Health

Karena Jadi Duda Bikin Pria Mati Muda

Judul di atas tak serampangan dibuat. Kesimpulan macam itu didapat dari penelitian intensif yang dilakukan oleh Dr. Ridwan Shabsigh yang mengepalai riset tentang status pernikahan pria dan hubungannya dengan kesehatan.

Pembahasan dikonsentrasikan kepada duda yang diakibatkan oleh proses perceraian. Data yang ditemukan cukup mencengangkan. Kenaikan tingkat kematian duda cerai ini meroket hingga 250 persen dibandingkan mereka yang terus terikat pernikahan. Bahkan 39 persen diantaranya meninggal akibat bunuh diri.

Kenapa hal ini terjadi? Padahal, konon kabarnya masyarakat masih lebih bisa menerima status duda dibandingkan janda. Di Indonesia misalnya, Istilah Duren alias duda keren bisa dianggap lebih merupakan pujian jika dibandingkan dengan stigma janda kembang yang terkesan lebih negatif.

Kendati demikian, stereotipe umum terhadap karakter pria lah yang ditengarai menjadi peningkat angka kematian tadi. Sobat yomamen sebagai laki-laki dituntut untuk tegar, kuat dan tidak cengeng dalam hal apa pun. Termasuk ketika berurusan dengan masalah keluarga yang berujung ke perceraian.

Tuntutan macam ini menurut Ridwan Shabsigh, membuat tingkat stres kasus perceraian yang dihadapi para pria menjadi tinggi. Buntutnya para duda rentan terkena penyakit jantung, darah tinggi serta stroke. Ditambah lagi tekanan berat ini bisa juga berujung pada penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.

Tentunya tak ada satu pun pasangan yang berpikir untuk berpisah ketika sudah mengikat janji pernikahan. Namun, kondisi memang tak selalu lurus. Bisa jadi ada hal mendesak yang membawa kita pada kondisi perceraian. Nah, mengingat adanya bahaya kesehatan akibat stres yang mengintai di setiap perceraian, ada baiknya kita pahami seluk beluk perceraian agar bisa mengantisipasinya dengan lebih bijak.

Di Indonesia 70 Persen Gugatan Diajukan Perempuan

Angka ini bisa jadi menyentak laki-laki penggila maskulinitas. Maklum kita dibuai oleh ilusi kekuasaan buta atas perempuan. Faktanya di Indonesia, para perempuan makin sadar akan haknya. Data terakhir menunjukan 70 persen gugatan perceraian diajukan oleh kaum perempuan.

Artinya apa? Tak bisa lagi para pria berlagak kuasa dan bebas melakukan apa saja. Pikiran bahwa dalam pernikahan, perempuan harus manut apapun kata laki-laki, perlahan mulai tergeser. Jadi perlakukan wanitamu dengan baik, atau siap-siap untuk dibawa ke pengadilan agama olehnya.

Gugatan Yang Diajukan Perempuan Lebih Lama Diproses

Ini hal lain yang perlu diketahui. Meski tak ada angka pasti secara statistik, namun beberapa pihak yang pernah terlibat perceraian membenarkan hal ini. Proses persidangan akan berjalan lebih lambat jika si penggugat adalah perempuan. Waktu yang ditempuh bisa mencapai hingga 6 bulan lamanya.

Karena itu saran kami jika memang sudah ada kesepakatan dengan pasangan untuk bercerai, maka anda lah sebagai laki-laki yang mengambil peran untuk menggugat. Hal ini untuk mempercepat proses sidang guna menghemat waktu, tenaga dan psikologis.

“Sudah Tidak Ada Kecocokan”

Coba renungkan kembali, apa alasan sebenarnya yang menyebakan perceraian tersebut. Alasan “Sudah Tidak Ada Kecocokan” sering digunakan para artis ketika tampil di depan kamera infotainment. Masalahnya jika sebuah talak atau gugatan didaftarkan menggunakan alasan tersebut, maka bisa dipastikan prosesnya tidak akan berjalan mulus.

Hakim akan berkali-kali memanggil pihak terkait untuk menjelaskan duduk perkaranya. Berbagai saksi akan dihadirkan untuk memperkuat argumen tersebut. Dan percayalah, waktu yang dibutuhkan akan lebih lama. Jadi sebelum mendaftar, buatlah alasan yang sebenarnya dengan detail agar energi tak terbuang percuma dipengadilan.

Pahami Harta Gono Gini

Harta gono gini adalah semua kekayaan yang diperoleh selama berlangsungnya pernikahan. Jadi meskipun hanya pihak laki-laki yang bekerja mencari nafkah namun, semua harta yang diperoleh setelah pernikahan tetap harus dibagi dua ketika bercerai.

Dalam kondisi penuh cinta kasih hal ini memang tak terbayangkan akan menjadi masalah. Kita pasti merelakan semua hal demi kebahagiaan pasangan perempuan kita. Namun situasinya berbeda ketika ada amarah terselip ketika melakukan perceraian. Dibutuhkan kerelaan tingkat tinggi untuk membagi-bagi harta tersebut. Pahami ini dengan baik untuk menghindari stres lebih lanjut.

Rumah siapa?

Berkaitan dengan harta, salah satu yang paling berpengaruh adalah urusan rumah. Pasalnya selama ini ketika menjadi suami istri, kita pastilah tinggal serumah. Karena itu urusan rumah inilah yang akan berpengaruh besar pada pembagian harta.

Siapa yang berhak tinggal di rumah tersebut? Bagaimana pembagian sisanya? Siapa yang harus keluar? Berapa lama waktu yang diberikan untuk pihak yang harus keluar rumah? Ini perlu pertimbangan yang panjang.

Anak Milik Siapa?

Harta bisa dicari, urusan anak lain lagi. Suka tidak suka, kita agak tersisihkan sebagai pihak laki-laki dalam urusan anak. Sebab untuk anak di bawah 12 tahun pemeliharaannya diserahkan kepada sang ibu. Sementara bapak tetap berkewajiban memberikan nafkah.

Konsekuensinya apa? Si buah hati tersayang yang selama ini jadi motivasi hidup tak lagi bisa kita lihat hari ke hari. Bisa jadi inilah faktor yang paling membuat stres para laki-laki yang bercerai.

Apalagi anak baru boleh menentukan sendiri akan ikut siapa ketika ia sudah berusia 12 tahun. Secara rasional ketika waktunya tiba, ia akan tetap memilih ibu yang sehari-hari bersamanya hingga ia mencapai usia memilih tersebut.

Toh begitu, kami tak pernah mendorong sobat yomamen untuk bercerai. Segala doa dipanjatkan untuk kelangsungan bak pangeran dan putri selamanya. Namun demikian, jika memang perceraian adalah satu-satunya cara, tidak ada salahnya untuk lebih bersiap diri bukan?

Click to comment

0 Comments

  1. embi

    June 5, 2014 at 10:31 pm

    Bagus artikelnya..beda dari yg laen..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top