Dilanda kecemasan memang tidak enak, rasa cemas terkadang hadir begitu saja dan kapan saja. Tanpa diketahui apa penyebab sebenarnya. Apalagi hidup di kota keras macam Jakarta, yang mana tantangan dan kondisi kadang selalu menekan lantaran kehidupan makin lama makin menyulitkan. Mau disikapi sebagai tantangan, agar termotivasi untuk tetap berjuang tetap tidak ampuh. Alhasil malah muncul sikap ragu menjalani hidup.
Rasa cemas hadir karena saraf-saraf di otak terasa begitu tegang. Mungkin karena kendala kerjaan yang begitu banyak, membuat sulit untuk bersantai. Sedangkan cuti yang diajukan belum di ACC karena perusahan sedang grow up. Tentu saja rasa cemas bakal menghalangi semuanya, mungkin membuat kerja berantakan dan kehidupan yang hakiki tak bisa dinikmati. Oksigen pun tak dapat dihirup dengan sempurna meskipun paru-paru sudah coba bekerja.
Coba Pikir Baik-baik Lagi, Pasti Semua Ada Penyebabnya
Dilansir dari halaman Step To Health yang mengungkapkan kalau penting untuk mengendalikan kecemasan. Karena rasa cemas dapat mengganggu kinerja dan performa saat bekerja. Bahkan hidup tidak dapat dinikmati secara asri.
Nah, hal pertama yang harus Bung lakukan apabila dilanda kecemasan adalah mengetahui penyebabnya. Kalau penyebabnya dapat Bung ketahui, otomatis rasa cemas pun dapat dikendalikan. Misalnya, penyebab cemas adalah kerjaan yang terlalu menumpuk, hal ini bisa Bung diskusikan dengan atasan untuk mendapatkan solusi, siapa tahu dengan mengungkapkan apa yang terjadi perasaan menjadi lebih tenang.
Tarik Nafas Dalam-dalam Secara Beraturan Agar Rasa Cemas Hilang
Ini menjadi teknik yang baik dalam mengatasi rasa cemas. Apabila Bung merasa dilanda kecemasan cobalah dengan bernafas. Caranya dengan menutup mata dan bernapas dalam-dalam untuk beberapa kali, sembari berkata “Everything its gonna be allright…” Agar semakin termotivasi bahwa semua berjalan baik dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan, lantaran tiada cobaan yang tidak dapat diatasi, bukan? Lakukan saat mengalami kondisi tertekan yang ditengarai nafas tersendat dan sulit, Bung. Sehingga dengan cara ini dapat mengobati untuk menghilangkan rasa cemas.
Kegagalan Itu Biasa, Jadi Jangan Diambil Hati dan Coba Lagi
Tekanan yang dirasakan sebagai pekerja biasanya adalah ingin memberikan sesuatu yang sempurna tetapi hasilnya malah biasa saja. Berharap dapat pujian, yang datang malah caci-maki atasan. Pedih? Jelas! Tetapi apakah kegagalan itu harus dipikirkan terus-menerus? Tentu tidak Bung.
Cobalah lebih legowo kalau kata orang Jawa. Bung bisa memperbaikinya dengan mulai mengobservasi apa yang membuat itu salah dan apa yang harusnya dapat dibenahi dengan baik. Selain itu, ingatlah Bung bahwa terkadang hal yang kita inginkan tidak selalu ada dalam skenario kehidupan. Prepare for the worst, menjadi kunci kehidupan untuk sesuatu hal yang diharapkan. Memangku kata tersebut di dalam diri jadi kunci untuk mengendalikan tekanan agar tak berbuah jadi rasa cemas yang menyiksa.
Saat Muncul Sesuatu yang Sulit Dikendalikan, Tidak Perlu Dipusingkan Bung
Terkadang ada sesuatu yang diluar kekuasaan kita sebagai manusia untuk mengendalikan. Lebih tepatnya bukan tidak sih, tetapi belum. Mungkin saja solusi bakal hadir nanti. Sekarang, Bung diminta untuk memandu diri agar tetap tenang dan tidak tertekan. Hal ini yang membuat rasa cemas muncul di dalam diri. Terpenting, Bung belajar untuk menghadapi sebaik mungkin agar urusan tidak makin runyam, dan jangan sampai Bung salah kaprah untuk mengendalikan.
Alam Adalah Jawaban Dari Kecemasan, Mungkin Bung Butuh Liburan
Tidak perlu jauh-jauh, incar saja jarak terdekat terlebih dahulu untuk menstabilkan hati dan pikiran. Seperti pergi daerah pegunungan atau mengincar spot di sekitaran Pulau Seribu bisa menjadi pilihan. Kegiatan ini direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan. Suara burung, riuhnya ombak, hawa yang sejuk, sampai indahnya pemandangan mungkin bisa menstabilkan. Karena melakukan kontak dengan alam seperti jumpa dengan si nona di ujung jalan. Kegiatan yang dirindukan namun sulit untuk dilakukan, lantaran pekerjaan menyingkatkan waktu. Sehingga saat Senin datang, Bung selalu berujar, “Tak terasa, akhir pekan begini-gini saja.”
