebolan Indonesial Idol yang berkata tak berani untuk mengeluarkan album fisik.
“Jujur, aku enggak berani mengeluarkan album fisik karena kita enggak tahu dimana untung dan ruginya. Aku takut albumku dibajak, sedangkan gara-gara pembajakan, produksi fisik hampir musnah,” ungkapnya.
Terjadi Ikatan Antara Fans dengan sang Musisi Idola
Tempat bertemunya antara fans dengan musisi tidak hanya dari panggung saja bung. Melainkan dari pembelian album fisik juga. Dalam setiap pembelian album, bagi para fans atau pendengar pasti ada rasa keinginan untuk mendapatkan tanda tangan oleh sang musisi.
Legalisir semacam ini biasanya dilakukan lewat sebuah sesi khusus yang biasanya dilakukan pada launching album. Bahkan banyak juga pendengar yang sengaja membawa CD dengan spidol dan membawanya saat menonton sang musisi, dengan keterbatasan waktu alias colongan mereke menyelinap dan meminta CD untuk ditanda tangan.
Interaksi pun akan terjadi di sana, terlebih lagi bagi para musisi di era sekarang yang pasti mengapresiasi lebih kepada mereka yang membeli album fisik.
Packaging Menarik Dengan Beragam Isi yang Asik
Menariknya album fisik itu juga dari packaging bung, apalagi beberapa musisi zaman sekarang mulai berinovasi dengan menyisipkan sticker, poster sampai kaos. Tentu saja harganya lebih mahal sedikit dibanding bung membeli sekedar kaset dan CD-nya saja.
Ini menjadi pembeda dengan yang dijejerkan di digital sana. Terlebih para musisi kerap menyisipkan gimmick , seperti menaruh barang-barang lain demi mengundang pembicaraan publik sampai menjadi pembeda dengan yang lain. Teruntuk bung yang ingin menjadi musisi dan berniat untuk memasarkan album fisik, tentu harus punya sentuhan tersendiri terkait penyebaran album fisik.
Wajib Hukumnya Merilis Album Fisik Bagi Setiap Musisi
Mulai terbesit menjadi musisi karena terinspirasi dan memiliki talenta di bidang seni. Di era digital tentu setiap orang bisa memproklamirkan dirinya sebagai musisi lewat sosial media seperti Instagram dan Youtube. Tetapi untuk menancapkan eksistensi atau bukti bung sebagai seorang musisi yang menghasilkan karya tentu harus membuat mini album dan album yang dirilis dalam bentuk fisik. Hal ini pun senada dengan ucapan Bens Leo, salah satu pengamat musik Indonesia.
“Meskipun eranya digital, setiap musisi juga harusnya tetap mengedarkan album fisik rekaman,” ujarnya dilansir Kompas.
Apalagi album fisik tidak hanya membesarkan nama sang musisi melainkan pihak yang terlibat pun akan terangkat namanya. Di mana dalam CD atau kaset biasanya tertulis pihak-pihak yang terlibat.
“Betapa pentingnya fisik album itu untuk memberikan ruang bagi seniman pendukung sebuah rekaman. Misalnya, nama sound engineering, nama pemain musik, produser, desainer cover-nya, sampai detail (tata) rambut dan kostum oleh siapa (tercantum). Itu gunanya album fisik,” ucapnya lagi.
