Perjuangan para atlet Indonesia di Asian Games 2018 cukup heroik dan mengharukan. Rentetan usaha keras yang dicurahkan membuat banyak orang meluapkan selamat meskipun ini baru lewat pekan pertama perhelatan, sebelum ditutup pada tanggal 2 September 2018. Pasalnya sejarah baru telah ditorehkan dengan melampaui rekor perolehan medali emas dalam sejarah partisipasi di pesta olahraga Asia.
Secara resmi Indonesia melewati rekor 11 medali emas yang dikoleksi para pendahulu saat menjadi tuan rumah di tahun 1962. Sementara ini kontingen Indonesia berada di urutan keempat. Meskipun tak jadi juara umum seperti China, namun prestasi ini cukup bergengsi diantara negara Asia Tenggara lainnya.
Perjuangan bak Pahlawan Tak Selalu Berakhir Jadi Medali Emas yang Berkesan
Medali emas memang menjadi target utama dan layak disebut juara. Tetapi, perjuangan seperti pahlawan juga ditumjukkan mereka (dibaca: atlet) yang berjuang mati-matian demi nama Indonesia. Sebut saja sprinter yang beberapa waktu lalu menggemparkan dunia atletik junior, Lalu Muhammad Zohri.
Meskipun emas tak diraih dalam final 100 meter putra karena menempati urutan ke-7. Namun di usia 18 tahun ia menjadi yang termuda dalam cabang olahraga tersebut. Perlu ditegaskan, masuknya Zohri ke babak final bukan karena Indonesia menjadi tuan rumah, namun ia mampu melewati tahap kualifikasi dengan menjadi yang tercepat.
Pujian dan semangat diberikan dari Joko Widodo selaku Presiden Indonesia sampai rakyat Indonesia, kepada Anthony Ginting, kram kronis yang dialami pebulutangkis tersebut tak memupus semangatnya untuk bertanding. Di set ketiga, cedera otot sampai membuatnya tak mampu berlari. Namun ia terus berjuang sampai-sampai Shi Yuqi, yang jadi lawannya tidak tampil all out saat ia cedera. Hingga akhirnya ia tidak kuat lagi untuk menyelesaikan pertandingan.
Olahraga Bisa Mempertemukan Lawan Jadi Kawan
Momen bersejarah lainnya terjadi saat pembukaan. Dunia jadi saksi saat kontingen Korea Selatan dan Korea Utara berparade saling gandeng tangan dalam satu kontingen. Sampai menggunakan bendera unifikasi, memperlihatkan rekonsiliasi kedua negara yang sempat perang dingin ini.
Olahraga lebih dari sekedar kompetisi, namun makna solidaritas, persahabatan, dan sportivitas pun telah dicontohkan. Seperti Korea Selatan dan Korea Utara. Apalagi ini pertama kalinya dua negara memakai bendera unifikasi dan jadi sejarah baru Asian Games.
Tiada Hari Tanpa Perolehan Medali!
Setiap atlet memperjuangkan nama besar Indonesia, memperoleh medali perunggu maupun perak sangat berharga bagi kontingen Indonesia. Meskipun emas, dipandang sebagai value tertinggi dalam dunia keolahragaan. Selang sehari setelah pembukaan Bung, tiada hari tanpa pemberitaan soal medali emas yang ditorehkan atlet Indonesia.
Mulai dari Defia Rosmaniar yang mempersembahkan emas pertama Indonesia dari nomor individual takwondo poomase putri. Sampai yang terakhir Jonatan Christie pada nomor tunggal putra. Jonatan Christie berhasil mengalahkan pemain peringkat enam dunia Chou Tien Chen asal Cina Taipei.
Asa untuk Menambah Medali Emas Masih Ada di Depan Mata
Emas kontingen Indonesia dipastikan tidak stop sampai ke-23 saja. Pada cabor badminton, Indonesia sudah dipastikan akan mendapatkan satu medali emas, sebab terjadi duel all Indonesian final pada nomor ganda putera. Kevin Sanjaya/Marcus Gideon akan berjumpa rekannya Rian Ardianto/Fajar Alfian. Finalis lainya ada di cabang voli pantai putra Indonesia Ade Candra Rachmawan/Mohammad Ashfiya yang bakal menjamu Qatar.
Bukan Berkat Tuan Rumah, tapi Perjuangan Indonesia Memang Sedang Mencapai Puncaknya
Apakah karena faktor tuan rumah sehingga Indonesia mendapat keuntungan? Tidak Bung, di kandang sendiri siapa pun ingin tampil maksimal dan tidak ingin mengecewakan. Pembinaan atlet pun sudah dilakukan dengan banyak penggemblengan agar dapat menjadi ‘petarung’ di setiap cabang olahraga.
Buktinya beberapa emas yang diraih adalah dari cabang olahraga yang terukur. Dimana sistem penilaian sangat objektif seperti sepeda downhill, angkat besi, dayung, paralayang, panjat tebing, tenis, karate kumite, dan jetski. Olahraga tersebut sangat transparan, siapa yang tercepat, terkuat, dan tertinggi adalah pemenangnya.
Contohnya saja Eko Yuli yang meraih emas dalam cabang olahraga angkat besi nomor clean and jerk. Ia mampu menjadi jawara karena mampu mengangkat beban 170 kg dan menang, lantaran tidak ada lawan lain yang mampu mengangkat beban seberat itu. Jadi tak ada pengaruh status tuan rumah terhadap prestasi Indonesia.
