Mencurahkan isi hati bagi si nona adalah hal yang dibutuhkan apabila tertimpa masalah. Apalagi melibatkan masalah denganmu Bung yang notabene adalah pasangannya. Lantaran dirundung masalah sangatlah memilukan hati, apalagi kala masalah tak kunjung usai karena ada dua ego yang saling berbenturan antar pasangan. Curhat dianggap sebagai solusi. Sebenarnya tak ada larangan untuk mencurahkan isi hati, tetapi banyak dari perempuan menemukan titik nyaman apabila curhat dengan lawan jenis. Tentu saja kecenderungan itu sangat riskan bagi hubungan Bung karena bisa mengarah ke perselingkuhan.
Salah satu faktor kenapa si nona sangat nyaman curhat dengan lawan jenis karena laki-laki tersebut bisa memosisikan dirinya seolah sebagai kakak laki-laki. Terlebih sudut pandang dan penyampaian tak berbelit-belit membuat si nona merasa dimengerti dan dipahami. Namun apakah benar kalau curhat dengan lawan jenis merupakan akar dari perselingkuhan?
“Ya, itu akar dari perselingkuhan. Kenapa? Karena ketika kita cerita ke lawan jenis yang mungkin teman, dia kelihatan jauh lebih tenang, jauh lebih memahami kita, jadinya kita bisa berpikir kok dia jauh lebih memahami kita,” tutur psikolog klinis dari Tiga Generasi, Sri Juwita Kusumawardhani, MPsi., Psikolog.
Terkesan Sangat Memahami Apa yang Melanda dalam Hati
Saat sedang si nona bercerita tentang duduk permasalahannya pada teman laki-lakinya, si nona bakal berkesan pada cara dia mendengarkan, memberi solusi, sampai memberikan semangat untuk tetap bertahan. Apa yang dilanda di hati nona saat bertengkar dengan bung, pasti bisa diredam emosi di dalam hatinya apabila ia telah curhat kepada temannya. Bung bayangkan apabila rasa ini terus terakumulasi apabila intensitas si nona dengan teman laki-lakinya bertemu selalu. Hmmm, otomatis bakal ke arah yang kurang mengenakkan.
Bermula dari Sering Cerita Sampai Terpancing untuk Bertanya “Lagi Apa?”
Rasa rumit menghimpit dadanya, ia seolah merasakan rindu untuk terus berkomunikasi dengan teman laki-laki. Namun ia pun takut kalau si teman laki-lakinya tak merespon. Karena si nona tahu, kalau ia di datang kepadanya ketika ada masalah saja. Tetapi si nona tak bisa menyembunyikan perasaannya. Hasrat untuk meningkatkan intensitas untuk selalu dekat si teman laki-laki sangat tinggi. Sampai-sampai si nona pun beranikan diri untuk chat bukan menanyakan solusi pertengkaran. Melainkan ingin tahu apa yang sedang dilakukannya.
Pandangan Mulai Berubah dari Teman Menjadi “Pasangan”
Intensitas yang si nona lalui dengan teman laki-lakinya bakal berubah tema. Dari yang notabene teman menjadi “pasangan”. Apalagi kalau si nona pun sering bertemu tidak hanya untuk curhat. Melainkan meminta pundak untuk bersandar.
Seringnya bertemu antara si nona dengan temannya itu otomatis bakal merubah persepsinya terhadap apa yang telah Bung berikan padanya. Si nona berpikir kalau Bung tidak dapat memberikannya kebahagiaan sehingga ia mencari ke orang lain. Tak sampai di situ, si nona pun kerap berpikir, hubungan yang selalu berujung pertengkaran nampaknya tak bagus untuk kehidupan. Jadi pada tahap ini proses perselingkuhan sedang dimulai.
Si Nona Merasa Gundah Gulana perihal Isi Hatinya
Meskipun memiliki pandangan untuk mewajarkan tentang apa yang ia lakukan, hati kecilnya masih memberikan sinyal, bahwa apa yang ia lakukan ini salah. Si nona merasakan gunda gulana dalam hatinya terkait perbuatan yang ia lakukan apakah termasuk selingkuh atau bukan. Apa yang mesti dipilih? Bertahan? Atau sudahi saja daripada kerap bertengkar kemudian berujung perpisahan? Selain itu si nona pun menganggap proses bertransisi dari teman menjadi pasangan adalah hal yang berat, apabila dia pada akhirnya lebih memilih temannya itu.
Jangan Biarkan Si Nona Mencurahkan Masalahnya pada Teman Prianya
Intinya Bung seperti yang diungkapkan oleh Sri Juwita selaku pakar perselingkuhan. Potensi perselingkuhan dari curhat kepada lawan jenis memang ada. Harus ada pemberitahuan kepada si nona tentang hal apa yang harus ia lakukan saat sedang bertengkar denganmu. Karena permasalahan dalam hubungan tak mungkin berhenti di satu dua masalah saja. Bahkan yang sudah diikat secara agama saja masih bisa untuk berantem apalagi yang cuma pacaran.
“Jadi beda banget memang ketika sudah nikah, kita dan pasangan memang ketemu 24 jam, jeleknya kelihatan semua, manisnya banyak sih tapi pasti ada hal lain yang juga mesti kita tolerir. Sedangkan kalau cuma dengerin cerita kita 1-2 jam apalah artinya itu,” tambah Wita, sapaan akrab sang psikolog.
