Media sosial menjadi tempat yang sering bersinggungan dengan hal-hal yang baru dan ‘hangat’. Tak terkecuali dengan pesta demokrasi. Hoax, perbebatan antara kubu satu dengan yang lain, sampai menyoal kepada menyentil kutipan setiap pasangan tersaji di sini. Bung yang tidak ingin mencari sesuatu yang berhubungan dengan pesta demokrasi, ada kalanya sulit. Lantaran timeline dipenuhi dengan subtansi berbau pilpres.
Bukannya bersikap apolitis. Namun kami paham, ketika bung merasa mumet. Tidak di tempat kerja, di grup Whatssap keluarga, nongkrong bersama teman, semuanya kerap membicarakan siapa memilih siapa. Apa alasan memilih pasangan, sampai ada sesuatu hal yang ditakuti apabila pasangan ini menang.
Ketika ingin rehat sekejap dari hal-hal semacam ini dengan pergi ke media sosial (karena diyakini dapat menghibur), malah makin parah kan kondisinya? apalagi saat melihat seorang kawan yang mengutip berita hoax yang tidak jelas sumbernya. Seraya berkata dalam hati “Sabar, jangan ngatain, jangan ngatain”. Seperti itu kan?
Sekali lagi, bukan bermaksud apolitis tapi menjernihkan pikiran akan hal tersebut juga menjadi pilihan. Lantas kami pun menyarankan beberapa hal yang dapat bung lakukan terutama di sosial media saat semua orang jadi trengginas dalam berdebat sampai saling tuduh secara frontal.
Bukan Kejadian Baru, Tetapi Mengulangi Riwehnya Lima Tahun Lalu Tentu Tidak Mau
Sesungguhnya ini bukan kali pertama saat media sosial menjadi ruang diskusi politik yang begitu sengit. Pada Pilpres 2014, kita semua pernah merasakan. Sampai banyak segelintir orang mulai memberlakukan pembersihan timeline dengan mendepak beberapa teman yang tak sejalan.
Meskipun mereka beralasan mulai peduli dengan berteman di dunia maya kepada orang yang dikenal-dikenal saja. Ini adalah salah satu efek dari akar politik. Belajar dari lima tahun lalu, sebaiknya dari sekarang kita memulai untuk melihat siapa saja teman kita yang begitu vokal akan politik di sosial media.
Untuk sikap terserah bung saja, mau memperhatikan atau mau mencampakkan. Tidak nutup kemungkinan, kutipan dia yang tak sejalan akan menimbulkan perdebatan.
Berpura-pura Tidak Ada Atau Menjadi Silent Reader Saja
Istilah silent reader sebenarnya adalah pengguna yang aktif di sosmed tetapi tidak menanggapi apapun yang terjadi. Tentu, menanggapi yang kami maksud dengan memberikan tanggapan secara sosmed pula. Meskipun tidak ada keuntungan secara signifikan saat bung menjadi silent reader, setidaknya bung menghindari perseteruan akan hal yang tidak bung senangi.
Pasalnya, bung yang tidak terlalu vokal dalam berpolitik bisa terpicu akan suatu hal yang membuat bung kesal. Dari diskusi jadi saling tuding, sampai saling tidak mengenali di dunia maya dan akhirnya memutuskan tali saudara di dunia nyata. Worth it atau tidak bung sendiri yang tahu jawabannya.
Jadi Apatis Di Kala Semua Teman Bung Bersikap Kritis
Intinya bung bersikap bodo amat tentang apa yang terjadi di sosial media dalam ruang lingkup politik. Meskipun itu melibatkan kedua teman bung yang berdebat di Facebook, Twitter atau Instagram, di mana bung menyaksikan. Paling-paling, bung menyelinap dengan mengatakan “sudah jangan berantem” atau menyelipkan bercandaan.
Bung berusaha mendamaikan dan mencairkan suasana, tetapi tidak ingin terlibat akan inti pembicaraan mereka. Karena bung tak ingin terjun ke masalah orang lain. Lantas kalau tidak berdamai? ya bung juga tidak pusing, karena bung sudah jengah dengan perdebatan semu seperti itu.
Atau Mau Coba Puasa Sosial Media?
“Bila sudah panas-panasnya di media sosial lebih baik kita puasa media sosial (medsos) dahulu, saat puasa medsos ini lebih baik kita banyakin untuk membaca dan memperbanyak untuk berinteraksi dengan orang lain, dari situ kita akan banyak melakukan upaya-upaya yang membuat kita bisa mengenal satu sama lain secara langsung bukan hanya melalui medsos,” ujar dr Andri, SpKD dari RS Ombi Alam Sutera.
Puasa sosmed menjadi sesuatu hal yang masuk akal. Dari pada pusing dengan terlibat akan situasi politik yang genting. Ketika setiap orang bersikap seperti kebakaran jenggot. Ada baiknya dari pada bung stres menyaksikannya, lebih baik puasa sosmed saja. Baca buku fiksi dan non fiksi atau berolahraga biar lebih positif.
Tapi Jika Mau Sesuatu yang Menimbulkan Kesenangan, Lebih Baik Memperhatikan Akun Guyonan Macam Nurhadi-Aldo
“Guyonan capres ‘alternatif’ tersebut adalah ungkapan keinginan publik agar kandidat dan tim menyodorkan kampanye yang berkualitas. Harusnya kedua kubu melihat adanya kecenderungan masyarakat tidak antusias dengan model kampanye selama ini,” tuturnya
Komentar warganet sampai beberapa kutipan yang dituturkan capres alternatif Nurahi-Aldo bisa menjadi penyegaran timeline akan politik yang mumet. Tertawa menjadi janji politik yang ditawarkan capres alternatif ini. Mungkin, bung bisa melihatnya saat politik sudah mulai berdebat tak sewajarnya dan teman mulai menjaga jarak karena bung dan beliau beda dukungan.