Facebook menjadi motif utama Arniati dalam mengakhiri hidup. Dilansir dari Suara.com, diduga ada pertengkaran antara Arniati dan sang suami, lantaran sang suami melarangnya menggunakan Facebook. Tak diperbolehkan menggunakan media sosial membuat Arniati kesal dan nekat memutuskan mengkahiri hidup dengan cara gantung diri.
Sebelum memutuskan gantung diri, lewat penjelasan Kasat Reskrim Polres PPU Iptu Iswanto, Arniati sempat menulis status di WhatsApp yang menyatakan ingin mengakhiri hidup serta mengucapkan minta maaf kepada keluarganya. Terlebih lagi setelah pertengkaran, keduanya tak saling bertegur sapa.
Di hari kejadian, sang suami mengakui masih melihat istirnya sedang asyik bermain Facebook via gawai. Bahkan sang suami juga membaca status WhatsApp sang istri yang menyatakan ingin mengakhiri hidup, lantas ia mengetuk pintu kamar dan dibukakan oleh Arniati.
“Suaminya sempat pulang ke rumah, hendak mengambil berkas. Setelahnya, suami korban kembali ke kantor kelurahan Nipah-nipah (Kalimantan). Korban saat itu masih hidup. Tapi setelah sang suami pulang ke rumah sore hari, korban sudah tewas,” jelasnya.
Berdasarkan olah tempat kejadian perkara, Arniati mengakhiri hidup dengan cara gantung diri menggunakan tali ayunan.

Leave a Reply
Kerajaan Perempuan Terbesar di Dunia Menganut Sistem Cinta Satu Malam, Tak Kenal Pernikahan

Suku Mosuo China, menempatkan perempuan sebagai kekuasaan tertinggi dalam kelompoknya. Suku yang mendiami tepi Danau Lugu, barat laut dataran tinggi Yunnan, China juga dikenal sebagai kerajaan perempuan terbesar di dunia. Tidak seperti di kebanyakan tempat di mana sistem Patriarki secara tersirat ada di masyarakat. Suku ini secara terang-terangan menerapkan sistem Matriarki. Otomatis perempuan mendominasi kepimimpinan atas seagala bidang kehidupan di sana.
Dilansir dari The Vintage News, suku Mosuo tidak hanya menarik karena menjadi kerajaan perempuan terbesar di dunia. Akan tetapi suku ini tidak mengenal adanya pernikahan, atau membangun keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu juga anak. Bahkan isitilah suami bagi pria yang menjalin hubungan, juga tidak dikenal dalam suku Mosuo. Lantaran mereka menganut sistem Walking Marriage alias pernikahan berjalan atau Axia.
Dengan kata lain para perempuan bebas memilih pria yang mereka sukai untuk berhubungan seksual tanpa ada ikatan pernikahan. Perempuan yang telah dinyatakan dewasa secara seksual akan meminta para laki-laki untuk mengunjungi kamarnya saat malam hari guna berhubungan seksual. Seorang laki-laki yang tidur dengan wanita Suku Mosuo akan menggantung topi di pegangan pintu kamar sebagai tanda, agar tidak ada laki-laki lain yang masuk ke dalam kamar bung.
Setelah melepas hasrat seksual, laki-laki diwajibkan pergi sebelum matahari terbit dan kembali ke rumah ibunya. Axia dapat berjalan satu malam atau bahkan lebih. Para wanita Suku Mosuo pun dapat mengajak pria yang berbeda di setiap malam. Tentu apabila perempuan hamil dan melahirkan, ia tidak tahu secara biologis siapa ayahnya.
Anak akan dibesar oleh ibu, dibantu dengan nenek dan saudaranya. Karena perempuan sangat dominan di Suku Mosuo, laki-laki tidak memiliki kewajiban guna mencari nafkah atau membesarkan anak-anaknya. Hanya ibu lah yang memiliki hak 100 persen atas anak yang lahir dari rahimnya.
Di era sekarang, banyak generasi muda Mosuo sudah meninggal tradisi mereka dan menjalani dunia modern dan memasuki masyarakat. Beberapa dari mereka bahkan memilih untuk menikah dengan suku lain. Intervensi pemerintah pun telah banyak dilakukan demi menjembatani Mosuo dengan seluruh dunia. Seperti di desa utama Luosho terdapat hotel, tempat makan, karaoke, fasilitas kasino demi mendukung pariwisata. Sampai-sampai hal pelacuran juga dipromosikan.
Apakah bung tertarik untuk datang ke Suku Mosuo?