Bung termasuk yang jengah dengan segala hingar bingar urusan copras capres ini? Saling serang antar pendukung tak pernah selesai sedari lima tahun lalu. Apalagi urusan ini nampaknya juga belum akan segera usai meski Pilpres sudah rampung.
Tapi sebetulnya dimana masalahnya? Apa iya tak ada cara yang lebih asyik agar kita bisa kembali hidup tentram tanpa harus merasa diteror tiap kali buka grup whatsapp keluarga atau grup alumni sekolah yang tak henti bahas capres itu?
Effendi Gazali dalam podcast bersama Raditya Dika menelurkan usulan baru. Presiden hanya bisa dipilih satu kali untuk masa jabatan 7 tahun. Dan menurut kami ide ini menarik. Biar kami jelaskan menurut versi kami.
Bisa Mencalonkan 2 Kali Bikin Ribut Soal Urusan Pencitraan Atau Bukan
Yup, ini sumber utama keributan selama ini. Ketika seorang presiden terpilih untuk pertama kali, maka pemangku jabatan ini akan selalu disibukan oleh (tuduhan) pencitraan. Jadi sang presiden tak benar-benar bebas melakukan apa yang dirasanya terbaik untuk negeri ini.
Sulit membayangkan bisa melakukan perubahan berarti selama kurun hanya 5 tahun. Berarti petahana membutuhkan masa jabatan kedua. Namun kontradiksinya dia butuh untuk tetap populer, sehingga sulit membuat kebijakan yang tak populis.
Sebaliknya dari pihak oposisi akan selalu punya peluru untuk menyerang petahana. Kebijakannya akan selalu dikritisi sebagai kebijakan pencitraan belaka. Kritiknya tak lagi fokus pada program namun lebih ke urusan pencitraan atau bukan tadi.
Dengan kondisi begini, jalannya pemerintahan jadi terseok-seok dan harus membawa banyak beban. Baik soal terpilih lagi di periode 2 maupun urusan dengan oposisi.
Toh Dari SBY Hingga Jokowi, Perubahan Suara Periode 2 Tak Signifikan
Coba kita mundur sejenak di masa SBY. Ketika tahun 2004 beliau terpilih dengan 60,62 persen suara. Lalu di masa jabatan kedua terpilih dengan suara 60,80 persen. Hal serupa dialami Jokowi. Pada 2014 beliau terpilih dengan 53,15 persen suara. Sementara menurut hasil quick count dari beberapa lembaga saat ini menunjukan kemenangan Jokowi di angka 54 persen.
Jadi terbayang kehebohan selama ini mulai dari jaman SBY dituding macam kerbau dan cuma bisa bikin album. Hingga kehebohan Pilpres 2014-2019 ini, ternyata tidak begitu mempengaruhi hasil perolehan suara. Kita habis energi untuk sesuatu yang nyatanya tak semudah itu berubah dalam kurun waktu hanya 5 tahun.
Jadi Kalau Cuma 1 Kali Menjabat, Presiden Bisa Fokus Membuat Legacy
Coba bayangkan kalau Bung cuma punya kesempatan 1 kali dalam melakukan suatu hal. Tentunya kita akan berusaha berbuat yang terbaik bukan? Hal ini karena ingin meninggalkan warisan yang lebih baik.
Tuduhan-tuduhan pencitraan juga akan lebih minim, karena buat apa pencitraan kalau sudah tak bisa ikut pemilihan lagi kedepannya. Presiden yang menjabat juga seharusnya akan lebih minim (tuduhan) urusan bagi-bagi kursi, kolusi, nepotisme apalagi urusan korupsi. Kenapa? Karena kalau dia macam-macam, Presiden berikutnya bukan tak mungkin akan tak segan-segan mengusutnya.
Tapi Butuh Setidaknya 7 tahun, Karena 5 Tahun Terlalu Singkat
Nah sekarang urusan durasi masa jabatan. 5 tahun sungguh terlalu singkat kalau presiden hanya bisa menjabat 1 kali. Analoginya dia butuh setidaknya 1-2 tahun untuk merumuskan dan mempelajari hal apa yang bisa dilakukan sambil melanjutkan program yang sudah dijalankan presiden sebelumnya.
Barulah 5 tahun kemudian dia bisa secara penuh mengambil kebijakan mandiri yang bisa sampai level mengubah sistem dan tatanan di masyarakat. Jadi seluruh kebijakannya mudah-mudahan akan lebih tepat guna.
Dan ini bukan hal aneh Bung. Banyak negara juga menerapkan hal macam itu, dimana presidennya menjabat lebih dari 5 tahun. Bahkan tetangga terdekat Filipina menerapkan presidennya menjabat 6 tahun dan tak boleh lagi mencalonkan diri di pilpres berikutnya
Tentu Biaya Lebih Hemat Kalau Durasi Lebih Panjang
Kita mengeluarkan biaya 24,9 triliun pada pemilu 2019 ini. Itu baru biaya yang tercatat. Belum biaya-biaya lain macam kampanye hingga “biaya” psikologis yang harus ditanggung masyarakat akibat persaingan yang gila-gilaan.
Tentunya biaya ini akan lebih hemat jika pilpres diadakan 7 tahun sekali bukan? Dan Bung juga sudah lelah terus-terusan berseteru tanpa henti untuk urusan satu ini. Jadi kita adakan pilpres 1 kali berdurasi 7 tahun? Atau Bung Punya usulan lain?
