Lebih Tahu

Sepak Bola Indonesia Ingin Berjaya Di Tahun Ke-100nya, Lantas Sejauh Mana Persiapannya?

Tak hanya dari segi Ekonomi, negara juga ingin berbenah diri dari segi Sepak Bola. PSSI selaku organisasi yang mengurus sepakbola memiliki beberapa target yang akan ditempuh sampai tahun 2045. Hal ini sudah dilakukan oleh beberapa federasi sepakbola yang telah maju seperti Jerman, Jepang dan Belgia. Sepak bola kita memang sedang puasa gelar, tapi wwalaupun telat, toh tak ada salahnya jika mencoba untuk mengupayakan.

Keseriusan PSSI untuk membenahi sepakbola semoga bukan hanya lip service saja. PSSI harusnya bisa berkaca dari kasus pembekuan aktivitas sepakbola oleh federasi tertinggi yakni FIFA. Memang sudah seharusnya pula ketika FIFA berbaik hati untuk mencabut sansksinya, PSSI  berbenah secara gesit.

Usia Muda Sudah Dipatok Menjadi Tonggak Sejarah

Sumber : Mediaindonesia.com

Kita tak boleh menutup mata bahwa, sepakbola kita memang kurang begitu dapat diharapkan. Terlalu muluk-muluk untuk berbicara kapan Indonesia dapat berlaga di Piala Dunia, meskipun sejarah pernah berkata bahwa Indonesia pernah tampil pada tahun 1938 dengan nama Hindia Belanda. Untuk kancah Piala antar negara ASEAN saja, kita tak pernah sekalipun membawa trophy-nya. Hanya selalu puas di posisi kedua selama 6 kali dari 11 kali pagelaran.

Berbagai aspek dan penunjangnya sedang dibenahi mulai tahun ini. Seperti perkembangan pemain muda mulai dari  usia 6 tahun, atau yang sebut sebagai akar rumput. Karena pengembangan pemain muda memang harus diterapkan untuk menjaring talenta baru. Selain itu, kepelatihan dan kursus, riset dan perkembangan, futsal, sampai perwasitan juga akan dibenahi. Demi membangun ekosistem yang baik bagi pengembangan sepakbola. Semoga tak ada lagi, sistem yang putus ditengah jalan.

Sepakbola Bukan Sekedar Olaharaga Tapi Bisnis yang Jadi Sumber Rupiah

Sumber : Goal.com

Terlalu lamanya tim sepakbola di Indonesia dimanjakan lewat APBD, membuat banyak klub tidak bisa berdikari (berdiri di kaki sendiri). Mandiri, menjadi hal sulit yang diterapkan beberapa tim. Sekarang tim-tim tersebut telah beranjak dan mencoba mandiri untuk dapat hidup. Segi bisnis ini memang juga salah satu agenda PSSI, fokusnya kepada pemasaran, sponsor, hubungan dengan fans, promos digital, infrastruktur dan juga keamanan.

Aspek-aspek tersebut diungkapkan langsung oleh sekjen PSSI, Ratu Tisha. Klub menjadi point penting yang harus dibenahi. Karena tingkat kompetitif suatu liga juga dipacu oleh klub-klub yang sehat. Kalau banyak klub yang tidak sehat membuat liga kurang bersaing antar tim. Tisha juga mengatakan beberapa fokusnya tersebut semoga dapat berjalan dari tingkat povinsi mau tingkat klub.

Mencontoh Eropa Agar Kompetisi Tak Lagi Mengulangi Kesalahan yang Sama

Sumber : Goal.com

Kompetisi yang berkualitas dan kompetitif juga menjadi misi PSSI. Liga Indonesia belum dapat dikatakan membaik. karena dalam musim ini saja terdapat beberapi kali perkelahian antar supporter, sekaligus antar tim yang berlaga lantaran berbagai alibi menguak. Seperti wasit yang berat sebelah. Kompetisi Liga Indonesia daam persoalan perkelahian sudah menjadi paket tahunan yang kerap terjadi.

Sekarang PSSI mencoba mencontoh bentuk dari Liga Inggris dengan membentuk Piala FA, yang bernama Piala Indonesia. Bentuknya pun sama dengan mengikut sertakan semua tim dari seluruh divisi. Sebelumnya Indonesia juga memiliki Piala Liga yang bernama Copa Dji Sam Soe namun hanya berjalan 4 musim saja. Ada pun melibatkan Piala Indonesia membuat iklim sepakbola Indonesia jadi makin kompetitif.

Olimpiade Menjadi Target Selanjutnya

Sumber : Jawapos.com

Berlaga di Olimpiade pernah dilakoni Indonesia tahun 1956 kala digelar di Australia, Indonesia yang pada saat diperkuat Ramang berhasil melaju ke babak delapan besar sebelum takluk dari Uni Soviet. Setelah beberapa tahun lamanya, Indonesia tak pernah lagi berlaga di Olimpiade. Sekarang PSSI menargetkan untuk menembus Olimpiade tahun 2024.

Walaupun Olimpiade bukan ajang yang bergengsi-bergensi amat di bidang sepakbola. Namun, untuk berlaga bisa menambahkan pengalaman serta memberikan atmosfir berbeda bagi para pemain. Demi melancarkan target tersebut jenjang pemain muda Indonesia harus dibina sebaik-sebaiknya yang dimulai dari usia 9 tahun, 12 tahun sampai 15 tahun. Pembinaan yang dilakukan dengan cara membuat bank data tentang para pemain tersebut dan dipantau perkembangannya.

Jalan Pintas Berlaga Di Piala Dunia

Sumber : Goal.com

Salah satu agenda tersebsar yang akan dicapai adalah menjadi tumah rumah Piala Dunia 2034. Menjadi tuan rumah Piala Dunia, otomatis akan membuat timnas Indonesia berlaga. Sebut saja ini jalan pintas agar dapat berlaga di mata dunia. Karena untuk melewati fase kualifikasi, Indonesia masih kewalahan. Indonesia dan Thailand diberikan kepercayaan sebagai pemimpin konsorsium AFF. Tetapi masih ada proses tawar menawar dengan FIFA agar terealisasikan menjadi tuan rumah. Tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya di mana Nurdin Halid yang menargetkan Indonesia menjadi tuan rumah 2022. Ketidakjelasan darinya membuat Indonesia pada saat itu hanya puas diangan saja.

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Lebih Tahu

Tim Garuda Mau Mencontoh Tim Panser, Tapi Kok Tanggung Ya?

Sepak bola Indonesia baru-baru ini ingin mencontoh sepak bola Jerman dengan membuat bank data pemain yang komprehensif, yang lahir dari tahun 2005 sampai 2007. Bakat-bakat muda tersebut akan disaring oleh PSSI untuk dimonitoring dari tahun ke tahun, kemudian perkembangannya akan dicatat dari segi fair play, injury dan track record. Pemain-pemain tersebut nantinya hanya diawasi saja, tidak dibentuk. Hal itu dilakukan agar sepak bola Indonesia mampu unjuk gigi di Olimpiade 2024.

Hal yang dilakukan oleh PSSI sebenarnya tidak ada yang salah. Bagus malahan, dengan demikian akan ada pelatih macam Indra Sjafri yang dimudahkan untuk mencari bakat sampai ke pelosok Indonesia. Namun terlalu tanggung kalau hanya mengikuti satu sistem saja. Lebih baik, hal yang diterapkan Der Panzer tersebut, dicontoh dari semua aspek dan dimaksimalkan dengan baik.

Ketika terpuruk di Piala Eropa tahun 2000, Jerman mulai berbenah soal sepak bola. Banyak hal yang dilakukan oleh negara yang sempat terpecah menjadi dua bagian tersebut, memaksimalkan pemain muda salah satu contohnya. Kalau Indonesia mau mencontoh, alangkah baiknya dari semua sisi agar tidak terlalu tanggung. Karena kalau hanya mencontoh soal bank data yang komprehensif tanpa didukung iklim kompetisi yang baik, rasanya terlalu sulit.

Pemain Muda Adalah Nafas Sepak Bola Setiap Negara Bung

Sebenarnya pembenahan pemain muda di Indonesia sudah cukup baik apabila di lihat dari segi aspek U16 dan juga U19, kedua tim tersebut memiliki prestasi yang membanggakan. Apa lagi pemain berbakat Indonesia, Egy Maulana Vikri, dapat masuk dalam calon bintang muda terbaik atau wonderkid yang dilansir The Guardian tahun lalu. Namun, dari segi kompetisi usia muda rasanya kurang begitu maksimal, tidak seperti Jerman.

Jerman menghabiskan 20 juta Euro untuk pembinaan pemain muda meliputi penyelenggaraan turnamen regional di level junior dan pembangunan pusat pelatihan di banyak daerah yang dimulai dari usia 10 tahun. Selain itu, klub-klub Jerman juga mulai mengikuti jejak federasi dengan membuat akademi pemain muda. Sehingga lahir pemain seperti Mario Gotze,Thomas Muller dan Andre Schurrle yang terlahir dari 3 akademi berbeda (Dortmund, Munchen, dan Leverkusen).

Lebih Baik Federasi Mengatur Keuangan Klub, Dari Pada Klub Berusaha Mandiri Tapi Hanya Teori

Tidak hanya soal pembinaan pemain muda saja yang difokuskan oleh Jerman, keuangan klub pun juga diatur dengan ketat. Federasi Sepak Bola Jerman (FDB) paham bahwa keberadaan klub harus tetap dipertahankan. Karena bila tidak diatur, klub bisa bangkrut yang berimbas kepada kompetisi yang tidak lagi kompetitif dan wadah pembinaan pemain muda juga bisa berkurang. Semua klub Jerman dibatasi utangnya sampai 30 juta poundsterling.

Sedangkan di Liga Indonesia, keuangan klub masih diatur secara mandiri oleh klub itu sendiri. Hal tersebut banyak berakibat buruk, seperti gaji pemain yang tidak dibayar. Sampai-sampai pemain secara solidaritas membentuk suatu badan untuk menjembatani hak-hak pemain yang tidak dipenuhi oleh klub, yang dikenal dengan nama APPI (Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia). Seharusnya untuk soal keuangan klub, PSSI bisa bersikap seperti Federasi Sepak Bola Jerman (FDB), sebab kondisi klub-klub Indonesia belum cukup aman secara keuangan.

Talenta Lokal Juga Nggak Kalah Saing Dengan Pemain Asing Lho

Sumber : Bundesliga.com

Untuk pemain lokal memang kurang begitu maksimal dalam beberapa posisi di Indonesia. Terutama dalam posisi striker, karena rata-rata posisi penyerang selalu diisi oleh pemain asing. Hal tersebut dapat mematikan kreatifitas serangan yang berimbas pada tim nasional. Berbeda dengan Bundesliga (liga lokal Jerman) yang memang terkenal ramah bagi para pemain muda. Beberapa tim di Jerman pun sudah jarang memakai jasa pemain asing, lebih mengutamakan talenta lokal yang berkembang. Bahkan sekitar 15% pemain Jerman di bawah 23 tahun sudah berkompetisi di Bundesliga, naik 6% dibanding dekade sebelumnya.

Sekarang Saatnya Memaksimalkan Teknik, Bukan Hanya Fisik

Sumber : Mediaindonesia.com

Sepak bola memang permainan yang sangat melelahkan. Kenapa? Karena permainan ini mengandalkan otak, fisik, dan stamina. Seorang pemain harus tahu teknik melesatkan umpan atau tendangan, misalkan mengumpan, mereka mesti tahu harus mengumpan ke mana. Maka banyak yang berujar kalau keputusan yang diambil oleh pemain bola sudah seperti seorang CEO perusahaan. Salah mengumpan, maka bisa berbuah simalakama.

Ulf Schott, direktur pembinaan usia muda Jerman, mengungkapkan perubahan visi permainan yang semula mengandalkan fisik jadi lebih ke teknik. Selain itu, federasi juga membuat kurikulum dan skema taktik yang diberikan kepada seluruh tim yang berada di liga lokal, yang kemudian menjadi bahan pembelajaran. Seharusnya Indonesia juga melakukan perubahan dengan mengandalkan passing pendek, karena sering kali terlihat para pemain masih mencoba memaksimalkan umpan-umpang crossing yang jelas kurang efektif karena postur tubuh pemain kita yang tidak tinggi.

Proses Pasti Membuahkan Hasil Bung!

Untuk hasilnya, Bung bisa melihat sendiri secara gamblang. Berapa kali Jerman menembus babak akhir dalam setiap pagelaran internasional. Menjadi finalis Piala Eropa 2008, semi finalis Piala Dunia 2010, semi finalis Piala Eropa 2012, hingga juara Piala Dunia 2014. Pada tahun lalu pun, Jerman menjadi jawara Piala Konfederasi 2017 dan jawara Piala Dunia U21. Apabila Indonesia memaksimalkan segala aspek, pasti sepak bola kita akan membaik Bung, bukannya kaya kontroversi tapi minim prestasi.

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Entertainment

Metallica: Ketika Si Anak Metal Sudah Berkeluarga

Jakarta pasti tidak bisa lupa ketika Metallica tampil di lebak bulus Jakarta tahun 1993 yang lalu. Di akhir konser terdapat catatan hitam sedikitnya terbakarnya 55 mobil hingga 38 orang terluka akibat kerusuhan yang terjadi. Kerasnya musik Metallica seolah jadi cermin sangarnya pemberontakan anak-anak muda berpenampilan hitam-hitam yang malam itu mengisi ruang-ruang jalanan di Jakarta.

Tepat 20 tahun kemudian Band yang digawangi James Hetfield ini kembali lagi ke Jakarta. Pemandangan sedikit berbeda mulai terlihat sejak dari bandara Halim Perdana Kusuma tempat mereka mendarat. Di tengah barisan personil yang turun dari pesawat terselip istri-istri mereka. Bahkan terlihat bocah kecil perempuan yang sibuk menarik-narik koper berwarna pink mengejar sang ayah yang bertato.

Nuansa ala keluarga ini terus menjalar hingga mendekati waktu konser di Gelora Bung Karno. Penonton yang dulu masih berstatus remaja kini mulai mendewasa. Riuh rendah kerumunan nampak mirip dengan nuansa nostalgia ala reuni. Kami bahkan sempat bertemu dengan sekelompok pria yang menggunakan kaos “I Survive Metallica 93”. Cool!

“Kalian bersama kami lagi, keluarga besar Metallica. Follow me!” ujar James Hetfield membuka konser pukul 8 malam itu.

Tawaran sebagai keluarga besar Metallica itu langsung disambut gemuruh penonton di Gelora Bung Karno. Tanpa komando lebih lanjut 55 ribu penonton langsung mengacungkan tinju ke udara ala persaudaran musik cadas.

metallica konser jakarta

Rangkulan hangat ini makin terasa ketika James Hetfield, Lars Ulrich, Kirk Hammet dan Robert Trujillo memulai musik mereka. Meski usia kepala 5 tak lagi bisa dikatakan muda, namun energi tinggi para personil ini seolah tak berubah sejak kedatangan mereka 20 tahun lampau.

Semangat makin menggelora ketika lagu-lagu andalan mereka dibawakan. Tak satu pun terlihat diam ketika “Enter Sandman” digaungkan. Baru terdengar bagian intro, semua sudah berteriak histeris. Hentakan-hentakan kaki mulai dari kelas festival hingga tribun terasa ingin meruntuhkan dinding GBK.

Kekhasan musik Metallica yang sarat gitar penuh distorsi bernada rendah, bersinergi kuat dengan dentuman drum keras dari Lars Ulrich. Lirik lagu macam “Sad But True” dan “Master of Puppets” dilantunkan membentuk koor yang membahana hingga sudut-sudut stadion. Bisa dibilang inilah nostalgia yang dilalui dengan semangat tinggi.

Sejarah kelam memang tak bisa dihapus. Bahkan Kirk Hammet dalam konfrensi pers di VIP Timur Gelora Bung Karno mengaku masih ingat jelas dan merasa sedih dengan peristiwa tersebut.

“Kami ingat ada kerusuhan di luar stadion sampai akhirnya diungsikan dengan ambulans,” ujarnya

Meski begitu, malam tadi seolah menggambarkan betapa personil Metallica sudah tumbuh dewasa. Dan yang lebih mengharukannya adalah melihat gambaran betapa penggemarnya pun sudah jauh lebih dewasa. Semua bisa menikmati musik keras, head bangging, meloncat tinggi dengan tangan di udara dalam suansa kekeluargaan yang sangat damai dan kondusif.

Keguyuban malam itu juga diakui Raja konser Indonesia Adrie Soebono. Meski bukan berstatus sebagai penyelengara namun ia memberikan pujian untuk konser malam itu.

“Belum ada dalam sejarahnya di Indonesia konser sedahsyat konser Metallica malam ini! Pertama kali!” ucapnya melalui twitter @adriesubono.

Dengan kondisi ini, tak heran jika diakhir konser para personilnya mengatakan mereka akan secepatnya kembali ke Indonesia. Mereka akan segera rindu kembali kepada keluarga besarnya! Metalhead indonesia!

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top