Lebih Tahu

Meski Bermain di Pos Belakang, Torehan Golnya Dapat Bersaing di Lini Depan

Sergio Ramos merupakan contoh dari pemain belakang yang tak hanya bisa menjaga pertahanan. Tetapi bisa mencetak gol juga seperti seorang striker. Mungkin Sergio Ramos saat ini dapat dibilang sebagai pemain belakang yang memiliki insting dalam mencetak gol, terutama menggunakan kepala. Apalagi dalam urusan memecah kebuntuan yang dialami oleh pemain di lini depan. Seperti yang dilakukan Sergio Ramos saat menghadapi Atletico Madrid di final Liga Champions tahun 2014. Ramos mencetak gol di menit injury time, yang secara mitos sangat krusial untuk terjadi gol.

Jauh sebelum nama Sergio Ramos kerap disebut sebagai pemain lini belakang yang mengoleksi banyak gol, ada beberapa nama yang setipe dengan Sergio Ramos. Namanya selalu bertengger di papan skor, meskipun ketika ditanya tugas yang dimainkan posisinya, ia akan menjawab bertahan. Koleksi golnya bahkan bisa dibilang terbanyak dalam sejarah di deretan pemain belakang.

Franz Beckenbauer

Sosok satu ini sangat dikenal dalam jagat sepak bola bersama dengan klub yang dicintainya, Bayern Munchen. Tergabung di skuat junior sejak tahun 1959, Beckenbauer mendapatkan promosi ke skuat utama lima tahun kemudian.

Ditempa dengan segala macam bentuk latihan, membuat Beckenbauer menjadi pemain matang. Pria asal Jerman ini cukup rajin membantu timnya dalam mencetak gol, total 500 pertandingan sudah dimainkannya bersama Die Rotten. Setelah hampir dua dekade berkarir sebagai pesepak bola profesional ia telah sukses membubuhkan 108 gol.

Roberto Carlos

Lari yang kencang dengan tubuh mungil, dan berposisi sebagai bek sayap, sangat identik dengan nama Roberto Carlos. Momen mengagumkan yang mungkin akan mengingatkan kita pada dirinya adalah saat ia menceploskan tendangan bebas melengkung ke gawang Perancis, yang dapat dijelaskan lewat ilmu fisika.

Aktif sebagai pesepak bola profesional sejak tahun 1991, pemain asal Brasil ini telah memperkuat Inter Milan, Real Madrid, Fenerbache, dan klub asal Rusia, Anzi Makhackhala. Tercatat ia telah mencetak 113 gol selama dirinya jadi pesepak bola.

Steve Bruce

Bagi Bung yang akrab dengan sepak bola Inggris, pasti tahu siapa Steve bruce. Sosoknya kini dikenal sebagai pelatih yang malang melintang menukangi beberapa klub kasta kedua di Inggris, atau Divisi Championship. Namun, selama aktif bermain sebagai penjaga pertahanan ia bermain di Norwich City, Birmingham City, Sheffield United dan raksasa Manchester United. Bruce yang kini ditunjuk menukangi Aston Villa telah mencetak 113 gol sepanjang kariernya.

Fernando Hierro

Hierro yang beberapa saat lalu menjadi pelatih Spanyol saat Piala Dunia 2018, merupakan salah satu legenda Real Madrid. Dapat dikatan, Hierro merupakan nyawa pertahanan Real Madrid dari tahun 1989 sampai tahun 2003.

Tak hanya tangguh di lini pertahanan, namun ia juga handal membobol gawang lawan. Tercatat Hierro telah mencetak 163 gol sepanjang karirnya. Selepas dari Real Madrid, ia memperkuat tim Qatar Al Rayyan sebeum akhirnya mencoba karier di Inggris bersama Bolton Wanderers.

Ronald Koeman

Total 253 gol yang dicetak oleh pemain berkebangsaan Belanda yang berposisi sebagai bek ini. Hingga sekarang, ia merupakan bek dengan torehan gol terbanyak sepanjang sejarah diikuti dengan legenda Inter, Daniel Passarella yang mencetak  175 gol di seluruh ajang.

Koeman, kini tengah mengemban tanggung jawab berat dengan menjadi pelatih Everton. Saat aktif bermain, ia memperkuat Ajax, PSV, Feyenoord dan juga Barcelona. Mungkin torehan golnya sangat sulit diikuti oleh bek-bek lainnya saat ini. Bahkan sampai pemain yang tugasnya di lini depan sekalipun seperti Nicklas Bendtner, ups…

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Setelah Berpisah, Kompany Kembali Ke Klub Pertama yang Ia Bela

Musim menghebatkan yang dijalani Manchester City musim ini meninggalkan sedikit cerita sedih, di mana sang kapten tim Vincent Kompany memutuskan untuk berpisah setelah 11 tahun berseragam Manchester Biru dengan mengoleksi 12 trofi juara. Untuk liga yang ketat macam Inggris itu adalah hasil yang terbaik bagi karir seorang pemain.

Kompany mengumumkan ia berpisah saat selebrasi kejuaraan di depan pendukung dan segenap pemain sekaligus official. Vincent Kompany dibeli dari Hamburg SV pada tahun 2008. Kontribusi pemain jangkung berkebangsaan Belgia ini ternyata diakui Pep Guardiola sebagai sosok yang luar biasa. Namun pelatih berkepala pelontos tersebut yakin kalau ia akan kembali ke Manchester City suatu saat nanti.

Saya pikir kami bakal sangat merindukannya. Saya pun akan kangen dengan dirinya, tetapi Vincent bakal bertemu dengan kami. Karena itu, cepat atau lambat ia pasti kembali” tutur Guardiola, seperti dilansir dari laman Goal.

Pelatih berusia 48 tahun juga menganggap keputusan yang diambil Kompany juga tepat dengan mengucapkan perpisahan setelah mengakhiri musim 2018-2019 dengan memenagi empat gelar, yakni gelar Community Shield, Piala Liga Inggris, Liga Inggris, dan Piala FA.

Selepas meninggalkan The Citizen, Kompany bakal kembali ke Anderlecht klub pertama yang dibela dalam kurun waktu 2000-2006. Ia akan bermain dua peran di sana sebagai pelatih dan pemain dengan kontrak tiga musim.

 “Ia adalah kapten yang sesungguhnya, Vincent begitu banyak membantu kami,” pungkas Guardiola lagi.
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Wahai Liverpool, Juara Itu Berat Biar Manchester City Saja

Pertama-tama, saya harus mengucapkan selamat kepada Manchester City. Mereka telah memainkan musim yang luar biasa; kami melakukan pertandingan terakhir dengan baik, tetapi mereka menang, jadi selamat untuk Pep dan semua Manchester City,” kata Klopp dilansir dari laman resmi klub.

Kata-kata tersebut diucapkan oleh pelatih berkebangsaan Jerman, setelah berhasil menaklukan Wolverhampton 2-0 tanpa balas. Kemenangan yang tak begitu berarti lagi, kala di laga bersamaan Manchester City mengungguli Brighton Hove Albion 4-1. Liverpool kembali gagal juara, sedangkan Manchester City kembali jadi jawara. Banyak pencapaian sampai mitos yang membungkus cerita perjalanan perebutan tangga juara di Liga Inggris. Lebih baik, bung simak saja di bawah ini?

Hanya Sekali Kalah Tapi Tak Juara, Bukanlah Hal yang Gagah

Bisa dibilang, Liverpool memang kerap apes dalam perebutan tangga juara. Musim 2013/014, Liverpool juga hampir jadi juara namun moment Steven Gerrad terpleset melawan Chelsea menjadi hal yang menyakitkan sekaligus tak bisa dilupakan. Akhir musim pun ditutup Manchester City yang berhasil mengangkat piala Liga Inggris.

Hal tersebut terulang lagi, sebuah deja vu 5 tahun lalu. Bedanya kini Liverpool tampil garang dengan menelan 1 kali kekalahan namun tak berhasil jadi juara. Lantaran hasil imbang didapat Liverpool lebih banyak ketimbang Manchester City. Dan lagi-lagi, Manchester City menjadi juara mengungguli Liverpool kedua kalinya.

Hanya Liverpool Merengkuh 90 poin di Akhir Musim Namun Gagal Juara

Pesakitan Liverpool terhadap sebuah fakta tidak hanya terbentur dengan satu kekalahan dalam satu musim, yang seharusnya bisa dibanggakan apabila benar jadi juara. Namun ia mencetak sejarah baru sebagai salah satu tim dalam sepanjang sejarah Premier League, yang berhasil membukukan 90 poin atau lebih di akhir musim namun gagal juara. Bahkan menurut Opta, dari 26 kali penyelenggaraan Premier League, sebuah tim yang menang 30 kali, kalah sekali dan merengkuh 97 poin maka akan juara. Terkecuali musim ini yang dialami oleh Liverpool.

100 poin – Manchester City 2017/018 (Juara)
98 – Manchester City 2018/019 (Juara)
97 – Liverpool 2018/019 (Runner-up) 
95 – Chelsea 2004/05 (Juara)
93 – Chelsea 2016/017 (Juara)
92 – Manchester United 1993/94 (Juara)
91 – Manchester United 1999/00 (Juara)
91 – Chelsea 2005/06 (Juara)
90 – Arsenal 2003/04 (Juara)
90 – Manchester United 2008/2009 (Juara)

Guardiola Kini Setara dengan Sir Alex dan Jose Mourinho

Kesuksesan Manchester City meraih juara tidak hanya mengisi lemari trophy. Sang juru taktik, Pep Guardiola juga makin mengukuhkan namanya sebagai pelatih kawakan yang setara dengan Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho. Salah satunya dengan membawa tim juara back to back juara Liga Premier Inggris. Sir Alex merupakan salah satu pelatih yang sering melakukan ini, bahkan pernah sampai tiga kali berutut-turut. Kemudian Mourinho bersama Chelsea pada musim 2004/05 dan musim 2005/06.

Tak sampai di situ, Guardiola juga telah mengumpulkan delapan gelar juara dari lima liga besar Eropa. Dua gelar diraih bersama City, tiga bersama Bayern Munich, dan tiga lainnya bersama Barcelona. Catatan itu sama dengan Ferguson. Bedanya, eks manajer asal Skotlandia itu meraihnya cuma bersama satu klub, Manchester United.

Penghargaan Individu Jadi Hadiah Hiburan Mengobati Rasa Haru

Tak bisa dipungkiri kalau performa Liverpool sangat “galak” musim ini. Lini depan pun tajam dibarengi dengan lini belakang yang solid. Membuat empat pilar The Reds mendapat penghargaan individu. Alisson Becker, didaulat sebagai kiper terbaik setelah membukukan 21 clean sheet. Disusul Bek mahal Liverpool, Virgil Van Dijk, dinobatkan sebagai pemain terbaik. Sementara lini depan Sadio Mane dan Mohamed Salah memuncaki pencetak gol terbanyak dengan mengoleksi 22 gol bersama bomber Arsenal Pierre-Emerick Aubameyang. Setidaknya ini menjadi hiburan, bagi masing-masing pemain yang berusaha keras membawa Liverpool juara.

Masih Berkesempatan Menambah Gelar Domestik

Kalau akhir pekan ini berjalan mulus, maka Guardiola berhasil mempersembahan tiga trophy dalam musim 2018/19. Dengan menjuarai Liga Primer Inggris, Juara Piala Liga dan Juara Piala FA (jika menang di Wembley akhir pekan ini). Pasalnya hal ini pasti jadi hal yang menggoda bagi guardiola. Lantaran apabila berhasil ia menorehkan sejarah sebagai pelatih pertama yang berhasil meraih treble domestik di Inggris. Di sisi lain Kompany sedang ingin berpesta sebelum fokus piala FA.

Kami akan pesta malam ini dan kemudian setelah itu semuanya akan menyangkut hal itu (final Piala FA) dan kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk memenangkan pertandingan yang penting bagi kami,” jelasnya.

Tak Ada Pemain Prancis, Buat Liverpool Selalu Nyaris Juara Liga Inggris

 

Fakta menarik yang menyelimuti liga Britania raya adalah perihal pemain berkebangsaan Prancis dalam sebuah tim. Sejak abad ke-21 atau musim 2000-2001 bahwa kampiun atau jawara liga Inggris selalu menggunakan jasa pemain Prancis. Dari jamannya Patrick Vieira di Arsenal sampai Aymeric Laporte di Manchester City. Pemain asal Prancis selalu memberikan pengaruh besar secra tidak sadar. Sayang Liverpool tak jadi mendatangkan Nabil Fekir, pemain Prancis yang bermain di Lyon pada jendela transfer musim lalu. Apabila datang, mungkin sekarang Liverpool sudah tenang karena bisa juara seperti 29 tahun lalu.

Sabar ya, juara itu memang berat Liverpool, biar Manchester City saja.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Melihat Sisi Positif Gagalnya MU dan Arsenal

Permainan MU dan Arsenal di Liga Inggris bisa dibilang bukti inkonsistensi, di mana kedua tim sejak era 90-an sudah menjadi jawara. Bahkan sempat salip menyalip untuk urusan trophy Liga Inggris. Kini kedua tim tersebut memalukan. Sang jawara yang dulu tangguh, kini tak lagi gagah dan berani. Kemungkinan besar kedua tim ini pun, tidak dapat berlaga di Liga Champions Eropa di musim depan. Sebenarnya sih tak begitu aneh ya bung tak ada kedua tim ini, karena para penikmat sepakbola juga sudah mengerti dan “sudah biasa” melihat MU dan Arsenal main di Europa League, yang kerap disebut sebagai “Liga Malam Jumat” oleh publik tanah air.

Para fans kedua belah pihak pasti saling menghina nih, demi mengklaim dirinya lebih baik (sedikit). Namun tidak dengan pendukung Liverpool. Biasanya, pendukung Liverpool cukup senang dengan situasi ini, apalagi Liverpool kerap “dihujat” sebagai tim “Pecandu Sejarah”, di era EPL tim Merseyside ini belum sekalipun mencicipi trophy. Kini mereka sedang berebut tahta nomor satu di Inggris, alhasil harap-harap cemas apakah tim kesayangannya menjadi juara atau tidak. Apabila Juara justru ini bakal menaikkan moril tim di mata kedua fans tersebut. Nah Balik lagi ke MU dan Arsenal, ternyata ada sisi positif  bung dibalik kegagalan mereka.

Perjuangan Tim Kecil yang Terdegradasi, Namun Memberikan Perlawanan yang Patut Diapresiasi

Ketika dua raksasa macam MU dan Arsenal harus ditahan imbang oleh Huddersfield Town dan Brighton. Bagi pengamat sepakbola Gary Lineker ini adalah sesuatu yang menarik. Patut diapresiasi apalagi dirayakan. Karena perjuangan tim medioker tersebut begitu besar dan mati-matian, meskipun sudah dipastikan terdegradasi atau  Good Bye EPL. Memang melihat dua tim yang kejar-kejaran merebut tahta itu seru, namun disamping itu jangan juga melupakan bahwa ada tim kecil yang berusaha keras untuk mendapat pujian. Sekiranya itulah yang ingin disampaikan Lineker.

Ini adalah bukti tekad klub-klub macam Bournemouth, Huddersfield, atau Brighton tidak padam meski mereka tak punya ambisi besar dan kompetisi hampir berakhir. Mereka menampilkan pertandingan yang kompetitif. Permainan yang bagus,”  kata Lineker.

Motivasi Mereka  Hanya Mendapat Poin dan Memperlihatkan Potensi, Bukan Demi Title Bergengsi

Arsenal yang ditahan imbang oleh Brighton, juga memiliki sepenggal kisah heroik. Sejujurnya, klub semacam Brighton tampil di EPL saja sudah bergengsi Atau dapat dibilang mereka pun bersyukur  apabila ada di peringkat 13 atau 14 asalkan tidak terdegradasi. Kenyataanya  klub tersebut penghuni zona degradasi berada di peringkat 17! Namun klub yang bermarkas di Stadion Falmer tampil gemilang ketika menahan imbang Arsenal. Sang pemain bertahan, Lewis dunk, mengatakan kalau sejak awal memang ingin memberikan yang terbaik meskipun laga tersebut tidak berpengaruh kepada papan klasemen termasuk alias tak bisa menyelematkan mereka yang terdegradasi.

Manchester City barangkali masih punya motivasi tampil untuk merengkuh gelar, tapi kami hanya bermain demi kebahagiaan kami sendiri. Kami ingin mendapat poin sebanyak mungkin dan menunjukkan pada pelatih potensi apa yang bisa kami hadirkan musim depan,” ujar Dunk di laman resmi klub.

Terdegradasi Secara Pasti, Berikan yang Berarti Kepada Supporter Sejati

Hanya mengumpulkan 15 poin sampai pekan ke-37, Huddersfield didaulat akan terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Inggris. Aroma kecewa tidak terasa di internal. Justru Jan Siewert, Manajer dari Huddersfield, tetap bangga dengan semangat juang yang coba ditunjukkan oleh para pemain. Terbukti lewat hasil seri 1-1 saat menahan Manchester United. Terbukti beberapa orang fans Setan Merah marah dengan ini, dengan kata lain meskipun terlimpar dari perebutan juara, masa iya tak bisa menembus zona aman bermain di Liga Champions.

Setelah musim yang mengecewakan, kami ingin memberikan sesuatu untuk suporter. Di ruang ganti saya berkata agar para pemain menampilkan usaha 100 persen, bagaimana pun situasinya. Para suporter yang tak lelah mendukung kami sepanjang tahun layak mendapatkan kebahagiaan,” ujarnya

Ternyata Liga Inggris Masih Kompetitif

Beberapa tahun belakangan anggapan bahwa Liga Inggris kurang kompetitif terdengar nyaring. Padahal secara tampilan kita melihat bebrapa tim medioker liga Inggris masih memberikan perlawanan, bahkan sampai menahan imbang atau memberikan kekalahan. Beda dengan La Liga yang seolah-olah milik Barcelona saja (Karena Madrid sedang tidak bertaji, dan saudara sekota coba menggantikan posisinya). Tapi hal ini dibantah lewat komparasi perbandingan poin klub teratas dan terbawah. Sebagai contoh Liverpool mengemas 94 poin sementara Huddersfield hanya 15 poin. Alhasil kesenjangan ada di angka 79 poin.

Bandingkan dengan Liga Spanyol, di mana jarak antara poin klub teratas dan terbawah hanya 53 poin. Barcelona 83 poin sementara Huesca 30 poin. Bahkan Serie A memiliki kesenjangan 74 point, di mana Juve mengemas 89 poin sementara Chievo 15 poin.

Jarak antara tim teratas dengan sisa yang lain bahkan terlihat semakin jelas jika dikomparasikan dengan liga top Eropa lain. La Liga yang kerap dikritik karena minim persaingan faktanya lebih baik, para penontonnya di Spanyol juga terlihat terhibur,” ungkap pengamat sepakbola The Guardian, Martin Lawrence.

Namun setelah terlihat MU dan Arsenal ditahan juru kunci, saya kira anggapan tersebut salah. Masa iya tim sekelas Arsenal dan MU ditahan sang juru kunci. Kan tidak mungkin bung! namun inilah kenyataanya. Bahwa sisi positif dari kekalahan mereka adalah melihat tim kecil yang notabene sudah terdegradasi masih mau berjuang mati-matian.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top